Perlu Ada Sanksi Tegas Bagi Pelanggan PSK
Utama

Perlu Ada Sanksi Tegas Bagi Pelanggan PSK

Bisa melalui revisi UU yang ada atau membuat aturan baru.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
FOTO: SGP
FOTO: SGP
Fenomena prostitusi bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Sejak dahulu, fenomena ini telah ada dan terus berkembang. Sejak terkuaknya keterlibatan artis berinisial AA dalam prostitusi, semakin diyakini bahwa perempuan yang menjadi pekerja seks komersial (PSK) bukan hanya dari masyarakat tidak mampu, tapi juga kalangan menengah ke atas.

Hal ini menjadi concern tersendiri bagi Senator dari Provinsi DKI Jakarta, Fahira Idris. Menurutnya, rendahnya hukuman bagi mucikari atau germo dalam KUHP menjadi fenomena ini makin banyak terjadi. Berdasarkan Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP, hukuman maksimal bagi mucikari atau germo hanya satu tahun empat bulan dan denda Rp15 ribu.

Sedangkan bagi pelanggan dan PSK itu sendiri, tidak bisa ditindak lantaran tidak ada hukum yang mengaturnya. Melihat hal ini, Fahira menilai, perlu ada ketegasan dari sisi aturan hukum. Menurutnya, ketegasan sanksi tersebut bisa diatur dalam revisi UU atau membuat aturan yang baru.

“Tidak tegasnya aturan hukum kita terkait prostitusi menjadi faktor yang sangat signifikan maraknya prostitusi terutama prostitusi online,” kata fahira dalam diskusi bertajuk “Fenomena Prostitusi Gaya Baru” di Komplek Parlemen di Jakarta, Rabu (27/5).

Sejalan dengan itu, pemerintah bersama stakeholder lain wajib menanggulangi angka kemiskinan yang selama ini menjadi alasan perempuan berprofesi PSK. Caranya, lanjut Fahira, dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan edukasi mengenai dampak dari profesi ini. Dari sisi orang tua, wajib menjaga ketahanan keluarga serta pendidikan reproduksi bagi remaja.

“Pendekatan yang komprehhensif dari kesejahteraan dan hukum yang tegas inilah yang dilakukan beberapa negara di Eropa dan terbukti berhasil menurunkan praktik prostitusi,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD itu.

Misalnya saja di Swedia. Sejak tahun 1999, Swedia telah memiliki UU Anti Prostitusi yang fokusnya menyasar hukumannya kepada para lelaki hidung belang (pengguna jasa PSK). Hukuman dalam UU tersebut tidak main-main, denda puluhan juta rupiah atau penjara maksimal enam bulan telah menanti. Selain itu, dalam UU juga terdapat hukuman tambahan yaitu rasa malu karena pelanggan PSK yang tertangkap akan dipublish ke media.

Tak tanggung-tanggung, pada tahun 2005 silam, sejumlah hakim di Swedia tertangkap basah dalam skandal prostitusi, termasuk hakim Pengadilan Tinggi. Ia percaya, cara ini dapat efektif jika diberlakukan di Indonesia. “Hasilnya hanya dalam lima tahun sejak UU ini diterapkan jumlah prostitusi di Swedia turun 40 persen,” kata Fahira.

Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Bondan Kanumoyoso,mengatakan persoalan prostitusi sudah ada sejak dulu. Bahkan, karakteristik multi etnis di DKI Jakarta turut menyumbang permasalahan yang semakin kompleks. Atas dasar itu pula, persoalan kompleks tersebut wajib ditanggulangi dengan cara-cara yang khusus pula.

“Pemerintah perlu memberikan keputusan yang jelas. Solusi melegalkan atau melarang. Tapi juga harus dipikirkan aspek ekonomi dan sosialnya,” kata Bondan.

Dosen Sosiologi FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Musni Umar,menambahkan kemiskinan dan pendidikan yang rendah memicu maraknya perempuan terjun menjadi PSK. Ditambah lagi cara berpikir untuk hidup enak tanpa ada kerja keras semakin membuat persoalan ini terus berkembang.

“Dalam ilmu sosial ada teori imitasi, orang meniru. Misalnya, ada artis yang ketahuan memberikan pelayanan prostitusi, orang lihat jadi artis enak, punya mobil bagus. Perempuan-perempuan di desa melihat itu dan ikut. Hal ini yang bahaya,” kata Musni.

Ia sepakat perlu ada sanksi tegas yang diatur pemerintah untuk menanggulangi hal ini. Sejalan dengan itu, pemerintah juga menyediakan penciptaan lapangan pekerjaan dengan memberikan keterampilan bagi masyarakat yang kurang mampu tersebut. Selain itu, pemerintah juga memberikan edukasi bahwa berprofesi sebagai PSK berdampak ke banyak hal, seperti kesehatan.
Tags:

Berita Terkait