Payung Hukum Perlindungan PRT Terus Disuarakan
Berita

Payung Hukum Perlindungan PRT Terus Disuarakan

PRT perlu diakui sebagai profesi agar kedudukannya lebih kuat.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah. Foto: Sgp
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah. Foto: Sgp
Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Indonesia Beragam mendesak Pemerintah segera menerbitkan regulasi yang lebih kuat yang mengatur PRT. Saat ini, Pemerintah bersandar pada Permenaker No. 2 Tahun 2015 yang mengatur perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PRT).

Rupanya Permenaker itu belum cukup. Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, sudah lebih 10 tahun masyarakat sipil mendesak Pemerintah membuat regulasi yang lebih kuat, namun hingga kini belum terwujud. Bahkan, RUU Perlindungan PRT (PPRT) yang didesak masyarakat sipil tidak masuk dalam Prolegnas prioritas 2015.

Anis berpendapat payung hukum itu penting untuk mengakui PRT sebagai profesi dan wajib dilindungi sebagaimana jenis pekerjaan lainnya. PRT sangat penting dalam membangun bangsa, mulai dari pejabat negara sampai masyaraka.. Keberhasilan pejabat negara dalam menjalankan tugasnya tak lepas dari peran PRT yang membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

“Bayangkan kalau tidak ada PRT pasti seluruh kegiatan akan lumpuh, baik di Indonesia atau di luar negeri. Ironisnya, selama ini PRT diabaikan dan tidak diakui statusnya sebagai jenis pekerjaan (profesi),” kata Anis dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (6/3).

Di ranah internasional, dikatakan Anis, profesi PRT diakui, sebagaimana terlihat dari Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT. Ironisnya, kata Anis, walau termasuk pengirim buruh migran PRT terbesar di dunia, Indonesia belum juga meratifikasi konvensi tersebut. Ia mencatat di Asia Tenggara baru Filipina yang sudah meratifikasi.

Anis mengkritik gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan penempatan buruh migran PRT karena dianggap memalukan bangsa. Menurutnya, cara pandang itu salah karena yang perlu dilakukan pemerintah adalah menerbitkan regulasi yang melindungi PRT dan menegakkan hukum. “Itu menunjukkan komitmen pemerintah semakin mundur. Komitmen mendorong PRT sebagai profesi (jenis pekerjaan) harusnya semakin kuat,” ucapnya.

Kalau payung hukumnya kuat dan mengatur kompetensi PRT, kata Anis, yang diuntungkan bukan saja PRT tapi juga majikan. Hubungan antara majikan dan PRT lebih terjamin dan bisa didorong ke ranah hubungan industrial: antara pekerja dan pemberi kerja.

Terkait data PRT, Anis menyebut sampai saat ini pemerintah belum punya data pasti berapa jumlah PRT. Tapi ILO menghitung jumlah PRT di Indonesia sekitar 10 jutaan, sebagian besar berada di wilayah perkotaan. Untuk buruh migran PRT, data BNP2TKI menunjukan setiap tahun ada sejuta buruh migran Indonesia yang berangkat ke negara penempatan dan 90 persen di antaranya PRT.

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, Dian Kartikasari, berpendapat karena PRT tidak diakui pemerintah sebagai profesi maka berbagai kasus penganiayaan terhadap PRT kerap terjadi. RUU PPRT yang sudah didorong sejak 2004 pun tidak mengalami perkembangan yang menggembirakan. Salah satunya karena ada anggota DPR yang tidak berpihak pada perlindungan PRT. “Periode 2009-2014 RUU PPRT tidak masuk prolegnas,” tukasnya.

Wakil Direktur Institut Kapal Perempuan, Budhis Utami, mengatakan PRT bisa masuk sebagai jenis pekerjaan (profesi) jika didukung oleh keterampilan dan kompetensi yang disiapkan. Minimnya kompetensi itu membuat PRT rentan terhadap kekerasan seperti yang dialami buruh migran PRT.

Bagi Budhis, pemerintah bertanggung jawab atas kondisi tersebut karena minim memberi perlindungan terhadap PRT. Perlindungan itu bukan saja dari aspek hukum tapi juga pendidikan yang diberikan kepada PRT. Selama ini pendidikan itu tidak menjadi tanggung jawab pemerintah karena diserahkan kepada PJTKI/PPTKIS.

Budhis mengusulkan agar Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah juga menyelenggarakan pendidikan untuk PRT baik yang ingin bekerja di dalam maupun di luar negeri. Ini salah satu bentuk perlindungan yang diberikan pemerintah. Selain itu menurut Budhis, jika regulasinya kuat PRT bisa bekerja secara manusiawi.
Tags:

Berita Terkait