Digugat PMH, MA Berdalih Gugatan Salah Forum
Berita

Digugat PMH, MA Berdalih Gugatan Salah Forum

MA punya wewenang terbitkan Surat Edaran.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Digugat PMH, MA Berdalih Gugatan Salah Forum
Hukumonline
Sejumlah advokat – Miftahur Rokhman Habibie, Marselinus Abi, dan Edy M. Lubis --  menggugat Mahkamah Agung (MA) ke PN Jakarta Pusat karena pelaku kekuasaan kehakiman itu dinilai melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). PMH terjadi karena MA menerbitkan Surat Edaran yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Dalam jawaban atas gugatan itu, MA menggunakan dalil tentang keabsahan forum yang dipakai. Gugatan PMH dinilai tergugat tidak pas karena penggugat mempersoalkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 07 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana (SEMA PK).

Kuasa Hukum MA, Liliek Prisbawono Adi, mengatakan jika yang dipersoalkan adalah terbitnya SEMA PK, seharusnya forum yang ditempuh adalah judicial review. “Forumnya tidak tepat. Harusnya mengajukan judicial review ke MA,” kata Liliek usai persidangan di PN Pusat, Senin (20/4).

Liliek membantah jika SEMA PK bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan MK memang menghapus salah satu frasa di dalam Pasal 263 KUHAP yang mengatur tentang Peninjauan Kembali. Namun, Liliek mengingatkan, MA memiliki wewenang mengeluarkan SEMA untuk mengatur hal-hal yang belum diatur atau yang dianggap belum cukup diatur.

“Kalau aturan PK itu dicabut oleh MK, apa artinya? Apa artinya PK boleh diajukan lebih dari satu kali? Diatur enggak, PK boleh diajukan lebih dari satu kali oleh MK? Tidak diatur. Selain KUHP, PK diatur oleh UU Kehakiman dan UU MA,” jelasnya.

Kewenangan membuat aturan itu diatur dalam Pasal 79 UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang pada intinya bahwa MA memiliki wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam UU MA tersebut.

Selain itu, terbitnya SEMA PK, dikatakan Liliek, bukan mengacu kepada KUHAP. MA merujuk pada Pasal 24 UU No. 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung yang juga mengatur tentang PK, khususnya pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman dan pasal 85 ayat (1) UU MA.

Liliek menegaskan bahwa MA mengakui dan menghormati putusan MK. Karena itu MA berpandangan bahwa PN tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo. “Tergugat secara tegas mengajukan eksepsi tentang kewenangan absolut dan memohon PN Pusat menyatakan dirinya tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo,” ungkap Liliek.

Dalam berkas jawaban, MA menilai gugatan oleh para tergugat tidak jelas dan kabur. Para tergugat tidak dapat menguraikan dengan jelas tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh MA. Bahkan, MA juga membantah penggugat dengan meyakini dengan tegas bahwa terbitnya SEMA PK tersebut diperlukan untuk menjaga kepastian hukum. “Terkait materi perkara, nanti biar hakim yang memutuskan,” tandasnya.

Kuasa Hukum penggugat, Ferdian Sutanto mengatakan pihaknya menyerahkan kepada majelis hakim, apakah PN Pusat memiliki wewenang untuk mengadili perkara yang diajukan oleh kliennya. “Ini kita tetap menyerahkan kepada hakim, apakah berwenang diadili di sini atau tidak,” katanya.

Ferdian menjelaskan bahwa alasan kliennya tidak mengajukan uji materi ke MA adalah putusan MA yang terbit setelah putusan MK. Artinya, MA mengeluarkan putusan tanpa mengindahkan putuan MK.

Terkait pengajuan eksepsi dan jawaban secara bersamaan, Ferdian menilai bahwa majelis akan mengeluarkan putusan akhir. “Tidak ada putusan sela,” pungkasnya. Agenda selanjutnya (27/4) adalah pembacaan replik oleh para penggugat.
Tags:

Berita Terkait