Anggota Dewan Kritik Kebijakan Penghapusan PPnBM
Berita

Anggota Dewan Kritik Kebijakan Penghapusan PPnBM

Kebijakan tesebut dinilai telah menciderai rasa keadilan masyarakat.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengeluarkan kebijakan berupa penghapusan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam, menilai kebijakan itu tidak masuk akal karena akan mengurangi pendapatan negara.

Sebelumnya, pemerintah selalu berkomitmen menggenjot pendapatan negara dari sektor pajak. Namun belakangan justru sebaliknya, semangat pemerintah malah terlihat kendur. Kebijakan penghapusan PPnBM dinilai menciderai semangat penguatan pendapatan negara dari sektor pajak yang kian merosot.

“Kebijakan tersebut telah menciderai rasa keadilan masyarakat, khususnya wong cilik yang sudah berkorban menanggung beban kenaikan harga barang akibat dicabutnya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM),” kata Ecky.

Menurut Ecky, keputusan pemerintah membebaskan pajak barang mewah sangat tidak masuk akal. “Kebijakan ini secara ekonomi kecil benefit-nya dan social cost-nya besar,” ujarnya.

Ecky berpendapat beberapa jenis konsumsi yang motifnya bukanlah kebutuhan rill. Namun motifnya lebih disebabkan hasrat pengakuan akan status sosial, setidaknya kata Ecky menginginkan mendapatkan pujian. Terhadap mereka yang memiliki uang dinilai akan memburu barang mewah, terlepas harganya selangit.

Dengan begitu, tujuan pemerintah yang menginginkan menggerakan konsumsi dengan membebaskan barang mewah adalah amatlah kontraproduktif. “Harga berapapun akan mereka kejar. Malahan bisa jadi mereka menghindari barang-barang yang harganya lebih murah karena tidak bergengsi,” katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menyarankan pemerintah semestinya pajak yang dibebaskan bukanlah barang mewah. Tetapi barang kebutuhan rumah tangga menengah ke bawah. Keinginan pemerintah menggairahkan konsumsi semestinya bukan melepas pajak barang mewah. Tentu saja kebijakan pemerintah bertentangan dengan komitmen Presiden Jokowi yang menginginkan peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak.

“Saya setuju jika yang pajaknya dihapus adalah barang yang imbasnya bisa menggerakan produksi dalam negeri seperti televisi atau alat-alat elektronik kebutuhan rumah tangga,” kata Ecky.

Lebih jauh, Ecky menegaskan hal mendasar adalah tujuan pajak yakni mendistribusikan hasil pendapatan negara yang dengan mekanisme pihak kaya membantu yang miskin. Dengan begitu, bakal tercipta pemerataan dan tercipta keadilan sosial.

“Sekarang malah sebaliknya, yang miskin subsidinya dicabut dan yang kaya pajaknya dibebaskan. Padahal salah satu janji pemerintah adalah menurunkan gini ratio (indeks ketimpangan–red). Nah, sekarang bagaimana ceritanya ini?,” katanya.

Pekan lalu, Menteri Keuangan menetapkan kebijakan menghapus pajak beberapa jenis barang mewah. Pemerintah beralasan kebijakan tersebut dapat meningkatkan kepatuhan pembiayaan pajak dan konsumsi dalam negeri, sebab selama ini mereka memilih berbelanja di luar negeri karena lebih murah dan tidak kena pajak.

“Mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. PMK (Peraturan Menteri Keuangan) sudah ada. Tinggal proses di Kemenkumham. Kemungkinan minggu depan selesai,” kata Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (11/6).

Tapi sayangnya, Bambang tidak merinci jenis barang yang dibebaskan dari PPnBM itu. Namun ia menyebut sejumlah alat elektronik seperti seperti kulkas, water heater, AC, TV, kamera, kompor, dishwasher, dryer, microwave. Selain itu, juga alat-alat olah raga seperti alat-alat pancing, golf, selam dan surfing.

Alat-alat musik seperti piano dan alat musik elektrik, branded goods yakni, wewangian, saddlery and harness, tas, pakaian, arloji. Serta peralatan rumah dan kantor, seperti permadani, kaca kristal, kursi, kasur lampu, porselen dan ubin.

Menurut Bambang, salah satu alasan penghapusan PPnBM itu adalah cepatnya status barang tersebut menjadi tidak mewah karena sudah dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. “Misal televisi. Kita lihat perkembangan yang cepat, saat ini sulit untuk bilang bahwa televisi adalah barang mewah, karena sudah jadi barang umum dan kebutuhan,” katanya.

Ia juga mengemukakan, bahwa barang-barang tersebut di atas masuk ke dalam kategori penghapusan PPnBM karena biaya pengawasan agar pajaknya tetap dibayarkan lebih tinggi dari angka pajak yang diterima. “Biaya mengawasi lebih tinggi dari penerimaan maka kita hapuskan,” ujarnya.

Dengan penghapusan PPnBM atas sejumlah barang itu, pemerintah berharap dapat mengurangi kecenderungan masyarakat membeli barang-barang tersebut di luar negeri. “Misal tas perempuan, kan kadang ibu-ibu lebih suka beli di Singapura karena lebih murah. Kalau hilang PPnBM bisa harga tasnya sama dengan di luar negeri,” pungkas Bambang.
Tags:

Berita Terkait