Isyarat KPK Tersangkakan Politisi Golkar, Uang Sing$305 ribu Disita
Berita

Isyarat KPK Tersangkakan Politisi Golkar, Uang Sing$305 ribu Disita

Pengembalian uang tak menghapuskan tindak pidana.

NOV
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto usai diperiksa KPK akhir Januari lalu. Foto: RES
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto usai diperiksa KPK akhir Januari lalu. Foto: RES
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku telah menandatangani Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru dalam rangka pengembangan kasus dugaan suap anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Damayanti Wisnu Putranti. Namun, ia enggan menyebutkan siapa tersangka baru tersebut.

Agus hanya memberikan petunjuk bahwa tersangka baru itu berasal dari unsur anggota DPR dan pengusaha. Memang, dalam proses penyidikan kasus Damayanti, KPK telah memeriksa sejumlah anggota Komisi V DPR. Beberapa diantaranya adalah Budi Supriyanto (Fraksi Golkar), Yudi Widiana (Fraksi PKS), Fauzih Amro (Fraksi Hanura), dan terakhir Lasarus (Fraksi PDIP).

Selain itu, KPK telah memeriksa Direktur PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias A Seng. KPK juga sempat menggeledah ruang kerja Budi dan Yudi di DPR, serta kediaman A Seng dan kantor PT Cahaya. Terhadap Budi dan A Seng, KPK telah mengajukan permohonan cegah ke Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM.

Ketika ditanyakan, apakah tersangka baru yang dimaksud adalah Budi dan A Seng, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tidak menjawab secara tegas. Ia hanya mengisyaratkan ada indikasi yang mengarah pada keterlibatan kedua orang itu. "Arahnya seperti itu. Masih kita coba tegaskan lagi," katanya, Selasa (1/3).

Walau belum ada pernyataan tegas mengenai penetapan tersangka Budi, ternyata telah ada upaya pelaporan uang yang diakui Budi sebagai gratifikasi kepada KPK. Saut menyatakan, walaupun ada pengembalian uang, tidak akan menghapuskan tindak pidana. "Ya tidak lah. Entar orang bilang 'Enak aja'," ujarnya.

Saut menegaskan, gratifikasi berbeda dengan korupsi. Tidak bisa orang yang diduga menerima suap mengembalikan uang tiba-tiba mengaku penerimaan itu sebagai gratifikasi . Sebab, KPK telah memiliki batasan yang jelas dalam membedakan gratifikasi dan korupsi. "Itu sebabnya (laporan) gratifikasinya ditolak balik KPK," imbuhnya.

Senada, Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengungkapkan, Budi melalui penasihat hukumnya telah melaporkan penerimaan uang Sing$305 ribu. "Setelah dilakukan analisa dan koordinasi, diputuskan ditolak karena terkait dengan penanganan kasus dugaan korupsi. Uang tersebut kemudian disita penyidik KPK pada 10 Februari 2016," tuturnya.

Untuk diketahui, KPK menetapkan Damayanti sebagai tersangka setelah anggota Komisi V DPR dari fraksi PDIP ini terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 13 Januari 2016. KPK juga menetapkan Julia Prasetyarini, Dessy A Edwin (keduanya staf Damayanti), Direktur PT Windu Tunggal Utama sebagai tersangka.

Dari tangan Dessy dan Julia, KPK mengamankan uang masing-masing sejumlah Sing$33 ribu. Sebelumnya Julia juga telah menerima uang sebesar Sing$33 ribu dan telah diambil oleh Damayanti melalui sopirnya dari kediaman Julia. KPK menduga pemberian itu bukan yang pertama kali. Total pemberian uang mencapai Sing$404 ribu.

Pemberian uang diduga bertujuan untuk mengamankan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016. Proyek dimaksud adalah proyek pembangunan jalan di Ambon, Maluku. Komisi V merupakan komisi di DPR yang bermitra dengan Kementerian PUPR.

Atas perbuatannya, Damayanti, Julia dan Dessy disangka melanggar Pasal 12 huruf a, b, atau Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, Abdul disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, atau Pasal 13 UU Tipikor.
Tags:

Berita Terkait