Kedepankan Azas Resiprokal dalam Kerjasama Perbankan ASEAN
Berita

Kedepankan Azas Resiprokal dalam Kerjasama Perbankan ASEAN

Sejauh ini, telah dilakukan perjanjian bilateral dengan Malaysia. Bila bank asal Malaysia bisa beroperasi di Indonesia, maka perbankan Indonesia harus bisa beroperasi di Malaysia.

FAT
Bacaan 2 Menit
Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Nelson Tampubolon. Foto: SGP
Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Nelson Tampubolon. Foto: SGP
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan kesempatan terhadap tiga bank BUMN untuk membuka cabang di Malaysia. Ketiga bank tersebut adalah Mandiri, BRI, dan BNI. Di samping itu, OJK optimis Asean Banking Integration Framework (ABIF) bisa ditandatangani 10 negara pada bulan ini.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon, mengatakan sebelum ABIF ditandatangani, Indonesia akan melakukan perjanjian kerjasama dengan masing-masing negara ASEAN. Sejauh ini, OJK telah melakukan perjanjian bilateral dengan Malaysia.

"Malaysia kan sudah. Tapi sebenarnya yang dengan Malaysia itu baru yang namanya head of agreement (perjanjian bilateral), jadi agreement duluan sebelum ABIF ditandatangani," kata Nelson di Jakarta, Senin (5/1).

Sejumlah poin sudah masuk dalam perjanjian dengan Malaysia. Intinya, lanjut Nelson, perjanjian tersebut mengedepankan azas resiprokal. Menurutnya, jika bank-bank asal Malaysia sudah banyak beroperasi di Indonesia, maka perbankan Indonesia juga harus bisa beroperasi di Malaysia.

"Jumlah bank mereka dan bank kita di sana harus sama," ujar Nelson.

Misalnya, kata Nelson, perbankan Malaysia di Indonesia sekarang sudah ada tiga. Maka, tiga perbankan Indonesia harus diberikan kesempatan beroperasi di Malaysia. Jika kedua negara sudah imbang dalam kuantitas bank, ke depan, masing-masing negara bisa saja menambah jumlah perbankannya.

Untuk tiga bank dari Indonesia, Nelson mengatakan, OJK akan memberi kesempatan kepada bank BUMN. Ketiganya adalah Bank Mandiri, BNI dan BRI. Sedangkan perjanjian bilateral yang akan segera menyusul adalah antara Indonesia dengan Singapura. "Mungkin paling duluan bank-bank BUMN, Mandiri, BRI, BNI, mungkin," katanya.

Menurut Nelson, perjanjian bilateral merupakan dasar sebelum ABIF ditandatangani. Melalui kerjasama tersebut, ia percaya bisa menjadi pintu bagi masing-masing negara untuk lebih mudah mengakses ke negara-negara lain, sehingga pasar bebas ASEAN dapat benar-benar terlaksana.

Meski begitu, Nelson mengatakan perbankan Indonesia harus kuat dari sisi permodalan dan daya saing dari sisi sumber daya manusia. Menurutnya, jika kedua syarat ini dipenuhi maka perbankan Indonesia bisa bersaing dengan perbankan luar negeri dalam pasar bebas ASEAN.

Salah satu yang dibutuhkan perbankan Indonesia untuk bisa beroperasi di Malaysia adalah adanya kebutuhan modal sebesar 300 juta ringgit. Dalam perjanjian bilateral dengan Malaysia sudah dibicarakan bahwa kebutuhan modal tersebut bisa dilakukan secara bertahap. "Nah itu di head of agreement itu kita bisa nyicil lima kali," kata Nelson.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, pemenuhan kebutuhan modal bisa dicicil sudah diatur dalam peraturan Malaysia. "Itu ada di undang-undang mereka, jadi apakah mau dicicil, pokoknya harus workable," katanya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) akhir pekan lalu.

Kerjasama dengan Singapura, lanjut Muliaman, akan segera dilakukan. Sama seperti Malaysia, kerjasama dengan Singapura juga wajib mengedepankan azas resiprokal bagi kedua negara. Poin-poin kerjasama dengan Malaysia juga akan diadopsi kerjasama dengan Singapura. Ia percaya, kerjasama bilateral seperti ini bisa menjadi contoh yang baik bagi negara-negara ASEAN yang lain.

"Harus saling menguntungkan di kedua negara. Karena tujuannya kan mensejahterakan masyarakat ASEAN," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait