PERADI Luhut Imbau Kapolri Cabut SE Ujaran Kebencian
Utama

PERADI Luhut Imbau Kapolri Cabut SE Ujaran Kebencian

Sekalipun direvisi, Polri mesti mencabut Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, serta Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Kiri ke kanan: Amir Syamsuddin, Luhut MP Pangaribuan, dan Alvon Kurnia Palma saat konferensi pers di kantor YLBHI, Rabu (4/11). Foto: RFQ
Kiri ke kanan: Amir Syamsuddin, Luhut MP Pangaribuan, dan Alvon Kurnia Palma saat konferensi pers di kantor YLBHI, Rabu (4/11). Foto: RFQ

Surat Edaran (SE) Kapolri No. SE/06/X/2015  tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Tak saja menjadi kekhawatiran sebagian kalangan masyarakat, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) versi Luhut Pangaribuan merasakan hal yang sama. Oleh sebab itu, PERADI Luhut mengimbau agar Kapolri mencabut SE tersebut.

“Imbauan kami supaya rasa aman dan nyaman dan bijaksana, SE itu dicabut saja,” ujar Luhut di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Rabu (4/11).

Sejumlah aturan  yang dicantumkan dalam SE merupakan perundangan yang berlaku di tengah masyarakat. Luhut menilai SE hanyalah petunjuk dan panduan bagi kepolisian di lapangan ketika terjadi dugaan ujaran kebencian. Namun, keberadaan SE sejatinya tak mengubah apapun. Terlepas ada tidaknya SE, komitmen kepolisian sebagai penegak hukum dibutuhkan untuk menindak pihak-pihak yang menanamkan kebencian terhadap suku, ras dan agama tertentu.

Luhut berpandangan aturan yang dijadikan jeratan terhadap mereka yang melakukan ujaran kebencian antara  lain sudah tertuang dalam beberapa perundangan. Misalnya, KUHP dan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektonik (ITE) terkait penyebaran kebencian melalui media sosial. Kendati demikian, agar dikemudian hari tidak terjadi upaya kriminalisasi, Luhut mengimbau Kapolri segera mencabut SE tersebut.

“Sikap PERADI, konkritnya menghindari atau mengingatkan agar tidak terjadi  kriminalisasi pikiran, ucapan dan mencerahkan kepentingan bersama,” ujarnya.

Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta itu berpandangan, munculnya SE di era demokrasi menimbulkan berbagai kecurigaan dan kekhawatiran masyarakat. Mulai dugaan bakal membungkam kebebasan berpendapat hingga berekspresi masyarakat. Apalagi dengan dimasukannya Pasal 310 dan 311 yang sejatinya masuk dalam ranah privat dan bersifat delik aduan.

“SE itu tidak ada ketentuan norma baru, SE itu hanya mengutip sejumlah pasal dalam perundangan-undangan yang ada. SE inim enimbulkan kegaduhan, paling bijak SE ini dicabut agar tidak menimbulkan kegaduhan,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait