Wacana Hukuman Mati Menjadi Ancaman Alternatif dalam RKUHP
Berita

Wacana Hukuman Mati Menjadi Ancaman Alternatif dalam RKUHP

Pemerintah dinilai lamban dalam menyerahkan draf RKUHP ke DPR, sehingga kerja legislasi terganggu.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Buku KUHP. Foto: SGP
Buku KUHP. Foto: SGP
Hukuman mati dalam hukuman positif masih berlaku di Indonesia. Meski menuai protes pemberlakuan hukuman mati, faktanya jenis hukuman tersebut telah berlaku sejak lama. Dalam pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), hukuman mati merupakan pidana khusus, dan diancamkan secara alternatif sebagaimana tertuang dalam draf RKUHP pertanggal 25 Februari versi pemerintah.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon geram dengan kelambanan pemerintah yang urung menyerahkan draf RKUHP. Pasalnya, DPR dijanjikan akan diberikan draf RKUHP pada Maret lalu. Sayangnya, hingga satu bulan berselang, pemerintah tak juga menyerahkan draf RKUHP.

Hal itu pula menyebabkan lambannya pembahasan RKUHP oleh DPR. Padahal, DPR khususnya Komisi III sebagai pihak yang akan melakukan pembahasan sudah menanti draf tersebut. Ia malah menuding Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly lamban dalam bekerja, khususnya penanganan draf RKUHP.

“Sampai hari ini kita belum terima drafnya, ini lamban sekali Menkumham. RKUHP itu harusnya diserahkan ke Komisi III bulan Maret. Menkumham ini harus segera diganti dia gak bisa kerja, soalnya legislasi tidak bisa kerja juga,” ujarnya kesal, di Gedung DPR, Senin (4/5)

Anggota Komisi III Arsul Sani berpandangan, pidana alternatif hukuman mati tidak dihapus. Hanya saja bersifat alternatif, dan dapat diberikan terhadap terdakwa yang dinilai melakukan tindak pidana berat. Menurutnya pengalihan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup dapat dilakukan dengan syarat tertentu.

Namun terhadap bandar narkoba misalnya, dan tetap melakukan tindak pidana mengelola bisnis haram di dalam Lembaga Pemasyarakat atau Rumah Tahanan, maka tak akan mendapat syarat alternatif menjadi hukuman seumur hidup lainnya. Lebih lanjut, dalam Pasal 10 KUHP, bahwa pidana mati merupakan pidana pokok. 

Namun tidak demikian halnya dengan yang tertuang dalam draf RKUHP. Dalam Pasal 67 RKUHP menyebutkan, “Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif”.

Menurut Arsul, jika pidana mati berdiri sendiri, maka untuk mengubah hukuman tersebut pihak terpidana mati mesti berupaya melakukan langkah hukum luar biasa hingga permintaan grasi ke presiden. Namun jika pidana alternatif, terpidana dapat tidak menjalani hukuman mati sepanjang memenuhi persyaratan tertentu.

Kendati demikian, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu meminta agar pemerintah segera menyerahkan draf RKUHP ke DPR untuk kemudian dilakukan pembahasan oleh DPR. Menurutnya, draf RKUHP dari pemerintah perlu dikaji Komisi III  secara mendalam. “Jadi jangan dibalik DPR hapuskan hukuman mati. RKUHP itu kan insiatif pemerintah, naskah akademiknya dari pemerintah dan dibahas di DPR,” ujarnya.

Anggota Komisi III Masinton Pasaribu mengatakan belum melihat bentuk draf RKUHP. Namun sepengetahuan Masinton, dalam naskah akademik bahwa hukuman mati diperlonggar dan dikeluarkan dari pidana pokok. Menurutnya, penerapan jenis hukuman mati dalam kategori alternatif dapat diberlakukan. 

“Misalnya, terpidana mati berkelakuan baik selama 10 tahun, nampakkan pertobatan bisa menjadi vonis mati jadi seumur,” ujarnya.

Kendati demikian, negara masih dapat melaksanakan hukuman mati terhadap terpidana mati. Pasalnya, hukuman mati masih konstitusional. Lebih jauh Masinton menilai pengalihan hukuman mati menjadi alternatif masih bersifat wacana. Yang pasti, kata Masinton, jika telah menerima draf RKUHP, Komisi III akan meminta masukan dari seluruh stakeholder.

“Dalam pembahasannya nanti menerima masukan masyarakat,” pungkas politisi PDIP itu.
Tags:

Berita Terkait