Ketua DPRD Sumut Didakwa Terima Suap APBD dan Pembatalan Hak Interpelasi
Berita

Ketua DPRD Sumut Didakwa Terima Suap APBD dan Pembatalan Hak Interpelasi

Seluruh uang mencapai Rp1,195 miliar yang berasal dari pengumpulan dana SKPD.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Ketua DPRD Sumatera Utara 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar Ajib Shah. Foto: RES
Ketua DPRD Sumatera Utara 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar Ajib Shah. Foto: RES
Ketua DPRD Sumatera Utara 2014-2019 Ajib Shah didakwa menerima Rp1,195 miliar dari Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho yang berasal dari pengumpulan dana satuan kerja perangkat daerah (SKPD) setempat.Penuntut umum KPK Irene Putri mengatakan, uang itu dimaksudkan agar terdakwa memberikan persetujuan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)empat Tahun Anggaran (TA) dan pembatalan pengajuan hak interpelasi tahun 2015.

"Ajib Shah bersama-sama dengan Kamaluddin Harahap, Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri (masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah) telah menerima hadiah berupa uang sebesar Rp1,195 miliar dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut," kata Irene di Pengadilan TipikorJakarta, Kamis(31/3).

Terkait persetujuan terhadap LPJPAPBD Provinsi Sumut TA 2012,awalnyapada 29 Juli 2013 setelah rapat paripurna, Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut Nurdin Lubis, Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan dan Kabiro Keuangan Sekda Sumut Baharuddin Siagian meminta agar pimpinan DPRD yaitu Kamaluddin Harahap, Muhammad Afan, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang LPJP APBD Provinsi Sumut TA 2012.

Namun agar permintaan disetujui, DPRD Provinsi Sumut meminta kompensasi berupa uang yang disebut "uang ketok" sebesar Rp1,55 miliar untuk seluruh anggota DPRD Sumut. Gatot yang dilapori permintaan "uang ketok" pun memerintahkan Nurdin Lubis, Baharuddin Siagian, dan Randiman Tarigan untuk memenuhi permintaan uang tersebut dari beberapa satuan kerja perangkat daerah di Provinsi Sumut.

Wakil Ketua DPRD Sumut dari Fraksi PAN Kamaluddin Harahap kemudian memberikan catatan pembagian uang adalah untuk anggota DPRD masing-masing Rp12,5 juta, sekretaris fraksi masing-masing Rp17,5 juta, ketua fraksi masing-masing Rp20 juta, wakil ketua DPRD masing-masing Rp40 juta, dan ketua DPRD sebesar Rp77,5 juta kepada bendahara DPRD Muhammad Alinafiah.

Namun, sementara uang SKPD belum terkumpul padahal raperda akan segera disetujui maka Randiman mencari pinjaman kepada Anwar Al Haq sebesar Rp1,5 miliar, dan Randiman menambah sebesar Rp50 juta yang seharusnya diganti pada Januari 2014 dari uang beberapa SKPD setempat.Pada 2 September 2013, DPRD Provinsi Sumut pun memberikan persetujuan terhadap Pertangungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut TA 2012 dan disahkan sebagai Perda No. 7 Tahun 2013 pada 26 September.

"Beberapa waktu kemudian, bertempat di rumah terdakwa, sebagai anggota DPRD Provinsi Sumut sekaligus Ketua Fraksi Partai Golongan Karya menerima uang ketok sebesar Rp30 juta dari Muhammad Alinafiah," kata Irene lagi.

Terkait persetujuan perubahan APBD Sumut TA2013, Kamaludin meminta "uang ketok" kepada Nurdin Lubis sebesar Rp2,55 miliar dengan pembagian anggota DPRD masing-masing Rp15 juta, badan anggaran masing-masing Rp10 juta, sekretaris fraksi masing-masing Rp10 juta, ketua fraksi masing-masing Rp15 juta, wakil ketua DPRD masing-masing Rp50 juta, dan ketua DPRD sebesar Rp150 juta.

Gubernur Gatot memerintahkan permintaan itu terpenuhi, sehingga Baharuddin Siagian mengumpulkan uang dari SKPD hingga Rp2,55 miliar dan uang diserahkan kepada Muhammad Alinafiah. Setelah mengetahui uang sudah tersedia, maka pada 22 November 2013 dalam sidang paripurna, pimpinan dan anggota DPRD Sumut menyetujui Raperda tentang Perubahan APBD Sumut TA 2013.

"Bertempat di ruangan kerja atau di rumah terdakwa Gatot Pujo Nugroho melalui Muhammad Alinafiah menyerahkan uang sebesar Rp15 juta tambahan untuk anggota Banggar sebesar Rp10 juta dan tambahan untuk Ketua Fraksi Golkar sebesar Rp15 juta, sehingga keseluruhannya terdakwa menerima uang sebesar Rp40 juta, dan berikutnya di tempat lain Muhammad Alinafiah juga menyerahkan uang kepada seluruh anggota DPRD Provinsi Sumut lainnya," ujar Irene.

Untuk persetujuan APBD Sumut TA2014 dengan kronologis pada 14 November 2013, Kamaludin dan Wakil Ketua DPRD Sumut lain Sigit Pramono Asri menyampaikan permintaan proyek belanja modal senilai Rp1 triliun untuk seluruh anggota DPRD Sumut terkait persetujuan Raperda tentang APBD Sumut Tahun 2014.

Gatot mengatakan agar permintaan anggota DPRD Sumut tidak dalam bentuk proyek, tapi uang tunai yang dihitung sebesar lima persen dari Rp1 triliun yaitu sebesar Rp50 miliar. Meski sudah sepakat, pada Desember 2013, Kamaludin meminta agar disediakan "uang ketok" lebih dulu sebesar Rp6,2 miliar yang merupakan bagian Rp50 miliar dengan pembagian anggota DPRD masing-masing mendapat Rp50 juta, banggar DPRD sebesar Rp10 juta, sekretaris fraksi masing-masing Rp10 juta, ketua fraksi masing-masing Rp15 juta, dan wakil ketua DPRD masing-masing mendapat Rp75 juta serta ketua DPRD mendapat Rp200 juta.

Nurdin Lubis, Baharuddin Siagian, dan Randiman Tarigan mengumpulkan para kepala SKPD dan minta mengumpulkan uang sebesar 5 persen dari belanja langsung setiap SKPD kepada Baharuddin Siagian. "Yang mana terdakwa sebagai anggota DPRD Provinsi Sumut menerima uang sebesar Rp50 juta, kemudian menerima tambahan sebagai anggota Banggar DPRD Provinsi Sumut sebesar Rp10 juta, dan tambahan sebagai Ketua Fraksi Golkar sebesar Rp15 juta, sehingga pada Januari 2014 tersebut terdakwa menerima uang sebesar Rp75 juta," katanya.

Dalam pengumpulan dana SKPD itu, Gatot mengetahui ternyata ada kekurangan sebesar Rp20 miliar kepada Zulkarnain alias Zul Jenggot, dan Ajib meminta Zulkarnain berkomunikasi dengan Gatot untuk menjalin silaturahmi terkait dengan upaya interpelasi dari anggota DPRD Sumut dan agar DPRD Sumut dapat bertemu dengan Gatot.

Pertemuan akhirnya dilakukan pada April 2014 bersama dengan Fraksi PKS, PAN, Gerindra, PDI Perjuangan, Golkar, Demokrat, dan PPP untuk membicarakan sisa uang. "Akhirnya dilakukan penyerahan uang secara bertahap kepada terdakwa dan seluruh anggota DPRD Provinsi Sumut lainnya, dengan terdakwa menerima sebesar Rp700 juta ditambah dengan Rp150 juta, sehingga terkait persetujuan APBD Provinsi Sumut TA 2014 terdakwa menerima uang seluruhnya sebesar Rp925 juta," kata jaksa.

Keempat, anggota DPRD Sumut kembali meminta sebesar Rp200 juta per orang untuk keperluan persetujuan Raperda tentang APBD Provinsi Sumatera Utara TA 2015. Realisasinya, Gatot memerintahkan Kabiro Keuangan Sumut Ahmad Fuad Lubis untuk mengumpulkan dana dari SKPD-SKPD di lingkungan Pemprov Sumut dengan dibantu oleh Zul Jenggot.

Pada 8 September 2014, rapat paripurna memberikan persetujuan atas Raperda tentang APBD Sumut 2015. "Pada sekitar Februari 2015, terdakwa melalui Lidya Magdini yang merupakan istri terdakwa menerima uang sebesar Rp150 juta dari Ahmad Fuad Lubis dan melalui Ali Akbar Shah yang merupakan anak terdakwa sebesar Rp50 juta dari Ahmad Fuad Lubis melalui Zulkarnain, sehingga total menerima Rp200 juta," kata jaksa Ariawan Agustiartono.

Kelima, pembatalan pengajuan hak interpelasi tahun 2015. Pada Maret 2015, 57 anggota DPRD Sumut mengajukan interpelasi kepada Gatot.Namun Gatot meminta kepada terdakwa untuk mengagalkan rencana tersebut alasannya isu poligami Gatot merupakan urusan pribadi. Atas dasar itu, Gatot siap memberikan kompensasi sejumlah uang kepada anggota DPRD Sumut.Kompensasi yang diajukan Gatot adalah Rp15 juta untuk tiap-tiap anggota DPRD.

Gatot pun meminta Kepala Bada Kepegawaian Daerah Pandapotan Siregar dan Ahmad Fuad Lubis menyediakan dana Rp1 miliar untuk anggota DPRD Sumut, dan terkumpul Rp800 juta yang diserahkan kepada F-PDIP (Rp240 juta), F-Golkar (Rp175 juta), F-Gerindra (Rp195 juta), F-PAN (Rp90 juta), F-PKB (Rp90 juta), dan F-PPP (Rp60 juta).

Setelah menerima uang dari Gatot, dalam rapat Badan Musyawarah 53 anggota DPRD Sumut menolak mengajukan hak interpelasi, sedangkan sebanyak 35 orang menyatakan setuju untuk tetap mengajukan hak interpelasi. Atas perbuatan tersebut, Ajib didakwa dengan pasal subsidaritas yaitu pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1.

Ajib tidak mengajukan nota keberatan. "Izin yang mulia, sebelum sidang dimulai sudah berdiskusi dengan penasihat hukum dan kami sepakat untuk tidak mengajukan eksepsi," tandasnya. Sidang dilanjutkan pada Rabu, 6 April 2016.
Tags:

Berita Terkait