Akhirnya, RUU Tabungan Perumahan Rakyat Disetujui Jadi UU
Utama

Akhirnya, RUU Tabungan Perumahan Rakyat Disetujui Jadi UU

Akan menjadi payung hukum untuk mewajibkan setiap warga negara menjadi peserta Tapera. Aturan turunan seperti penggabungan Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ke dalam program Tapera bakal diterbitkan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perumahan. Foto: blhd.bantenprov.go.id
Ilustrasi perumahan. Foto: blhd.bantenprov.go.id
Ada kabar gembira bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapat kepemilikan rumah yang belakangan harganya membumbung tinggi. Melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masyarakat mendapat kemudahan askes pembiayaan kredit di perbankan. Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, RUU Tapera disetujui menjadi UU. Sebelumnya, RUU ini sempat menuai pro dan kontra di masyarakat.  

Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Tapera, Yoseph Umar Hadi, dalam laporannya akhirnya berpandangan kemampuan keuangan negara dari tahun ke tahun amatlah terbatas. Setiap berganti rezim, pemerintah kewalahan dalam pemenuhan kebutuhan rumah masyarakat miskin. Padahal, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mencapai puluhan juta orang.

Pemerintah rezim sebelumnya pernah menerbitkan kebijakan Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sejak 5 tahun lalu sebesar Rp5-Rp7 triliun. Namun, pemerintah tak juga mampu memenuhi kebutuhan rumah. Keberadaan UU Tapera menjadi terobosan terhadap bom waktu bagi masyarakat.

“RUU ini sekaligus implementasi atau cerminan ideologi bangsa Indonesia yakni Pancasila,” ujarnya di Gedung DPR, Selasa (23/2).

Dengan disahkannya RUU Tapera menjadi UU, maka resmi pula menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk mewajibkan setiap warga negara Indonesia mau pun asing yang bekerja di Indonesia untuk menabung sebagian penghasilannya di Bank Kustodian.

Bank ini dikelola Badan Pengelolaan Tapera dan dimanfaatkan untuk penyediaan rumah murah dan layak. Pemanfaatan dana Tapera dan hasil pemupukannya hanya diperuntukan bagi peserta yang akan membeli, membangun atau merenovasi rumah pertama. Selain itu, akan dikembalikan pada saat peserta peserta berusia 58 tahun atau sudah pensiun.

“Inilah substansi kegotongroyongan seluruh warga negara bahwa penabung yang mampu dan sudah memiliki rumah merelakan sebagian penghasilannya ditabung dengan bunga murah dengan tujuan membantu warga yang penghasilannya rendah,” katanya.

Anggota Komisi V ini berpendapat, semangat kebersamaan dicerminkan dengan kewajiban pemberi kerja, yakni negara kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun pengusaha kepada karyawannnya. Namun, persentase sharing diatur dalam peraturan pemerintah agar mudah disesuaikan dengan perkembangan ekonomi.

Hal lainnya, UU ini diharapkan mampu menghimpun dana tabungan tak saja dari peserta, yakni pekerja formal dan mandiri bersifat wajib, namun pekerja di bawah upah minimum. Selain itu, peserta yang telah pensiun masih diberi peluang untuk menjadi peserta tabungan Tapera.

“Semakin besar jumlah dana yang dihimpun maka akan semakin mudah pula Badan Pengelola tapera menyediakan rumah murah dan terjangkau,” ujarnya.

Secara garis besar, UU Tapera terdiri dari 12 bab dan 82 pasal. RUU ini pun mendelegasikan 7 Peraturan Pemerintah (PP), 1 Peraturan Presiden (Perpres), 1 Keputusan Presiden (Keppres) dan 10 Peraturan Badan Pengelolaan Tapera. Bab I berisi ketentuan umum. Bab II mengenai asas dan tujuan dalam UU mulai asas kegotongroyongan hingga dana amanat. Bab III mengenai pengelolaan Tapera dilakukan untuk mejamin tercapainya tujuan secara efektif dengan memperhatikan kebijakan di bidang perumahan. Sedang pengelolaannya meliputi pengerahan, pemupukan dan pemanfaatan dana Tapera.

Sedangkan Bab IV terkait dengan Badan Peengelolaan Tapera (BPT) yang mengatur fungsi, tugas dan kewenangannya. Mulai pengatur dan pengawas pengelolaan Tapera dalam rangka melindungi kepentingan peserta. BPT di pimpin 1 komsioner dan dibantu oleh 4 deputi komisioner. Bab V berisi pembinaan pengelolaan Tapera. Bab VI  terkait dengan aturan pengelolaan aset Tapera. Bab VII mengatur hak dan kewajiban pemberi kerja dan peserta.

Bab VIII terkait dengan aturan pelaporan dan akuntabilitas. Bab IX mengatur pengawasan dan pemeriksaan. Bab X mengatur sanksi administrasi terkait dengan pelanggaran berupa peringatan tertulis, denda aminsitratif, hingga pembeuan izin usaha dan atau pencabutan izin usaha. Bab XI mengatur ketentuan peralihan. Bab XII mengatur ketentuan penutup.

“UU ini akan memberikan kepastian kepada saudara-saudara kita ini bahwa memiliki rumah bukan kagi sekedar impian, melainkan memperoleh kepastian untuk mendapatkan rumah,” kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Mewakili presiden, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono mengatakan dengan adanya payung hukum dinilai tepat. Pasalnya dengan adanya UU Tapera sebagai bentuk hadirnya negara dalam pemenuhan kebutuhan tempat tinggal layak  bagi masyarakat berpenghasilan rendah khususnya. “UU ini mencerminkan keberpihakan terhadap masyarakat untuk mendapatkan rumah dengan pembiayaan rendah dan untuk mengatasi kebutuhan rumah,” ujarnya.

Segera bentuk aturan turunan
Anggota Komisi IV Bahrum Daido meminta pemerintah agar segera menerbitkan aturan turunan dari UU Tapera. Khususnya, aturan turunan terkait dengan Pasal 18 ayat (1) yang menyatakan, “Pemberi kerja wajib membayar simpanan yang menjadi kewajibannya dan memungut simpanan yang menjadi kewajiban pekerjanya yang menjadi peserta”.

Menurut politisi Demokrat ini, bila tidak terdapat aturan turunan terkait hal tersebut, maka keberadaan UU Tapera tak akan berjalan efektif. Ia berpandangan dengan diterbitkannya sejumlah aturan turunan, setidaknya publik dapat segera mendapatkan kemudahan mendapatkan akses kepemilikan rumah layak.

“Jadi mendesak kepada pemerintah segera membuat PP. Pasal 18 ayat (1) adalah ruh dari UU Tapera,” ujarnya.

Menanggapi permintaan Bahrum, Basuki Hadimuljono mengatakan tugas pemerintah selanjutnya segera menyusun aturan turunan. Menurutnya, PP dan sejenisnya menjadi aturan teknis dalam rangka mengimplementasikan regulasi tersebut dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan rumah layak bagi masyarakat.

“Salah satunya menggabungkan FLPP ke dalam program Tapera. Karena FLPP merupakan program pengadaan rumah murah,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait