Ini Alasan Buruh Minta UU PPHI Dirombak Total
Berita

Ini Alasan Buruh Minta UU PPHI Dirombak Total

Perlu dibentuk lembaga baru menggantikan pengadilan hubungan industrial (PHI) yang tidak bersifat yudikatif lagi.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
PHI Jakarta. Foto : SGP
PHI Jakarta. Foto : SGP

Serikat pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat PekerjaIndonesia (KSPI) menuntut UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dirombak total. Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan revisi UU PPHI masuk prolegnas prioritas 2015. Ia berharap dalam membahas revisi itu Komisi IX DPR memperhatikan

kepentingan-kepentingan buruh. Bagi buruh lembaga yang mengurusi masalah perburuhan itu jadi alat terakhir buruh dalam mencari keadilan.

Iqbal mengusulkan, agar PHI diubah statusnya dari lembaga yang sifatnyayudikatif menjadi lembaga lain yang khusus menangani masalah hubungan industrial. Bisa saja lembaga baru itu sifatnya eksekutif seperti panitia penyelesaian perselisihan perburuhan daerah (P4D) dan pusat (P4P), tapi putusannya tidak bisa menjadi obyek gugatan di pengadilan tata usaha negara (PTUN).

Namun jika lembaga itu tetap dipertahankan sifatnya yang yudikatifmaka Iqbal menyebut lembaga itu tidak boleh berada di bawah naungan pengadilan umum. Tapi berdiri sendiri sehingga bisa menggunakan hukum acara khusus, tidak merujuk pada perdata.

“Revisi UU PPHI harus mampu mewujudkan proses penyelesaian masalah hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah. Termasuk bagaimana agar putusan dapat dieksekusi dengan mudah,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu(30/9).

Pada lembaga baru itu Iqbal menyebut susunan majelis atau panitia yangmemproses perkara terdiri dari perwakilan unsur tripartit yakni buruh, pengusaha dan pemerintah. Tapi perwakilan pemerintah berasal dari kalangan akademisi yang pakar hukum perburuhan. Para majelis itu wajib diupah dengan besaran nominal yang layak guna mencegah korupsi.

Tidak seperti hakim PHI yang pasif, Iqbal mengusulkan, majelis padalembaga baru itu nanti aktif dan bisa menggelar sidang di tempat kerja atau perusahaan yang bersangkutan. Selain itu harus ada sanksi yang dikenakan bagi pihak yang tidak melaksanakan putusan. Sanksi itu bisa berupa penghentian mendapat pelayanan publik tertentu, seperti pencabutan izin usaha.

Tags:

Berita Terkait