Ini yang Perlu Diperhatikan Perusahaan Sebelum Mem-PHK Karyawan
Berita

Ini yang Perlu Diperhatikan Perusahaan Sebelum Mem-PHK Karyawan

Selain harus memiliki dasar hukum yang kuat, perusahaan harus memiliki alasan dan bukti cukup untuk melakukan PHK.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK): BAS
Ilustrasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK): BAS
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dalam suatu hubungan kerja merupakan upaya terakhir dalam menyelesaikan perselisihan industrial. Advokat Muhammad Kamal Fikri menjelaskan, pengusaha dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Hal itu disampaikan di acara yang diselenggarakan hukumonline berkerja sama dengan AHP (Assegaf Hamzah & Partners), di Hotel JW Marriot, Surabaya, Kamis (3/12).

Pasal 151 UU No.13Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, telah menjelaskan segala kegiatan positif yang dapat menghindari terjadinya PHK. “PHK adalah upaya terakhir apabila tidak ada jalan keluar lainnya. Contoh, sudah dilakukan pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan memberikan pembinaan kepada pekerja/buruh,” jelasnya.

Selain itu, sebelum memutuskan untuk melakukan PHK pengusaha harus memiliki alasan yang kuat dan dasar hukum yang jelas.

“Biasanya hal tersebut sulit dilakukan karena pengusaha tidak memiliki dasar hukum atau kurang perangkat atau pengaturannya bertentangan dengan undang-undang. Karena biasanya jarang atau tidak dicantumkan di Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Kemudian, setelah mendapatkan alasan pengusaha harus mengumpulkan bukti-bukti seperti wawancara pekerja lain untuk menjadi saksi pelanggaran yang dilakukan oleh buruh yang ingin di PHK. Bukti sangat diperlukan untuk mem-PHK kan karyawan yang memiliki potensi sampai ke Pangadilan,” tambahnya.

Hal yang sama dilontarkan Ahmad Maulana, advokat yang juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut. “Kita (red- pengusaha) harus membuktikan bahwa dia benar-benar melakukan kesalahan,” ujarnya.

Menurut Maulana, PHK terbagi menjadi dua yaitu PHK yang perlu penetapan dan PHK tanpa penetapan. Dibutuhkan penetapan karena dari sisi pemerintah sudah mengira akan ada potensi perselisihan sehingga perlu suatu wasit/pengawas untuk menentukan apakah PHK tersebut sah atau tidak.

Di sistem hukum Indonesia, jelas Maulana, penetapan keluar setelah pendaftaran ke PHI. Dokumen yang perlu disubmit salah satunya ada kolom yang di tandatangani oleh karyawan yang di PHK.

“PHK dengan perlu penetapan diantaranya karena kesalahan berat pekerja hal tersebut diperlukan penetapan, pekerja melanggar PK/PP/PKB, perusahaan pailit, perusahaan tutup. Sedangkan untuk perusahaan tutup tidak ada definisinya atau tidak diatur, namun dalam putusan Mahkamah Konstitusi dilimitasi yaitu perusahaan tutup secara permanen. Sedangkan untuk PHK perlu penetapan lainnya dibutuhkan tandatangan dari karyawan yang ingin di PHK, sehingga untuk dilakukannya PHK dibutuhkan kesepakatan bersama,” tambahnya.

Dia menjelaskan, apabila karyawan yang ingin di PHK sudah berhasil tanda tangan, namun di kemudian hari mengajukan gugatan dengan dasar paksaan, karyawan harus membuktikan dalil paksaan tersebut.

“Kalau sudah berhasil tandatangan, tetapi kemudian dia hadir bersama lawyer mengajukan bahwa dirinya saat tandatangan berada dibawah paksaan sehingga PHK tersebut merupakan produk hasil paksaan, si karyawan harus membuktikan. Karena akan cukup sulit untuk membuktikan tekanan,” katanya.

Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial di antaranya perundingan bipartit yang biasanya memiliki durasi satu minggu sampai satu bulan. Kemudian, apabila tidak bisa juga maka akan berlanjut ke tahap mediasi.

“Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial diantaranya perundingan bipartit, mediasi, kemudian pengadilan hubungan industrial, kemudian kasasi di Mahkamah Agung,” jelas Maulana.
Tags:

Berita Terkait