Masih Ada Penolakan Terhadap RPP Pengupahan
Berita

Masih Ada Penolakan Terhadap RPP Pengupahan

Ingin tetap ada sanksi pidana jika pengusaha tak bayar THR.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Masih Ada Penolakan Terhadap RPP Pengupahan
Hukumonline
Proses pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan, masih saja ada suara penolakan dari buruh dan aktivis advokasi perburuhan. Mereka menolak pengesahan RPP itu jika isinya masih potensial merugikan buruh.

Salah satu yang disasar adalah sanksi pidana. Pengacara publik LBH Jakarta, Wirdan Fauzi, mengecam penghilangan sanksi pidana dalam RPP. Ketentuan lama, PP No. 8 Tahun 1981tentang Perlindungan Upah, memang memuat sanksi pidana.

Berdasarkan catatan hukumonline,  UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sanksi pidana hanya bisa diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah. Kemungkinan besar, penyusun RPP Pengupahan merujuk pada ketentuan ini.

Dalam RPP, sanksi bagi pemberi kerja yang tidak membayar THR, melanggar perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama hanya sanksi administratif berupa teguran tertulis dan tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Wirdan berpendapat frasa 'tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu' sangat abstrak dan memunculkan potensi kolusi antara pemberi kerja dan pemerintah (Dinas Tenaga Krja). Ia menyebutkan sanksi administrasi yang dikenal dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bisa sampai pencabutan izin usaha.

Ia juga menilai RPP Pengupahan menghapus hak buruh untuk menjalankan kegiatan serikat buruh di waktu kerja. Wirdan menekankan ketentuan itu secara jelas diatur dalam UU No. 21 Tahun 2000tentang Serikat Pekerja/Buruh, tidak ada kewajiban bagi buruh meminta izin kepada pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan serikat buruh. Kemudian RPP Pengupahan mengatur peninjauan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) 5 tahun sekali. Mestinya, evaluasi KHL itu dilakukan setahun sekali karena setiap tahun ada penetapan upah minimum.

“Mengacu sejumlah aturan dalam RPP itu sangat jelas terlihat RPP pengupahan semakin menyengsarakan kehidupan buruh dan keluarganya sebab menghilangkan kepastian dalam jaminan pemenuhan upah layak bagi buruh,” kata Wirdan dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (13/10).

Oleh karena itu Wirdan menilai sangat layak jika buruh menolak RPP Pengupahan. Jika nanti pemerintah bersikukuh mengesahkan RPP Pengupahan pihaknya bakal menempuh upaya hukum, salah satunya mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.

Sekretaris Nasional Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Sultoni, juga menyuarakan penolakan. Menurutnya itu salah satu instrumen yang digunakan untuk melegitimasi dan melanggengkan politik upah murah.

Sebelumnya, Presiden KSPI, Said Iqbal, menolak keras rencana pemerintah yang akan menerbitkan RPP Pengupahan. Ia menyatakan telah menyampaikan tuntutan itu kepada Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, di kantor Kemenaker di Jakarta, Senin (12/10).

Iqbal mengatakan RPP Pengupahan akan diterbitkan tanpa melibatkan buruh. Mestinya sebelum menerbitkan regulasi terkait ketenagakerjaan, pemerintah perlu mengajak pihak terkait untuk berdiskusi, diantaranya buruh. “Keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha terlalu kebablasan,” ujarnya.

Iqbal mengatakan harus ditentukan formulasi yang tepat untuk menaikan upah minimum. Jika formulasi penghitungan upah minimum versi pemerintah dimasukan dalam RPP Pengupahan dikhawatirkan proses perundingan kenaikan upah minimum sebagaimana yang dilakukan selama ini setiap tahun tidak berlaku lagi. Sebab, formula itu akan digunakan untuk mengganti mekanisme perundingan dalam menetapkan kenaikan upah minimum. Ia mencatat formula yang akan digunakan pemerintah yakni inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Iqbal menilai RPP Pengupahan tidak menjawab persoalan yang dihadapi buruh. Padahal, buruh mengharapkan ada perbaikan dan peningkatan upah di tengah besaran upah minimum di Indonesia yang tergolong rendah daripada negara tetangga yang rata-rata upah minimumnya Rp4 jutaan. "Tuntutan buruh agar Komponen KHL di revisi dari 60 item menjadi 84 item tidak pernah diakomodasi pemerintah termasuk perbaikan kualitas komponen KHL,” katanya.

Walau begitu Iqbal paham perlambatan ekonomi dan pelemahan nilai tukar rupiah berdampak pada pengusaha dan buruh serta pemerintah. Namun yang penting untuk diingat pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif lebih tinggi dari negara lain. KSPI juga mendukung rencana pemerintah memberi inisiatif, proteksi dan berbagai bentuk kelonggaran bagi dunia usaha.

Namun, jika pemerintah tetap memaksakan kehendaknya menerbitkan RPP Pengupahan maka KSPI bersama elemen buruh lainnya akan menggelar demonstrasi massal.
Tags:

Berita Terkait