Wow! Ada Program Jaminan Return to Work
Berita

Wow! Ada Program Jaminan Return to Work

Kata Menteri, mulai berjalan 1 Juli 2015.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Menaker Hanif Dhakiri (baju putih). Foto: RES
Menaker Hanif Dhakiri (baju putih). Foto: RES
Ini kabar baik kepada para pekerja, khususnya yang bekerja di tempat-tempat yang rawan kecelakaan. Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan pekerja pekerja akan mendapatkan perlindungan dari kecelakaan kerja. Namanya Jaminan Kecelakaan Kerja Return To Work (JKK-RTW).

Menurut Menteri Hanif, program ini akan diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. Dengan program ini pekerja yang jadi peserta BPJS akan mendapatkan pendampingan ketika mengalami kecelakaan kerja yang berakibat cacat atau berpotensi cacat. Pendampingan bermula sejak terjadinya musibah kecelakaan kerja hingga pekerja bekerja kembali.

“Tujuan program ini adalah untuk memastikan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dapat kembali bekerja tanpa menghadapi resiko pemutusan hubungan kerja karena kecacatan yang dialaminya,” Kata Hanif di Jakarta, Kamis (16/4).

Hanif menjelaskan, ada potensi bahaya di tempat kerja seperti dampak penggunaan mesin, alat kerja, bahan dan faktor lingkungan kerja. Berbagai potensi itu bisa mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. “Pemerintah mendukung upaya-upaya perlindungan bagi pekerja dari kecelakaan kerja dan ancaman penyakit akibat kerja. Perlindungan menyeluruh di lingkungan kerja merupakan salah satu upaya peningkatan kesejahteraan pekerja,“ ujarnya.

Data BPJS Ketenagakerjaan yang berhasil dihimpun hukumonline memperlihatkan, rata-rata setiap hari ada 397 kasus kecelakaan kerja, pekerja mengalami kecacatan 25 kasus, cacat total 1 kasus dan berakibat meninggal dunia 9 kasus. Program return to work mulai bergulir ketika peserta mengalami kecelakaan kerja dan mendapat penanganan kuratif di RS Trauma Center melalui manajer Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (KK PAK).

Jika pekerja itu dinyatakan cacat maka ada proses rehabilitasi yang disetujui secara tertulis oleh perusahaan dan pekerja yang bersangkutan. Manager KK PAK mendampingi peserta dalam proses return to work. Manager tersebut memantau pengobatan dan perawatan yang tepat dan efektif bagi peserta serta memfasilitasi percepatan proses pemulihan.

Setelah rehabilitasi tuntas, manager KK PAK memberikan pelatihan pasca kecacatan dan memotivasi peserta agar dapat bekerja kembali secara normal. Jika upaya itu tidak mampu mengembalikan peserta bekerja kembali pada posisi semula, manager KK PAK akan mencarikan solusi lain. Misalnya memberikan pelatihan dan keterampilan khusus yang sesuai agar peserta dapat bekerja di unit kerja lain di perusahaan yang sama.

Menanggapi itu Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan sudah semestinya BPJS Ketenagakjeraan dan pemerintah (Kemenaker) untuk berinovasi membuat program-program perluasan manfaat bagi peserta sehingga peserta memperoleh manfaat riil lewat program yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan.

Pelaksanaan JKK-RTW oleh BPJS Ketenagakerjaan, kata Timboel, harus didukung semua pihak. Pemerintah juga dituntut menerbitkan regulasi yang baik agar program terimplementasi sesuai harapan. Apalagi program itu sangat strategis mendukung Pasal 153 ayat (1) huruf (j) UU Ketenagakerjaan yang intinya melarang pengusaha memutus hubungan kerja buruhnya yang mengalami cacat atau sakit akibat hubungan kerja.

“Pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan” kata Timboel kepada hukumonline di Jakarta, Rabu (22/4).

Selama ini, dikatakan Timboel, pekerja yang mengalami cacat atau sakit akibat kecelakaan kerja selalu berujung pemutusan hubungan kerja (PHK). Tentu saja hal itu memberatkan masa depan pekerja yang bersangkutan. Ia mendesak pemerintah menekankan pentingnya pekerja yang cacat akibat kecelakaan kerja untuk tetap bisa bekerja kembali dengan keterbatasan yang ada.

Selain selaras UU Ketenagakerjaan, hal itu menurut Timboel sejalan dengan UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yakni perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan serta perlakuan sama kepada penyandang disabilitas dengan mempekerjakan penyandang disabilitas di perusahaannya. Tentu saja sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, tingkat pendidikan dan kemampuannya. Bahkan setiap perusahaan harus mempekerjakan minimal 1 penyandang cacat untuk setiap 100 orang pekerja.

Merujuk ketentuan itu Timboel berpendapat program JKK-RTW BPJS Ketenagakerjaan mudah diimplementasikan di tempat kerja. Masalahnya, pengusaha cenderung menolak penyandang cacat di tempat kerja dengan dalih produktivitas. Untuk itu, sosialisasi dan penegakan hukum perlu dilakukan terkait ketentuan tersebut. Selain itu pemerintah juga perlu membangun Balai Latihan Kerja khusus bagi penyandang cacat.
Tags:

Berita Terkait