Kedua pemohon merupakan nasabah AAA Sekuritas, yang memiliki tagihan kepada perusahaan tersebut sebesar Rp24 miliar. Tagihan itu berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh keduanya dan AAA Sekuritas untuk melakukan transaksi Repurchasement Agreement (Repo).
Transaksi repo merupakan transaksi jual surat berharga (efek) dengan janji dibeli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Sedangkan transaksi reverse repo adalah kebalikan dari transaksi repo, yaitu transaksi beli surat berharga (efek) dengan janji dijual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Berdasarkan salinan berkas putusan yang diterima hukumonline, hakim menilai apa yang menjadi kewajiban para pemohon dalam transaksi repo itu telah dipenuhi dengan menyetorkan dana sejumlah Rp24 miliar untuk membeli saham-saham sebagaimana yang tertuang dalam Repo Confirmation.
Akan tetapi, hingga tanggal jatuh tempo pengembalian, AAA Sekuritas belum melaksanakan kewajibannya untuk menyelesaikan atau mengembalikan dana-dana para pemohon. Adapun tanggal jatuh tempo Repo Confirmation pada Desember 2014.
Majelis hakim yang diketuai Tito Suhud menilai, permohonan pailit itu telah memenuhi syarat seperti diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 8 ayat 4 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pasal tersebut menyatakan, para pemohon pailit telah terbukti secara sederhana, telah jatuh waktu dan dapat ditagih dan terbukti pula termohon pailit mempunyai kreditur lebih dari satu.
“Sehingga permohonan ini telah memenuhi syarat untuk dikabulkan dan oleh karenanya mengabulkan permohonan pailit para pemohon untuk seluruhnya,” kata Tito dalam berkas putusan tanggal 29 Juni 2015.
Dalam putusannya, majelis hakim menunjuk Syaiful Arif, hakim niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, sebagai hakim pengawas dalam proses kepailitan perusahaan. Hakim juga menunjuk Darwin Marpaung sebagai kurator dalam kepailitan termohon pailit.
Sekadar catatan, kasus pailit ini cukup menyita perhatian karena permohonan pailit ini diajukan oleh nasabah, bukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Padahal, Pasal 2 ayat 4 UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan, dalam hal debitur adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh badan pengawas pasar modal.
Di Indonesia, OJK merupakan otoritas pengawas pasar modal menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Lantas di mana peran OJK dalam hal ini? Dikhawatirkan semua perusahaan yang berbasis perbankan dapat dipailitkan oleh nasabahnya sendiri.
Hal menarik lain dalam kasus ini adalah tidak adanya upaya hukum dari AAA Sekuritas seperti kasasi atau Peninjauan Kembali (PK) atas putusan hakim. Hal ini menimbulkan pertanyaan mungkinkah kepailitan ini disengaja?
Temuan OJK
Sekadar informasi, sebelum diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, AAA Sekuritas, kerap tersandung masalah. Pada 20 Januari 2015, OJK menemukan adanya masalah atau pelanggaran praktik transaksi repo pada AAA Sekuritas dengan dua bank, yakni PT Bank BPD Maluku dan PT Bank Antar Daerah.
Masalah transaksi repo ini ditemukan dalam pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh OJK sepanjang tahun 2014 yang dilakukan oleh Pengawas Perbankan OJK atas BPD Maluku dan Bank Antar Daerah (ANDA). Ditemukan transaksi reverse Repo surat berharga senilai Rp262 miliar di BPD Maluku dan pembelian serta reverse Repo surat berharga senilai Rp146 miliar dan USD1.250.000 di Bank ANDA.
Adapun, kedua transaksi reverse repo tersebut dilakukan masing-masing bank dengan AAA Sekuritas tanpa didasari dengan underlying transaction yang telah diperjanjikan. Seharusnya, AAA Securities menempatkan surat berharga yang ditransaksikan dimaksud pada sub account masing-masing bank pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Namun, hal tersebut tidak dilaksanakan oleh AAA Sekuritas sebagaimana mestinya. Atas hasil temuan tersebut, OJK mengambil beberapa langkah di bidang pengawas perbankan, antara lain bertanggung jawab atas kerugian kedua bank akibat dari transaksi dimaksud.
Kemudian, OJK meminta PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menghentikan sementara kegiatan usaha AAA Sekuritas sebagai perantara pedagang efek terhitung sejak 3 Desember 2014 karena tidak dapat memenuhi persyaratan nilai minimum modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) akibat dari transaksi repo tersebut. Terhitung sejak 4 Desember 2014 rekening efek milik AAA Sekuritas juga sudah dibekukan, kecuali dalam rangka penyelesaian transaksi bursa.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan, OJK bekerja sama dengan Bareskrim Polri terkait dengan proses pemeriksaan Direktur Utama AAA Sekuritas, Theodoris Andri Rukminto yang dilaporkan BPD Maluku ke Bareskrim Polri atas kasus Repo.
Menindaklanjuti kasus ini, OJK telah menerbitkan aturan yaitu Peraturan OJK No.9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement Bagi Lembaga Jasa Keuangan (POJK Transaksi Repo). Salah satu tujuan penerbitan aturan ini untuk memberikan kepastian hukum bagi lembaga jasa keuangan yang melakukan transaksi Repo.