ICW: Tren Vonis Perkara Korupsi Alami Kemunduran
Berita

ICW: Tren Vonis Perkara Korupsi Alami Kemunduran

Ringannya putusan hakim karena rendahnya tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum terhadap terdakwa kasus korupsi.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
ICW. Foto: RES
ICW. Foto: RES
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, selama semester pertama 2015 rata-rata hakim menjatuhkan vonis kepada pidana korupsi hanya dua tahun satu bulan penjara. Dalam periode itu, ICW memantau sebanyak 193 perkara korupsi dengan 230 terdakwa perkara yang telah diperiksa dan diadili pengadilan, baik di tingkat pertama di Tipikor, banding di Pengadilan Tinggi maupun kasasi serta peninjauan kembali di MA.

“Selama semester pertama tahun ini hakim memvonis rata-rata hanya selama 25 bulan atau dua tahun satu bulan,” kata Anggota Divisi Hukum dan Montoring Peradilan ICW, Ardila Caesar, Selasa (18/8).

Ardila mengatakan, pada semester pertama tahun 2014, rata-rata vonis untuk pelaku korupsi sekitar dua tahun sembilan bulan. Hal ini menunjukan bahwa pada 2015, hukuman pidana koruptor semakin ringan dibandingkan tahun lalu. Menurutnya, hukuman ringan yang diberikan kepada pidana korupsi belum memberikan efek jera bagi koruptor.

Pada semester pertama 2015, lanjut Ardila, sebanyak 163 terdakwa dihukum dalam rentang satu hingga empat tahun dan masuk dalam katagori ringan, sebanyak 12 terdakwa divonis sedang dengan hukuman sekitar empat hingga 10 tahun penjara dan hanya tiga terdakwa yang divonis berat oleh hakim tipikor dengan hukuman di atas 10 tahun.

Tidak hanya itu, terdakwa yang diputus bebas pada tahun ini juga meningkat di mana 35 terdakwa diputus bebas oleh pengadilan tipikor tingkat pertama, sedangkan tiga terdakwa diputus bebas oleh MA, padahal dibandingkan dengan semester yang sama pada tahun 2014, hanya 20 terdakwa perkara korupsi yang divonis bebas.

Anggota ICW lainnya Emerson Yuntho menilai, ringannya putusan hakim karena rendahnya tuntutan yang diajukan oleh penuntut umum terhadap terdakwa kasus korupsi. Dalam catatan ICW, pada tahun ini rata-rata tuntutan yang diajukan jaksa selaku penuntut umum adalah tiga tahun enam bulan. Bila dikaitkan dengan kategori hukuman, maka rata-rata tuntutan masuk ke dalam katagori ringan.

“Artinya sejak awal jaksa yang melakukan proses penuntutan sudah meminta kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman yang ringan bagi terdakwa kasus korupsi,” kata Emerson.

Dia juga mengatakan hakim juga cenderung memberikan vonis 2/3 dari tuntutan yang dituntut oleh penuntut umum. Ringannya vonis tersebut juga disebabkan belum adanya panduan penuntutan dan pedoman pemidanaan sehingga putusan hakim sangat subjektifitas.

Emerson menambahkan, tindak pidana korupsi paling banyak dilakukan oleh pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintah daerah, terutama dalam hal pengadaan barang dan jasa. Pada semester pertama 2015, sebanyak 104 terdakwa berasal dari kategori pegawai daerah, 9 terdakwa dari kategori anggota DPR, 75 terdakwa berasal dari pegawai swasta, dan 1 terdakwa berasal dari profesi Jaksa.

Menurutnya, temuan ICW ini tidak berbeda jauh dengan temuan semester pertama tahun 2014, di mana terdapat 101 terdakwa dengan kategori pejabat daerah, 51 terdakwa dari swasta, dan 12 terdakwa berasal dari anggota DPR/DPRD. Dia menduga tindak pidana korupsi yang dilakukan pejabat daerah paling banyak terjadi di daerah yang minim sumber daya alam (SDA)-nya.

“Dengan kurangnya SDA, rencana pengadaan barang dan jasa pasti dilakukan dan hampir di tiap daerah ada pejabat yang korupsi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait