UU Tabungan Perumahan Rakyat Bakal Diuji Materi
Berita

UU Tabungan Perumahan Rakyat Bakal Diuji Materi

Dalam proses pembahasannya, aspek formil ditabrak dengan tidak melibatkan DPD. Tak saja soal iuran, aspek hukum dan kelembagaan bakal diuji.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
FGD bertajuk ‘Kesejahteraan Sosial Atas Rumah; Membedah Tabungan Perumahan Rakyat’ atas prakarsa Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU) di Gedung DPD, Rabu (24/2). Foto: RES
FGD bertajuk ‘Kesejahteraan Sosial Atas Rumah; Membedah Tabungan Perumahan Rakyat’ atas prakarsa Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU) di Gedung DPD, Rabu (24/2). Foto: RES

RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang baru saja disetujui menjadi UU bakal diuji materi (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), banyak persoalan di dalam UU Tapera yang mesti diuji materi.

“Posisi kami menolak UU Tapera. Kami akan Judicial Review, kita akan menjadi pihak,” ujar Wakil Sekretaris Umum APINDO, Iftida Yasar, dalam sebuah Fokus Group Discusion (FGD) bertajuk ‘Kesejahteraan Sosial Atas Rumah; Membedah Tabungan Perumahan Rakyat’ atas prakarsa Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU), di Gedung DPD, Rabu (24/2).

Menurutnya, iuran kepesertaan dalam Tapera yang dibebankan ke pemberi kerja dan pekerja bertentangan dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, iuran perumahan sudah diatur dalam BPJS Ketenegakerjaan. Dengan begitu, beban bagi pemberi kerja dan pekerja semakin berat.

Semestinya, negara hadir dalam hal pemerintah sebagai penggungjawab penyedia fasilitas kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurutnya, Program Tapera tak jauh berbeda dengan program BPJS Ketenagakerjaan. “Jadi ini duplikasi dan tidak kreatif. Copy paste, hanya beda iurannya,” katanya.

APINDO, kata Iftida, keberatan bila program Tapera dicampuradukkan dengan program perumahan rakyat. Pasalnya, pihak yang dibebankan acapkali kelas pekerja. Sebab, negara secara tidak langsung memotong penghasilan pekerja. Negara melalui pemerintah memiliki kewajiban menyediakan rumah murah khususnya terhadap MBR dan miskin melalui APBN. Sedangkan sektor swasta dapat menabung di bank tertentu melalui program tabungan perumahan.

“Jadi UU Tapera ini tidak ada spesifikasi yang jelas. Proses uji materi kita akan kaji untuk membuat poin-poin,” ujarnya.

Ketua DPD Irman Gusman bakal melakukan hal serupa. Berbeda dengan APINDO, DPD lebih menyoroti soal mekanisme pembuatan UU. Sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, pembahasan UU dilakukan secara tripatrit antara DPR, pemerintah dan DPD. Berbeda dengan UU Tapera, DPD tak dilibatkan sedikit pun. Apalagi proses penyusunannya terbilang cepat.

Meski RUU Tapera merupakan lanjutan dari periode DPR periode 2009-2014, namun ketika dilakukan pembahasan kembali di DPR periode 204-2019, DPD mesti turut dilibatkan. Atas dasar itulah, Irman berpandangan UU Tapera berpotensi cacat formil. Pasalnya itu tadi, proses pembahasannya tidak melibatkan DPD. “Karena tidak sesuai mekanisme yang diperintahkan putusan MK,” ujarnya.

DPD dalam waktu dekat bakal menggelar rapat untuk menentukan sikap selanjutnya. Menurutnya, melakukan uji materi bukanlah hal tabu. Sepanjang demi meluruskan aturan, uji materi merupakan hak konstitusi. Yang pasti, negara berkewajiban menyediakan rumah bagi MBR dan miskin dengan mekanisme yang manusiawi tanpa membebankan berat kepada masyarakat.

Ketua Housing and Urban Development Institute (HUDI), Zulfi Syarif Koto, mendukung semangat UU Tapera yakni memberikan kemudahan masyarakat atas kepemilikan rumah. Namun, tidak dipungkiri masih terdapat banyak pasal yang berbeda dengan naskah akademik awal kali dibuat. Ia berjanji akan melakukan uji materi serupa sepanjang terdapat pasal yang menyimpang. “Kami akan uji materi kalau ada pasal yang menyimpang,” ujarnya.

Ketua IKA USU Jakarta dan Sekitarnya, Chazali H Situmorang, berpandangan mendorong agar dilakukan uji materi. Menurutnya bila APINDO hanya sebatas soal iuran dan tabungan, maka USU akan melihat aspek hukum, kelembagaan dan lainnya. Yang pasti, IKA USU akan melengkapi hal-hal yang luput dari pantauan APINDO dan DPD.

“Kalau kita lebih luas lagi, menyangkut kelembagaan, aspek hukumnya, status hukumnya, inkonsistensi dengan UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Itu lebih komprehensif,” ujarnya.

IKA USU, kata Chazali, akan bergandengan tangan dengan DPD dan APINDO untuk maju bersama menguji UU pertama dari Prolegnas prioritas 2016. Yang pasti, uji materi akan didaftarkan setelah UU Tapera tercatat di lembaran negara. “Kita akan mengajukan setelah tercatat di lembaran negara,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait