RPP Pengupahan Demi Kepastian Kenaikan Upah
Berita

RPP Pengupahan Demi Kepastian Kenaikan Upah

Perusahaan wajib membentuk struktur dan skala upah.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Menaker Hanif Dhakiri (baju putih). Foto: RES
Menaker Hanif Dhakiri (baju putih). Foto: RES
Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan RPP Pengupahan sudah masuk tahap finalisasi. Regulasi itu akan mengatur banyak hal seperti formula penghitungan kenaikan upah minimum dan mewajibkan pemberi kerja membentuk struktur dan skala upah.

“Pembahasan RPP Pengupahan ini tujuannya memberi kepastian. Kepastian mengenai kenaikan upah tiap tahun dan kepastian besaran kenaikan upah tiap tahun,” kata Hanif di Jakarta, Kamis (08/10).

Hanif menyebut pemerintah akan berupaya membuat formula penghitungan upah minimum secara sederhana sehingga mudah dipahami seluruh pemangku kepentingan. Formula itu digunakan agar upah minimum yang ditetapkan mampu mempertahankan daya beli buruh, agar selaras dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Hanif yakin upah minimum yang ditetapkan dengan formula itu dalam jangka pendek bisa menjadi terobosan di tengah situasi ekonomi saat ini. Dalam jangka panjang akan berkontribusi membangun iklim hubungan industrial yang sehat dan produktif.

Selama ini upah minimum dianggap sebagai upah utama, padahal itu merupakan jaring pengaman (safety net). Akibatnya, terjadi ketidakadilan bagi pekerja yang berkeluarga, masa kerja di atas satu tahun dan memiliki kompetensi atau pendidikan yang baik.

Selaras itu Hanif menyebut struktur dan skala upah wajib dibentuk serta diterapkan di setiap perusahaan. Selain dapat menjamin kepastian upah, struktur dan skala upah diharapkan dapat memotivasi pekerja untuk meningkatkan produktivitas.

"Penerapan struktur dan skala upah di perusahan akan menciptakan keadilan internal dan eksternal di perusahan. Dengan adanya keadilan internal, maka sesama pekerja tidak merasa terdapat perbedaan (diskriminasi) upah, mengingat tingkat upah yang mereka terima telah ditetapkan berdasarkan bobot jabatan (nilai pekerjaan) yang diperoleh melalui evaluasi jabatan," papar Hanif.

RPP Pengupahan juga mengatur kebiasaan-kebiasaan terkait pengupahan yang selama ini berjalan baik di perusahaan seperti tunjangan hari raya (THR), uang servis dan pendapatan non upah. Selain itu Dewan Pengupahan tingkat daerah sampai nasional berperan strategis meningkatkan daya saing upah dan usaha.

“Dengan demikian, merupakan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Dewan Pengupahan Daerah guna mendukung dan mendorong perusahaan untuk menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah di perusahaan,“ kata Hanif.

Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan tingkat kesejahteraan buruh masih rendah karena upah yang diterima rata-rata Rp2,5 juta per bulan. Besaran upah itu dirasa belum mencerminkan kebutuhan riil buruh lajang ataupun keluarga. Sehingga besaran upah selama ini tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup buruh dan jauh dari layak.

Rieke menyebut terjadi defisit antara upah yang diterima buruh dengan kebutuhan riil. Yakni defisit 13 persen untuk buruh lajang, 43,5 persen buruh berkeluarga, 89 persen buruh berkeluarga dengan anak 1 dan 133 persen buruh berkeluarga dengan anak 2.

Politisi PDIP itu menghitung kebutuhan riil komponen hidup layak (KHL) rata-rata Rp2,8 juta untuk buruh lajang, Rp3,6 juta buruh berkeluarga, Rp4,8 juta buruh berkeluarga anak 1 dan Rp5,9 juta buruh berkeluarga anak 2.

Rieke menekankan 60 KHL sebagaimana ditetapkan pemerintah tidak sesuai lagi dengan kondisi riil. Jumlah item KHL itu harus direvisi dengan menambah sedikitnya 23 item baru yang merupakan kebutuhan nyata untuk pekerja lajang dan berkeluarga seperti air minum, susu anak, pendidikan anak, sosial, komunikasi dan perumahan.

Untuk itu Rieke mengusulkan agar formula penghitungan upah layak nasional berbasiskan kebutuhan hidup riil untuk buruh lajang dan berkeluarga. Formula yang layak digunakan yaitu KHL (riil) x {PDRB (nilai tambah produksi barang dan jasa dalam satu kurun waktu tertentu pada wilayah tersebut )+ Inflasi (kenaikan harga-harga pada wilayah tersebut ) + Indeks Resiko (daya beli yang turun akibat kebijakan ekonomi)}.

Jika menggunakan formula itu Rieke mengatakan upah minimum 2016 buruh lajang di tujuh wilayah industri seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kepulauan Riau rata-rata 33 persen atau Rp3,3 juta. Untuk buruh yang berkeluarga 4,2 juta, berkeluarga anak 1 Rp5,5 juta dan berkeluarga anak 2 Rp6,9 juta.

Rieke menolak RPP Pengupahan yang tujuannya memberikan upah murah kepada buruh. Terkait itu sejumlah regulasi perlu direvisi seperti Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Tahapan Pencapaian KHL, Permenakertrans No. 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum dan Kepmenakertrans No. 49 Tahun 2004 tentang Struktur Skala Upah. “Kami menolak RPP Pengupahan yang berwatak upah murah dan mendesak perbaikan regulasi pengupahan,” kata Rieke.

Untuk mewujudkan sistem pengupahan yang adil dan layak, Rieke menyebut pemerintah perlu melakukan sejumlah hal. Diantaranya peninjauan komponen bagi buruh lajang dan berkeluarga dengan berbasiskan kebutuhan riil yang wajar dan layak. Perbaikan metodologi survei yang lebih valid dan komprehensif sehingga tidak sekedar survei di pasar tradisional tapi juga pedagang di komunitas buruh dan kontrakan buruh.

Parameter formula penghitungan upah minimum yang rumusnya lebih baku dan realistis mengacu pada formulasi upah layak nasional. Sistem struktur dan skala upah yang proporsional berdasarkan kebutuhan keluarga, masa kerja, kinerja dan jabatan. Penetapan upah minimum sektoral berbasis nasional terhadap sektor-sektor unggulan tertentu.

Ia juga meminta untuk memperkuat industrialisasi nasional,  menurunkan harga-harga termasuk BBM, dan mendesak pemerintah fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, perumahan, transportasi dan kesehatan. “Mendesak pembentukan UU Sistem Pengupahan dan Perlindungan Upah,” pungkas Rieke.
Tags:

Berita Terkait