FKHK, Forum Mahasiswa Penegak Konstitusi
Komunitas

FKHK, Forum Mahasiswa Penegak Konstitusi

Anggotanya bersifat terbuka sporadis. Biaya mengandalkan swadaya. Prinsipnya jelas: berkonstitusi dalam bernegara itu penting.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Acara deklarasi FKHK di Jakarta. Foto: ISTIMEWA
Acara deklarasi FKHK di Jakarta. Foto: ISTIMEWA
Kalau Anda punya waktu luang, cobalah sesekali melihat lembaga atau komunitas mana saja yang menggunakan forum sidang Mahkamah Konstitusi sebagai ajang menggugat Undang-Undang yang merugikan masyarakat. Jika teliti, Anda akan menemukan nama Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, disingkat FKHK, lebih dari satu kali.

Dari salinan putusan yang Anda baca, tak banyak ditemukan identitas FKHK. Kalau ingin lebih tahu detil, Anda mungkin perlu ke kampus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sentral kajian FKHK memang ada di kampus ini, walaupun kini alamat persuratan dilayangkan ke kawasan Pondok Gede Jakarta Timur.

Kebutuhanlah yang mempertautkan kedua kota itu. Awalnya, ide pembentukan FKHK digagas oleh sejumlah mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum UGM Yogyakarta. Tetapi deklarasinya justeru berlangsung di Jakarta, persisnya di aula gedung Mahkamah Konstitusi, 20 Mei 2012. Agar kedudukannya kuat, Forum Kajian ini sudah mengantongi SK Menteri Hukum dan HAM sebagai badan hukum perkumpulan.

Ketua Umum Forum ini adalah Victor Santoso Tandiasa. Ia didampingi pengurus lain yang juga alumnus FH UGM, dan sebagian besar kini lagi berkuliah di magister hukum UGM. Ada Achmad Saifuddin Firdaus selaku sekjen, Forum Kajian memiliki struktur bidang yang masing-masing dipimpin Kurniawan, Denny Rudini, Okta Heriawan, dan Bagu Segara. Meskipun nama-nama itu alumnus FH UGM, FKHK membuka ruang bagi civitas akademika lain untuk bergabung. Untuk membuka pintu lebar-lebar Forum sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul, dan Universitas Al Azhar Jakarta.

Sifat keanggotannya, kata Victor, terbuka secara sporadis. Artinya, siapapun boleh bergabung, ya mahasiswa, ya advokat, ya akademisi. Yang penting punya visi yang sama dengan FKHK. Visi perkumpulan ini adalah mewujudkan negara Indonesia sesuai prinsip negara hukum yang demokratis berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 serta menciptakan kondisi masyarakat Indonesia yang sadar hukum dan konstitusi.

Sejak didirikan, pergerakan FKHK diwujudkan dalam bentuk advokasi kebijakan negara yang dinilai bertentangan dengan hukum dan konstitusi baik dalam bentuk seminar atau forum diskusi maupun legal action di MK dan MA. Berdasarkan catatan hukumonline sejak 2013 hingga kini, FKHK beberapa kali memohon menguji sejumlah undang-undang ke Mahkamah Konstitusi.

Sebut saja, pengujian UU Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. MK menghapusPasal 57 huruf d dan Pasal 69 huruf c terkait aturan larangan (pidana) penggunaan lambang negara. Artinya, MK membebaskan penggunaan lambang negara dalam berbagai aktivitas.   Lebih fenomenal adalah penghapusan kewenangan MK mengadili sengketa pemilukada melalui uji Pasal 236 C UU No. 12 Tahun 2008tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 29 ayat (1) huruf UU No. 48 Tahun 2009tentang Kekuasaan Kehakiman.

Ketua Umum FKHK, Victor Santoso Tandiasa, menjelaskan pendirian FKHK melalui akta Notaris pada Juni 2011 didasari pola pergerakan mahasiswa selama ini cenderung stagnan atau berhenti pada tingkat aksi. Padahal, gerakan mahasiswa, khususnya mahasiswa hukum merupakan pilar utama pergerakan mahasiswa Indonesia karena Indonesia negara hukum.

Menurutnya, aksi demonstrasi mahasiswa tak selalu memiliki daya paksa dalam proses perubahan paradigma kebijakan publik, semuanya terserah pengambil kebijakan.  “Aksi demonstrasi selama ini tidak memiliki daya eksekusi, seharusnya pergerakan mahasiswa, khususnya mahasiswa hukum harus ada perubahan gerakan melalui upaya atau tindakan konstitusional, kecuali kalau sudah mentok,” kata Victor saat berbincang dengan hukumonline di gedung MK, beberapa waktu lalu.

Dia mencontohkan ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) melalui Surat Keputusan Menteri ESDM atau kebijakan pemerintah daerah yang dirasa merugikan masyarakat, hendaknya disertai upaya hukum dengan menggugat ke PTUN atau uji materi ke MA karena berimplikasi langsung bagi masyarakat. “Seharusnya pola gerakan ini bisa dilakukan mahasiswa hukum, makanya kita mendirikan FKHK ini,” tegas alumni magister hukum jurusan Tata Negara FH UGM ini.

Untuk pertama kalinya, FKHK mengajukan uji materi UU UU Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara terkait larangan (pidana) penggunaan lambang negara bagi masyarakat. Lalu, FKHK mempersoalkan kewenangan MK memutus sengketa Pemilukada dan dikabulkanseluruhnya dan Perppu Pilkada. “Kita juga pernah menguji TAP MPR, tetapi tidak diterima karena MK tidak berwenang. Kita tetap memandang harus ada lembaga yang bisa mengujinya karena TAP MPR masuk hierarki peraturan perundang-undangan,” dalihnya.

Kini, FKHK bersama Gerakan Mahasiwa Hukum Jakarta (GMHJ) tengah mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 32 ayat (2) UU KPK terkait pemberhentian pimpinan KPK yang terlibat kejahatan dan Pasal 319 KUHPterkait penghinaanterhadap pejabat negara itu. Kedua uji materi ini sudah memasuki pemeriksaan keterangan ahli. “Bersama pemohon lain, kita juga tengah mengujiPerpres No. 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Kepresidenan,” ujar alumni Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (Ismahi) ini.

Satu hal terpenting bagi FKHK, begitu pentingnya berkonstitusi dalam bernegara. Sebab, faktanya penyelenggara atau pejabat negara kerap “gagap” berkonstitusi yang berakibat kebijakan atau keputusan produk hukum cenderung bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya. “Dalam berbagai kesempatan, seperti seminar atau diskusi, kita sosialisasikan bagaimana pentingnya berkonstitusi dalam bernegara,” pesan Ketua Umum FKHK periode 2012-2017 ini.
Tags: