Kubu Romy Berencana Ajukan Upaya Banding Putusan PTUN
Berita

Kubu Romy Berencana Ajukan Upaya Banding Putusan PTUN

Terkait legal standing mereka yakin diterima karena masuk dalam tergugat intervensi.

FAT
Bacaan 2 Menit
Romahurmuziy. Foto: RES
Romahurmuziy. Foto: RES
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Surabaya atau kubu Romahurmuziy berencana akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur yang memenangkan gugatan mantan Ketua Umum PPP Suryadarma Ali (SDA). Atas putusan tersebut, kubu Romy berencana akan mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

“Tidak ada alasan lain bagi kami untuk tidak melakukan upaya hukum banding,” kata Kuasa Hukum DPP PPP versi Surabaya, Soleh Amin, di Jakarta, Rabu (25/2).

Menurutnya, ada empat pertimbangan yang janggal sehingga menjadi alasan untuk mengajukan banding. Pertama, putusan tersebut tidak mempertimbangkan materi eksepsi tergugat khususnya SDA dalam mengajukan gugatan atas nama PPP. Karena menurut PPP versi Jakarta maupun Surabaya, SDA tidak lagi menjadi Ketum PPP.

Alasan kedua, karena tidak dipertimbangkannya Pasal 24 dan Pasal 25 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Padahal, kedua pasal tersebut merupakan pasal lanjutan dari Pasal 23 yakni mengenai mekanisme perubahan susunan pengurus.

Kedua pasal tersebut menjelaskan mengenai jika terjadi perselisihan forum pengambilan keputusan tertinggi berada di partai politik. Untuk PPP, forum tersebut berada di muktamar. “Pergantian kepengurusan partai politik tersebut paling tidak ditolak 2/3 dari jumlah peserta forum muktamar,” kata Soleh.

Alasan ketiga, putusan tak pernah menyebutkan bahwa muktamar merupakan lembaga pengambilan keputusan tertinggi dalam satu partai. Jika putusan menyebut mahkamah partai, pembentukan mahkamah sendiri di PPP dilakukan oleh pengurus berdasarkan UU dan muktamar.

Sedangkan alasan keempat, terjadi keanehan majelis hakim yang memimpin persidangan. Pada saat pembacaan persidangan, majelis hakim menangis. Padahal, sepanjang ia berpraktik, tak pernah melihat hakim menangis dalam membacakan putusan kecuali pihak terdakwa, saksi, korban atau keluarganya.

“Ini hakim menangis tersedu-sedu. Karena itu tidak ada alasan lain bagi kami untuk tidak melakukan upaya hukum banding,” katanya.

Anggota DPR yang juga Wakil Sekjen PPP versi Surabaya Arsul Sani menambahkan, pihaknya memiliki legal standing untuk mengajukan upaya banding karena masuk dalam kategori tergugat intervensi dalam perkara ini. Sehingga, upaya banding ini diyakini akan diterima oleh pengadilan tinggi.

Selain Menteri Hukum dan HAM sebagai tergugat dalam perkara ini, terdapat lima pihak lain yang menjadi tergugat intervensi. Kelima tergugat intervensi tersebut adalah, DPP PPP yang diwakili Romy. Lalu, 12 pimpinan Fraksi DPR. Kemudian, 28 dari 33 DPW PPP di seluruh Indonesia. Serta, lebih dari 100 DPC PPP yang turut menjadi tergugat intervensi. “Lima tergugat intervensi ini sudah diterima, kedudukan dan kewajibannya sama,” kata Arsul.

Dengan diajukannya upaya banding, lanjut Arsul, putusan PTUN yang membatalkan SK Menkumham tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Atas dasar itu, SK Menkumham tersebut masih sah dan berlaku. Hal ini sama dengan gugatan terhadap Keppres pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida sebagai hakim konstitusi. Keppres tersebut di PTUN dan pengadilan tinggi dibatalkan, namun karena masih ada upaya hukum lain, kedua hakim tersebut hingga kini masih menjalankan tugasnya sebagai hakim konstitusi.

“Selama belum ada kekuatan hukum tetap, selama Menkumham belum mencabut, maka SK itu tetap sah. Konsekuensi keabsahan itu urusan kepartaian termasuk pengajuan calon gubernur, bupati, walikota, di UU Pilkada harus dapatkan persetujuan dari DPP partai politik yang mengusungkan, yakni yang dipimpin Romy,” tuturnya.

Adukan ke KY
Kuasa Hukum DPP PPP versi Romy, M Lutfi Hakim menambahkan, menangisnya majelis hakim dalam membacakan putusan menjadi keanehan yang perlu diselidiki lebih serius. Atas dasar itu, pihaknya berencana akan melaporkan sikap majelis hakim tersebut ke Komisi Yudisial (KY).

“Kami akan laporkan ke KY, atas periaku hakim yang menampakkan keberpihakannya. Ini pelanggaran serius,” kata Lutfi.

Sayangnya, ia belum bisa memastikan kapan akan melaporkan perkara ini ke KY. Menurutnya, majelis hakim yang menangis tersebut menimbulkan pertanyaan emosi apa yang sedang dideritanya. “Apakah dia tertekan dengan putusannya sendiri atau karena apa?” katanya.

Ia yakin, tangisan majelis hakim pada saat membaca putusan tersebut akan terungkap setelah melalui serangkaian pemeriksaan di KY. Atas dasar itu, ia berharap, KY dapat memeriksa hakim tersebut dan mencari tahu alasan dirinya menangis. “Makna tangis hanya bisa dijawab dalam pemeriksaan KY,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait