Risiko Investasi dalam Skema KPBU
Berita

Risiko Investasi dalam Skema KPBU

Ada enam risiko yang harus diperhatikan investor dalam KPBU.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Roro Widi Astuti dalam diskusi hukumonline. Foto: RES
Roro Widi Astuti dalam diskusi hukumonline. Foto: RES
Pemerintahan Presiden Joko Widodo tengah gencar menarik minat investasi masuk ke Indonesia. Selain untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang kian melambat, program menarik investor sejalan dengan rencana pemerintah memperbaiki infrastruktur.

Partner pada Hermawan Juniarto Law Firm, Roro Widi Astuti, mengatakan, dari sisi peraturan setidaknya ada empat yang harus diperhatikan oleh investor jika ingin membangun infrastruktur sektor transportasi di Indonesia. Pertama, investor harus memperhatikan peraturan sektoral. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah ada pembatasan atau tidak terkait investasi termasuk identifikasi izin-izin.

Kedua, mempelajari sisi kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Investor harus memahami mekanisme KPBU seperti mekanisme lelang, dan apa saja hal yang harus dipersiapkan oleh investor termasuk identifikasi kebutuhan penjaminan dan kebutuhan dukungan pemerintah. “Ini harus dipelajari dan dipahami karena pembangunan infrastruktur di Indonesia selama ini rata-rata pengadaanya lewat KPBU,” kata Roro dalam Workshop Legal Aspects Related to Port, Railway, and Toll Road Projects yang diadakan hukumonline, Selasa (27/10).

Ketiga, melakukan identifikasi peraturan di sektor lainnya seperti peraturan investasi dan pembatasan yang mungkin diatur dalam Daftar Negatif Investasi (DNI). Dan keempat, harus memperhatikan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah.

Investasi hampir selalu diikuti risiko yang harus dihadapi investor. Roro mengingatkan, sebelum memutuskan untuk berinvestasi di sektor infrastruktur transportasi, investor sebaiknya mempertimbangkan faktor risikonya, terutama dari segi politik, operasi, dan finansial.

Risiko dari sisi politik, misalnya adanya perubahan kepala daerah. Pergantian kepala daerah sangat mungkin berimbas pada perubahan keputusan yang sudah disepakati oleh kepala daerah sebelumnya. Dari sisi operasi, investor harus mengkaji apakah pembangunan infrastruktur tersebut dapat mengangkut banyak penumpang, sedangkan dari sisi finansial terkait pembiayaan proyek.

Jamal Rizki, Partner pada Hermawan Juniarto Law Firm menambahkan skema pembangunan infrastruktur KPBU memiliki enam risiko. Enam risiko tersebut membagi faktor risiko antara pemerintah dan badan usaha.

Pertama, risiko politik seperti perubahan peraturan perundang-undangan dan perubahan dalam ketentuan perpajakan. Risiko terhadap proyek adalah adanya perubahan kebijakan yang mempengaruhi pelaksanaan proyek KPBU. Alokasi risiko pada tahap ini ada pada pemerintah.

Kedua, risiko lokasi seperti pengadaan tanah dan akses menuju lokasi. Dalam hal ini, penyediaan akses menuju lokasi memperhatikan beban yang  harus ditanggung pemerintah dalam menyediakan akses. Alokasi risiko ini juga berada pada pemerintah.

Ketiga, risiko konstruksi seperti cost overrun dan tenaga kerja dan material. Alokasi risiko ini berada pada badan usaha. Badan usaha merupakan pihak yang akan merekrut kontraktor, sehingga badan usaha dianggap telah memahami pekerjaan yang akan dilakukan.
Keempat, risiko keadaan memaksa seperti karena cuaca atau karena kondisi politik. Risiko ini ditanggung oleh kedua belah pihhak, baik pemerintah maupun badan usaha dengan memperhatikan sebab dari keadaan memaksa. Kelima, risiko operasi dan pemeliharaan seperti biaya operasi dan pemeliharaan serta risiko permintaan  tidak sesuai dengan antisipasi. Alokasi risiko ini berada pada badan usaha karena perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan dilakukan oleh badan usaha sehingga menjadi beban badan usaha.

Keenam, risiko pasar  seperti inflasi konstruksi dan fluktuasi nilai tukar. Alokasi risiko berada pada badan usaha. Risiko ini diterapkan dengan memperhatikan jangka waktu konstruksi.

Adapun para pihak dalam perjanjian ini adalah Kementerian, lembaga pemerintahan, pemerintah daerah, dan BUMN dan BUMD sebagai pihak penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK), badan usaha pelaksana yakni perseroan terbatas yang didirikan oleh badan usaha yang memenangkan lelang atau ditunjuk langsung, Kementerian Keuangan selaku pihak yang memberikan dukungan kelayakan dan review terhadap pengajuan jaminan pemerintah, PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) yang memberikan pinnjaman, refinancing, dan pinjaman subordinasi dan memberikan jasa peningkatan kredit, serta PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) sebagai pihak yang memberikan jaminan pemerintah terhadap proyek KPBU.
Tags:

Berita Terkait