Tiga Sumber Risiko Kebocoran Penerimaan Pajak
Utama

Tiga Sumber Risiko Kebocoran Penerimaan Pajak

Indonesia harus menyiapkan arah kebijakan untuk mencegah kebocoran pajak. Pemerintah perlu mengkaji modus, skema, dan dampak pengalihan laba perusahaan.

Oleh:
FITRI N. HERIANI
Bacaan 2 Menit
Tiga Sumber Risiko Kebocoran Penerimaan Pajak
Hukumonline
Globalisasi telah menciptakan risiko kebocoran basis penerimaan pajak. Kebocoran penerimaan pajak merupakan salah satu dampak dari era globalisasi yang memudahkan mobilitas wajib pajak untuk berpindah dari suatu negara ke negara lain.

Managing Partner Danny Darussalam Tax Center, Darussalam, mengatakan risiko kebocoran penerimaan pajak dapat bersumber dari tiga hal. Pertama, melalui kompetisi pajak. kompetisi pajak antarnegara berangkat dari keinginan setiap negara untuk meningkatkan daya saingnya di mata perusahaan multinasional. Globalisasi memungkinkan perusahaan multinasional untuk memilih lokasi dan skema investasi yang paling menguntungkan bagi mereka.

“Dalam area pajak, kompetisi memperebutkan aliran investasi yang paling global biasanya berupa penurunan PPh Badan, ‘obral’ insentif pajak mulai dari tax holiday hingga insentif untuk kawasan industri tertentu, hingga adanya perlakuan khusus untuk wajib pajak luar negeri,” kata Darussalam dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (25/11).

Terlepas dari efektif tidaknya kebijakan tersebut, lanjut Darussalam, keterlibatan suatu negara dalam kompetisi pajak justru berpotensi menggerus besaran penerimaan pajak yang dapat diperoleh.

Kedua, kebocoran penerimaan pajak melalui offshore tax evasion. Offshore tax evasion adalahupaya untuk tidak patuh terhadap ketentuan pajak dengan cara menyembunykan harta dan penghasilan di luar negeri sehingga otoritas pajak negara domisili wajib pajak tidak dapat melacaknya. Perilaku ini banyak dilakukan oleh orang kaya dengan fasilitas kerahasiaan dari bank, terutama yang berada di negara-negara ‘sorga pajak’(tax heaven countries). Negara-negara ini sudah mulai disasar petugas pajak.

Menurut Darussalam, Tax Justice Network memperkirakan sejak tahun 1970 hingga 2010 akumulasi aset yang disimpan di luar negeri dan tidak dilaporkan kepada otoritas pajak di negara domisili pemilik aset tersebut mencapai 21-32 triliun dolar AS. sedangkan secara khusus sebesar 8 persen kekayaan dari individu di seluruh dunia ditanamkan di negara-negara tax heaven, atau sebesar AS$6 triliun.

Ketiga, penerimaan pajak tergerus karena adanya praktik pengalihan laba. Sistem pajak internasional dan perbedaan tarif pajak telah menyebabkan skema pengalihan pajak berkembang subur. Misalnya, upaya memanfaatkan kelemahan dari Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) untuk meminimalkan beban pajak, manipulasi transfer pricing, thin capitalization, dan sebagainya.

“Cara yang dilakukan oleh perusahaan multinasional ini pada dasarnya tidak melanggar regulasi perpajakan, namun melanggar semangat atau spirit dari maksud dibuatnya hukum tersebut. kerugian global yang diakibatkan oleh BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) berkisar antara 4 hingga 10 persen dari penerimaan PPh Badan Global,” jelasnya.

Dijelaskan Darussalam,  upaya anti-penghindaran pajak ini belum bisa maksimal karena beberapa sebab. Misalnya aturannya yang terlalu variatif, ketentuan pajak tidak disepakati secara multilateral, dan efektivitas otoritas pajak dalam implementasi kebijakan rendah.

Partner, Tax Research and Training Services Tax Center Danny Darussalam B. Bawono Kristiaji mengatakan sejauh ini memang belum ada kajian resmi seberapa besar dampak kebocoran pajak dari ketiga hal tersebut. Namun ada beberapa hal yang mengindikasikan kerentanan Indonesia. Indonesia sebagai lokasi favorit operasional anak perusahaan dari grup perusahaan multinasional, banyak dana orang kaya yang disimpan di luar negeri, benyak sengketa pajak internasional terutama terkait area transfer pricing, kebutuhan akan investasi asing yang sering diterjemahkan dalam bentuk pemberian insentif pajak, dan sebagian dari investasi asing yang masuk ke Indonesia berasal dari negara-negara tax heaven seperti Seychelles, British Virgin Island, dan Mauritius.

Lalu bagaimana seharusnya arah kebijakan pajak di Indonesia? Pertama, melalui insentif dan kompetisi pajak. Dalam menyikapi adanya tren kompetisi pajak yang terjadi, Indonesia untuk saat ini dirasa tidak perlu untuk terlibat dalam kompetisi langsung langsung dalam kompetisi pajak kawasan dengan menurunkan tariff PPh Badan.

“Penurunan tarif PPh Badan justru akan berdampak pada semakin tergerusnya penerimaan pajak. Upaya penurunan tariff PPh Badan akan berakhir sia-sia selama masih terdapat prefential tax regime di kawasan Asia Tenggara, seperti Singapura,” kata Kristiaji.

Kedua, menangkal BEPS atau pengalihan laba. Caranya dengan merevisi ketentuan transfer pricing di Indonesia sesuai dengan rekomendasi dalam Aksi 8,9, dan 10. Transfer pricing merupakan skema profit shifting yang dominan. Cara lain adalah mewajibkan format baru dokumentasi transfer pricing serta pengungkapan perencanaan pajak yang agresif, mempertimbangkan rekomendasi ketentuan untuk membatasi utang yang berlebih, selektif dalam melakukan perjanjian penghindaran pajak berganda. Pemerintah juga harus mulai mengkaji modus, skema, dan dampak pengalihan laba.

Ketiga, pertukaran indformasi dan akses data perbankan. Indonesia perlu membuat regulasi yang mewajibkan lembaga keuangan untuk meminta kuasa kepada para nasabah untuk dapat membuka rekening, namun dengan tetap memperhatikan hak dan kepentingan wajib pajak.

Keempat, desain pengampunan pajak. Desain pengampunan pajak ini sebaiknya difokuskan pada harta yang selama ini tidak dilaporkan dan berorientasi pada kepatuhan di masa yang akan datang. Selain itu, pemerintah juga perlu membuat fitur pengampunan pajak yang lebih menarik untuk menjamin partisipasi. Hal lain yang tidak kalah penting adalah pemerintah harus memberikan sinyalemen kepada publik bahwa kebijakan pengampunan pajak hanya akan diberikan satu kali seumur hidup. Setelah ada pengampunan pajak otoritas pajak akan lebih kuat sehingga upaya penegakan hukum pajak akan lebih meningkat.
Tags: