OJK Siap Ikuti Proses Judicial Review PP Pungutan
Berita

OJK Siap Ikuti Proses Judicial Review PP Pungutan

Jika diperlukan, proses ini akan dijalani oleh direktorat hukum OJK.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Gedung OJK. Foto: RES
Gedung OJK. Foto: RES
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku siap menjalani proses judicial review PP No. 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK di Mahkamah Agung (MA). Deputi Manajemen Strategis IIA OJK, Harti Hariyani, mengatakan pungutan yang dilakukan otoritas merupakan bentuk taat hukum dalam melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan.

"Pasti kami akan ikuti proses hukum tersebut," kata Harti saat dihubungi hukumonline, Selasa (21/10).

Biasanya, lanjut Harti, jika ada proses hukum yang melibatkan OJK, maka pihak OJK akan menyerahkannya kepada direktorat hukum. Direktorat tersebut nantinya yang bertugas menindaklanjuti proses hukum yang terjadi. Namun, untuk persoalan judicial review PP Pungutan oleh sejumlah profesi penunjang ini, ia belum bisa pastikan direktorat hukum OJK akan turun tangan atau tidak.

Ia mengatakan, selain judicial review PP Pungutan di MA, OJK juga tengah menjalani proses hukum uji materi sejumlah pasal yang ada di UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, proses hukum yang dijalani OJK tersebut merupakan bentuk otoritas patuh terhadap hukum.

Terkait penilaian profesi penunjang pasar modal yang menganggap bukan pihak yang melakukan kegiatan jasa keuangan karena tunduk pada UU sendiri, Harti menilai hal tersebut hanya alasan sepihak saja. Untuk mengetahui kebenaran dari alasan tersebut, cara terbaik yang ditempuh adalah mengikuti proses hukum.

Meski tengah digugat, Harti mengatakan, OJK akan tetap melakukan pungutan terhadap pelaku industri jasa keuangan, termasuk profesi penunjang pasar modal. Ia menegaskan, hal ini merupakan bentuk dilaksanakannya amanat peraturan. “Kami akan tetap melakukan pungutan," katanya.

Secara garis besar, lanjut Harti, mayoritas industri jasa keuangan membayar pungutan ke OJK. Sedangkan untuk profesi penunjang, ada yang membayar dan sebagian lagi ada yang belum membayar pungutan.  "Hingga kuartal II-2014 pungutan yang masuk hampir Rp1 triliun," katanya.

Sebelumnya, sejumlah profesi penunjang pasar modal mengajukan uji materi terhadap PP Pungutan OJK ke MA. Para pemohon uji materi ini bukan hanya dari asosiasi penunjang pasar modal seperti Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Ikatan Notaris Indonesia (INI) semata. Tapi juga terdapat pemohon yang mewakili kantor akuntan publik hingga perorangan.

Tim Kuasa Hukum profesi penunjang pasar modal, Ary Zulfikar mengatakan, pasal yang diuji adalah Pasal 1 angka 3 dan angka 4, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 5 PP Pungutan OJK yang mengatur mengenai biaya perizinan, pendaftaran dan biaya tahunan bagi profesi penunjang pasar modal, emiten dan perusahaan publik. Menurut pemohon, seluruh pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 6 dan Pasal 37 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK.

Pungutan ini dianggap sebagai beban bagi profesi penunjang pasar modal. Padahal, dalam UU OJK khususnya Pasal 6 disebutkan bahwa, OJK melakukan pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB). Bukan terhadap profesi penunjang pasar modal. Atas dasar itu, kata Ary, PP Pungutan OJK tersebut telah bertentangan dengan UU OJK.

"Profesi penunjang pasar modal seperti konsultan hukum, akuntan publik, notaris itu bukan pihak yang melakukan kegiatan jasa keuangan. Justru kita yang membantu proses transaksi yang dilakukan oleh para pihak di pasar modal, namanya juga penunjang," kata Ary di Gedung MA di Jakarta, Jumat (17/10).

Atas dasar itu, perluasan makna khususnya mengenai profesi penunjang pasar modal tersebut dinilai bertentangan dengan UU OJK. Ary menambahkan, kegiatan para profesi penunjang pasar modal juga tak diatur dan diawasi oleh OJK. Seluruh profesi penunjang pasar modal tersebut diatur oleh UU tersendiri. Bahkan, pengembangan pendidikan dan pengawasan dilaksanakan oleh masing-masing organisasi profesi tanpa ada bantuan dana dari OJK.

Pemohon berharap agar MA segera mengabulkan seluruh gugatan ini. Yakni, dengan menyatakan Pasal 1 angka 3 dan angka 4, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 5 PP Pungutan OJK dianggap tidak sah. Setelah itu, pemohon berharap pemerintah mencabut sejumlah pasal itu melalui revisi PP Pungutan OJK.
Tags:

Berita Terkait