Revisi UU PPTKILN Perlu Merujuk Konvensi Internasional
Berita

Revisi UU PPTKILN Perlu Merujuk Konvensi Internasional

Dalam rangka memberi perlindungan terhadap buruh migran sebagaimana amanat konvensi PBB tahun 1990.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Terminal kedatangan khusus TKI  di Bandara Soekarno-Hatta. Foto: SGP (Ilustrasi)
Terminal kedatangan khusus TKI di Bandara Soekarno-Hatta. Foto: SGP (Ilustrasi)
DPR, DPD dan Pemerintah telah menyepakati 159 RUU yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2015-2019. Dari jumlah itu 37 RUU disepakati jadi prioritas 2015. Salah satunya RUU Perubahan atas UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (PPTKILN), Konvensi ILO No. 189 dan Konvensi Pekerja Maritim Tahun 2006. Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, ratifikasi UU PPTKILN itu harus berbasis konvensi PBB tahun 1990 tentang perlindungan buruh migran dan keluarganya.

“Revisi UU PPTKILN itu PR DPR periode lalu. Sekarang UU PPTKILN harus diprioritaskan untuk segera selesai dan basisnya harus mengacu Konvensi Perlindungan Buruh Migran yang sudah diratifikasi pada 2012,” kata Anis kepada hukumonline lewat telepon, Rabu (11/2).

Dengan mengacu konvensi PBB itu Anis berpendapat pembahasan RUU PPTKILN nanti tidak akan kehilangan arah. Sebab, konvensi itu sudah mengatur perlindungan dan penempatan buruh migran secara komprehensif.

Jika konvensi PBB itu jadi acuan, Anis yakin pembahasan revisi UU PPTKILN tidak lama. Sebab, konvensi itu telah mengatur standar-standar internasional dalam melindungi buruh migran dan keluarganya.

Namun, kalau draft yang digunakan dalam membahas revisi UU PPTKILN itu draft yang pernah dibahas DPR periode lalu Anis yakin perlindungannya minim. Bahkan, draft yang periode lalu diberi nama RUU Perlindungan pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) itu dinilai tidak mengakomodir kepentingan buruh migran.

Untuk memastikan agar pembahasan RUU PPTKILN itu selaras dengan substansi yang diamanatkan dalam konvensi PBB Anis menyebut Migrant Care akan menyodorkan draft RUU PPTKILN ke DPR. Ia mengatakan Setjen DPR sudah meminta Migrant Care secara resmi untuk memberikan masukan dalam pembuatan naskah akademik revisi UU PPTKILN.

Selain itu Anis berharap pembentukan Tim Pengawas Perlindungan TKI di DPR dapat mendorong penyelesaian pembahasan revisi UU PPTKILN. Timwas Perlindungan TKI yang dibentuk DPR periode lalu gagal mendorong revisi. “Harusnya Timwas Perlindungan TKI mendukung proses legislasi dalam rangka menyelesaikan revisi UU PPTKILN,” tukasnya.

Anggota Panja Prolegnas dari Fraksi PDI Perjuangan sekaligus Timwas Perlindungan TKI, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan revisi RUU PPTKILN masuk prioritas 2015. Begitu pula dengan Ratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Domestik dan konvensi Pekerja Maritim tahun 2006.

“Dengan masuknya RUU-RUU tersebut dalam prolegnas dan prolegnas prioritas, kita dituntut berjuang bersama agar kelak UU yang disahkan menjadi tonggak perbaikan hidup pekerja Indonesia di dalam maupun luar negeri,” papar Rieke.

Mantan anggota Pansus RUU PPILN dan mantan Timwas Perlindungan TKI DPR, Poempida Hidayatulloh, mengusulkan agar perlindungan terhadap buruh migran diperkuat dalam revisi UU PPTKILN. "Semangatnya harus pro perlindungan, jangan ada semangat penempatan TKI yang sangat kental dengan komersialisasi yang bertendensi sangat merugikan TKI," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait