Dilihat dari kurs transaksi Bank Indonesia, Sabtu (13/2), 1 poundsterling bernilai 19.392 bila dikonversi ke rupiah. Itu berarti jika dibulatkan ke angka 20 ribu rupiah per 1 poundsterling, maka angka yang diterima oleh para lawyer-lawyer tersebut setara dengan 20 juta rupiah setiap jamnya.
Tentunya angka ini tak didapatkan oleh semua lawyer. Jim Diamond menyebutkan bahwa tarif 1000 poundsterling per jam dipatok pada lawyer yang menjabat sebagai partner di law firm-law firm ternama di London seperti Allen & Overy, Linklatters, Slaughter & May, Freshfiels Bruckhaus Deringer, dan Clifford Chance – orang menjuluki lima law firm ini sebagai Magic Circle law firm.
Dari tahun ke tahun, tarif partner per jamnya memang hampir selalu meningkat, tetapi dapat dikatakan bahwa peningkatan paling signfikan terjadi tahun ini. Sebelumnya, angka maksimal yang didapatkan partner per jam hanya sebesar 850 poundsterling.
Lebih jauh, tarif partner Magic Circle law firm melonjak hingga lebih dari 40 persen dibandingkan dengan tahun 2003. Berikut tabel lengkapnya dikutip dari laporan Jim:
Tahun | Tarif per Jam (dalam Poundsterling) |
2003 | 498 – 598 |
2005 | 546 – 674 |
2007 | 766 – 858 |
2008 | 710 – 888 |
2009 | 521 |
2010 | 729 – 813 |
2011 | 644 – 752 |
2013 | 713 – 866 |
2015 | 775 – 850 |
Jim menyimpulkan bahwa angka fantastis tersebut bisa didapatkan karena tiga alasan. Alasan pertama adalah kompleksitas peraturan perpajakan dan sistem hukum di Inggris, alasan kedua karena kurangnya transparansi biaya jasa hukum, dan terakhir karena kurangnya persaingan dalam praktik yang sama – sehingga beberapa law firm besar ini mematok harga hampir sama tingginya.
“Law firm-law firm papan atas di London dianggap memiliki praktik hukum terbaik di dunia dan beberapa di antaranya merupakan penyedia jasa dengan harga paling tinggi. Namun, mereka juga merupakan law firm yang tidak transparan terutama urusan biaya atas jasa yang mereka tawarkan,” tulis Jim.
“Ketika mereka mempublikasikan statistik kinerja tahunan mereka; mulai dari omzet sampai keuntungan yang didapatkan para partner, mereka tidak menyertakan informasi mengenai tarif per jam yang dibebankan kepada klien,” imbuhnya dalam paper tersebut.
Ketidaktransparanan ini lah yang menurut Jim menyebabkan law firm dapat dengan bebas memasang harga jasa mereka. Padahal transparansi merupakan hal yang sangat penting di pasar agar law firm-law firm dapat menetapkan harga seadil-adilnya.
Sementara itu, dilaporkan oleh Jim bahwa seorang hakim Inggris, Lord Justice Jackson, mengkritik biaya yang terlalu mahal untuk jasa hukum yang diberikan oleh lawyer. Lord Justice Jackson menyebutkan biaya yang mahal dapat menghambat akses terhadap keadilan.
“Tingginya biaya untuk beracara menghambat akses terhadap keadilan. Masalah ini tidak hanya dirasakan oleh para pihak yang berperkara, tetapi juga masyarakat secara umum. Bila biaya mencegah akses terhadap keadilan, berarti sama saja dengan melemahkan supremasi hukum,” Jim mengutip kata-kata Lord Justice Jackson.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, Lord Justice Jackson mengusulkan agar lawyer dapat menggunakan tarif tetap untuk dibebankan kepada klien, khususnya dalam pekerjaan-pekerjaan litigasi.