Menaker Temukan Pelanggaran Ketenagakerjaan di Mal
Berita

Menaker Temukan Pelanggaran Ketenagakerjaan di Mal

Ada kontrak kerja berkali-kali. Jumlah pengawas ketenagakerjaan minim.

ADY
Bacaan 2 Menit
Menaker Hanif Dhakiri (baju putih). Foto: RES
Menaker Hanif Dhakiri (baju putih). Foto: RES
Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, menemukan pelanggaran hukum ketenagakerjaan di PT Tiara Departemen Store, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pelanggaran itu diketahui saat Menaker menggelar blusukan di Mataram Mal, Jumat (20/2). Hanif mencatat sejumlah pelanggaran yang dilakukan manajemen perusahaan.

Setelah berdialog dengan sejumlah penjaga toko, Menaker melihat bentuk pelanggaran seperti upah pekerja di bawah UMP dan pekerja yang tak didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Ada pula pekerja yang dikontrak berkali-kali, tak pernah diangkat jadi pekerja tetap.  “Masa ada kontrak yang tujuh tahun kerja, ini berarti kan tujuh kali kontrak. Ya nggak boleh karena sifat pekerjaan ini kan terus menerus, seharusnya sesudah dua kali kontrak ya diangkat menjadi pegawai tetap sesuai perarturan,” kata Hanif.

Hanif juga sempat kesal manajemen perusahaan di mal itu karena peraturan cuti dibuat berdasarkan kesepakatan, bukan mengacu peraturan perundang-undangan. “Kita ini hidup di negara yang ada aturan ketenagakerjaan, bukan peraturan seenaknya sendiri. Semua ini harus dibenahi segera,” tukasnya.

Bahkan Hanif menemukan ada pekerja yang mengeluh soal peraturan bagi pekerja yang hamil. Sebab, pekerja yang bersangkutan langsung diputus kontrak setelah melahirkan. Guna membenahi berbagai persoalan itu Hanif memberi waktu dua pekan kepada manajemen. Jika tidak dilakukan, Hanif akan menerjunkan petugas pengawas ketenagakerjaan ke perusahaan itu.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, mengapresiasi blusukan yang dilakukan Menaker. Ini perlu dilakukan karena petugas pengawas tak maksimal menegakkan hukum ketenagakerjaan.

Namun untuk membenahi masalah ketenagakerjaan menurut Timboel tidak cukup dengan blusukan. Berbagai pelanggaran yang ditemukan Menaker itu harus ditindaklanjuti pengawas ketenagakerjaan. Jika penegakan hukum tidak dilakukan maka blusukan sekadar pencitraan.

Seharusnya, kata Timboel, Menaker memerintahkan aparatnya untuk menindaklanjuti pelanggaran upah ke ranah pidana sesuai Pasal 90 jo Pasal 185 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan pelangaran pendaftartaran BPJS sesuai Pasal 55 UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Timboel menilai selama ini pelanggaran terhadap hak-hak normatif pekerja selalu ditangani secara keperdataan dan jarang dibawa ke pidana. Akibatnya, hukuman tidak memberikan efek jera dan pelanggaran terus terjadi. Dalam hal ini peran pengawas ketenagakerjaan perlu dimaksimalkan. “Pengawas yang tidak produktif dan korup harus diberikan hukuman,” ujarnya.

Ironisnya,  saat ini hanya ada 1.460 pengawas umum, 361 pengawas spesialis dan 563 orang penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Jumlah itu tidak sebanding dengan banyaknya perusahaan di seluruh Indonesia.
Tags:

Berita Terkait