Putusan Kartel SMS Diperkuat MA, Ini Respon KPPU
Berita

Putusan Kartel SMS Diperkuat MA, Ini Respon KPPU

“Putusan MA luar biasa”.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi SMS. Foto: SGP
Ilustrasi SMS. Foto: SGP
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapatkan informasi bahwa putusannya tentang kartel pesan singkat (SMS) diperkuat Mahkamah Agung. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan lembaga pengawas persaingan usaha itu melawan sejumlah perusahaan telekomunikasi.

Informasi tentang putusan itu disampaikan langsung Ketua KPPU Syarkawi Rauf kepada wartawan, Kamis (03/3) kemarin. "KPPU sangat bersyukur mengapresiasi MA telah memenangkan KPPU dalam kartel SMS. Putusan MA luar biasa kerena ini menyangkut kepentingan konsumen yang sangat banyak," ujarnya.

Syarkawi berharap para terlapor mematuhi putusan dan secara sukarela membayar denda yang diputuskan pengadilan. Pengadilan menyatakan para terlapor melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jika tidak menjalankan putusan secara sukarela ada langkah tegas yang akan ditempuh KPPU. “Kalau tidak, KPPU akan upaya eksekusi lewat pengadilan negeri," tegas Syarkawi.

Putusan MA dalam perkara No. 9 K/Pdt.Sus-KPPU/2016 itu dijatuhkan pada 29 Februari 2016 oleh majelis Syamsul Maarif, Abdurrahman, dan  I Gusti Agung Sumanatha.

Merujuk pada putusan KPPU sebelumnya, pelaku usaha yang dilaporkan adalah PT Excelkomindo Pratama, PT Telekomunikasi Indonesia, PT Bakrie Telecom, PT Mobile-8 Telecom, dan PT Smart Telecom. Juha ikut dilaporkan PT Indosat, Hutchison CP Telecommunication, PT Natrindo Telepon Seluler. Pada Juni 2008 silam, para pelaku usaha ini diharuskan KPPU membayar denda Rp77 miliar.

KPPU menemukan pelanggaran dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) interkoneksi antar operator. Salah satu klausul perjanjian memuat penetapan tarif SMS yang mengakibatkan terjadinya kartel harga SMS off-net pada periode 2004-2008. Putusan KPPU itu tak langsung berkekuatan hukum tetap, bahkan sempat dibatalkan PN Jakarta Pusat.

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat kepada KPPU mengenai dugaan pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999. Saat itu, KPPU menetapkan sembilan terlapor yang diduga dalam permainan kartel SMS. Hingga pada saat putusan, hanya enam perusahaan yang disebut di atas terbukti melakukan kartel. Semntara sisanya yakni Terlapor III (PT Indosat, Tbk), Terlapor V (PT Hutchison CP Telecommunication), dan Terlapor IX (PT Natrindo Telepon Seluler), tidak terbukti melakukan pelanggaran Pasal 5 UU Monopoli tersebut.

Majelis komisi menemukan klausula penetapan tarif SMS yang tidak boleh lebih rendah dari tarif yang berlaku berkisar Rp250-Rp350 yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) interkoneksi antara operator. Berdasarkan perhitungan tersebut maka perkiraan harga yang kompetitif layanan SMS off net adalah Rp114. Tarif kompetitif mengacu pada tarif interkoneksi layanan SMS originasi Rp38, dan terminasi Rp38 hasil hitungan OVUM, ditambah dengan biaya Retail Services Activities Cost (RSAC) sebesar 40% dari biaya interkoneksi dan margin keuntungan sebesar 10%.

Sesuai proporsi dan pangsa pasar operator tersebut selama empat tahun praktik kartel SMS berlangsung, Telkomsel mengakibatkan kerugian konsumen terbesar yang mencapai Rp2,1 triliun. Disusul berturut-turut XL sebesar (Rp346 miliar), Telkom (Rp173,3 miliar), Bakrie Telecom (Rp62,9 miliar), Mobile-8 (Rp52,3 miliar), dan Smart (Rp0,1 miliar). Berdasarkan putusan tersebut, KPPU menghukum sanksi denda operator XL dan Telkomsel masing-masing senilai Rp25 miliar, Telkom (Rp18 miliar), Bakrie Telecom (Rp4 miliar), Mobile-8 Telecom (Rp5 miliar).

Belum diperoleh konfirmasi apakah para terlapor sudah menerima salinan putusan MA ini atau belum.
Tags:

Berita Terkait