Uang 15 Juta Mengantarkan Hakim Ini Dipecat
Berita

Uang 15 Juta Mengantarkan Hakim Ini Dipecat

Sebelumnya sudah pernah diberikan sanksi oleh Badan Pengawasan MA.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Suasana Sidang MKH di gedung MA. Foto: Sgp
Suasana Sidang MKH di gedung MA. Foto: Sgp
Majelis Kehormatan Hakim (MKH) sepakat menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat alias dipecat kepada Falcon. Hakim Pengadilan Negeri Muara Teweh, Kalimantan Tengah, ini terbukti bertemu dengan pihak berperkara dan menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp15 juta. Sang hakim dinilai melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan hormat dan memerintahkan Ketua MA untuk menerbitkan surat pemberhentian sementara hakim terlapor (Falcon) hingga diterbitkan keputusan presiden,” ucap Ketua MKH Joko Sasmito dalam ruang sidang Wirjono Prodjodikoro gedung Mahkamah Agung, Rabu (13/4). Joko didampingi Sukma Violetta, Farid Wajdi, Sumartoyo (KY), Irfan Fachrudin, Amran Suadi, Maria Ana Samiati sebagai anggota MKH.

Awalnya, kasus ini dilaporkan ke KY pada 2014 silam oleh Ludewijk R Hanyi. Setelah ditindaklanjuti melalui proses pembuktian valid, KY merekomendasikan hakim Falcon dijatuhi hukuman berat berupa pemberhentian secara tidak hormat. Dia dinilia terbukti melanggar KEPPH, khususnya larangan bertemu dengan pihak berperkara dan menerima sesuatu saat menangani menjadi majelis perkara di PN Kasongan, Kalimantan Tengah.

Dalam pembelaannya, Hakim Terlapor mengaku bersalah bertemu dengan pihak berperkara dan menerima uang titipan sebesar 15 juta rupiah. Dana tersebut disepakati sebagai dana taktis kegiatan pengadilan negeri untuk berbagai keperluan. Faktanya, dengan uang pribadinya,  dana tersebut sudah dikembalikan kepada anak pelapor yang menjadi terdakwa, Lendra Sengah, karena pelapor telah meninggal dunia sebelum dirinya diperiksa KY.

Diakui Falcon, ada permintaan agar terdakwa dihukum 1 tahun penjara karena anak pelapor justru sebagai korban. Namun, dalam pertemuan tidak ada kesepakatan antara pelapor dan hakim Terlapor tentang berapa tahun hukuman yang akan dijatuhkan terhadap terdakwa (Lendra Sengah, anak pelapor). “Saya tidak pernah menjanjikan apapun kepada pelapor karena mengetahui jenis pelanggaran dan ingin memberikan hukuman sesuai hukum yang berlaku,” tutur Joko mengutip materi pembelaan Hakim Terlapor.

Menurut Hakim Terlapor penerimaan uang titipan tersebut bukan keinginan pribadinya, tetapi diperintahkan ketua majelis hakim perkara yang juga Ketua PN Kasongan saat itu. Setelah menerima uang tersebut, ia melapor kepada pimpinan sebelum putusan dibacakan. Saat musyawarah majelis tidak ada perbedaan pendapat, sehingga terdakwa tetap dihukum, sehingga uang titipan tersebut tidak mempengaruhi putusan.

“Tetapi, Hakim Terlapor mengaku bersalah melanggar KEPPH karena pernah bertemu dengan pihak berperkara dan menerima uang titipan dari pelapor. Terlapor memohon diberi kesempatan tetap menjadi hakim dan berjanji akan jujur dan tidak akan mengulangi kesalahannya kembali.Terlapor bersedia dikonfrontasi dengan ketua majelis dan hakim anggota lain dan bersedia menerima konsekuensinya,” tuturnya.

Namun, setelah mendengarkan pembelaan diri, Majelis tetap berkesimpulan bahwa Hakim Terlapor melanggar KEPPH karena terbukti bertemu dengan pihak berperkara dan menerima uang sebesar Rp15 juta. “Pembelaan diri Hakim Terlapor tidak diterima,” tegas Joko saat membacakan keputusan MKH.

Majelis juga menguraikan hal meringankan dimana Hakim Terlapor mengakui perbuatannya dan sudah mengembalikan dana yang diterimanya. Selain itu, Hakim Terlapor memiliki anak yang masih kecil dan istri tengah hamil. Sedangkan hal memberatkan Hakim Terlapor pernah menyangkal dalam persidangan, tetapi akhirnya mengakui perbuatannya. Tak hanya itu, Hakim Terlapor pernah dijatuhi sanksi oleh Badan Pengawasan MA dan tindakannya  telah merusak citra, wibawa dan martabat lembaga peradilan.

Keberatan
Falcon menyatakan keberatan dengan putusan pemberhentian ini. Sebab, ia sangat berharap masih diberi kesempatan menjadi hakim. “Saya berusaha jujur, tetapi tidak ada pertimbangan hati nurani. Saya hanya minta diberi kesempatan, bagaimana dengan anak dan istri saya yang sedang hamil? Padahal, saya hanya korban dari pimpinan,” kata Falcon.

Joko mengatakan keputusan ini hasil musyawarah(secara bulat) dan semuanya sudah dipertimbangkan. “Rekomendasi KY pemberhentian tidak hormat. Ini sudah kami turunkan (sanksinya). Nantinya, secara terpisah akan ada tindak lanjut dari pimpinan Saudara,” katanya.

Usai sidang, Juru Bicara KY Farid Wajdi mengatakan kasus ini bisa menjadi pembelajaran bahwa standar etika hakim memiliki strata yang cukup tinggi. Kategori jenis pelanggaran berat yang dimaksud tidak semata-mata didasarkan pada nilai transaksi. Namun, kasus ini lebih karena inisiatif awal terjadinya pelanggaran dimulai dari Hakim Terlapor.

“Kasus ini hendaknya menjadi pembelajaran bagi semua hakim agar dalam menjalankan tugas tidak mencoba mempermainkan kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait