Kemenkumham Bakal Bangun Sistem Pemberian Remisi Via Online
Berita

Kemenkumham Bakal Bangun Sistem Pemberian Remisi Via Online

Agar berjalan transparan, warga binaan dapat memantau perjalanan pengajuan remisi via online.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Kemenkumham Bakal Bangun Sistem Pemberian Remisi Via Online
Hukumonline
Pemberian remisi terhadap narapidana belakangan menjadi sorotan. Mekanisme pemberian remisi yang terkesan tertutup menjadi perhatian Menkumham Yasonna H Laoly. Dalam rangka menciptakan transparansi pemberian remisi terhadap narapidana, Kemenkumham berencana membangun sistem pemberian remisi melalui mekansime online.

“Terkait pemberian remisi memang itu concern saya. Dalam rangka itu kami sudah komitmmen membuat pemberian remisi sistem online,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III, Selasa (7/4) malam.

Sepanjang praktik pemberian remisi acapkali dituding adanya kongkalikong. Bahkan, standar ukuran ‘berkelakuan baik’ dinilai tidak jelas. Atas dasar itulah, nararapidana pemohon remisi dapat memantau secara online, tentunya dengan berbagai persyaratan yang sudah dipenuhi oleh narapidana.

Yasonna memberikan gambaran, jika seorang warga binaan mengajukan permohonan remisi dapat melalui akses di situs yang sudah disediakan nantinya. Kemudian, kata Yasonna, berbagai persyaratan yang diajukan mesti dipenuhi. Nah, setelah mengisi sejumlah persyaratan, warga binaan dapat memantau perjalanan permohonan pengajuan remisi tersebut melalui sistem online.

“Semua persyaratan sudah diajukan, sudah sampai mana, itu bisa dipantau,” katanya.

Mantan anggota DPR periode 2009-2014 itu berpandangan sistem tersebut sedang diupayakan pembangunannya. Terkait dengan rencana  merevisi PP No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakat, Yasonna memberikan penjelasan.

Menurutnya, setiap setiap institusi penegakan hukum memiliki kewenangannya. Mulai kepolisian dengan penyidikannya, jaksa dengan penuntutannya, dan hakim dengan vonis hukumannya. Sedangkan Kemenkumham berwenang mengelola warga binaan, termasuk pemberian remisi. Ia berpandangan pembeian remisi menjadi hak setiap terpidana.

Jika ingin memperberat dan memberikan perlakuan khusus terhadap terpidana pelaku kejahatan luar biasa, maka berada di ranah penuntutan dan pengadilan. Semestinya, jaksa memberikan tuntutan hukuman berat terhadap koruptor misalnya. Dengan begitu, hakim akan memberikan pertimbangan hukum untuk kemudian memberikan hukuman setimpal dengan bukti di persidangan.

“Kalau mau menghukum berat yang di mulai di jaksa untuk menuntut berat, kemudian hakim menghukum. Jangan diserahkan ke saya pas dihukum ringan. Kalau jaksa pintu masuk untuk menghukum seberat-beratnya. Jadi kita mau meletakan sistemnya. Kita mau kasih remisi sedikit, saya dimaki-maki,” ujarnya.

Prinsipnya, kata Yasonna, ia mengamini agar koruptor diganjar hukuman berat. Oleh sebab itu perlunya mekanisme yang jelas. Misalnya kata Yasonna, koruptor mendapat remisi setelah menjalani hukuman dua tahun. Kendati begitu, perlunya merevisi PP 99/2012 dengan seluruh stakeholder.

“Jangan anggap kita mau bagi-bagi dan obral remisi. Tetap ada tim yang minta masukan misalnya ke KPK untuk mengetahui kejahatan narapidana, juga ke polisi. Kemudian ada psikolog unutk dimintakan masukan terkait narapidana yang akan diberi remisi. Jadi kita lakukan ketat, baru masuk ke remisi online, supaya tidak ada dusta di antara kita,” katanya.

Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman berpandangan, remisi menjadi kewenangan pemerintah. Namun pemberatan hukuman mesti berada di tingkat penuntutan dan hakim pengadilan. Remisi memang tetap menjadi hak warga binaan. Kendati begitu, Benny menyindir Yasonna.

“Presiden Jokowi mengatakan remisi untuk koruptor tidak boleh diberikan. Kalau presiden sikap seperti itu, mestinya Menkumham punya sikap yang sama. Tolong Pak Menkumham sampaikan ke presiden harus melaksanakan UU, bukan melaksanakan keinginannya,” pungkas politisi Partai Demokrat itu.
Tags:

Berita Terkait