Aturan Terkait Akuisisi Perlu Ditelaah Kembali
Berita

Aturan Terkait Akuisisi Perlu Ditelaah Kembali

Untuk membuka keran investasi.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla telah melakukan deregulasi terhadap berbagai aturan terkait dengan perizinan dan investasi. Selain itu, rantai birokrasi pun diperpendek. Tujuannya tak lain untuk membuka keran investasi lebih banyak masuk ke Indonesia.

Sayangnya, menurut Managing Partner Law Firm IABF, Ivan Ferdiansyah Baely, masih ada masalah yang harus diatasi terkait dengan peningkatan investasi asing. Ia menyebut, pengaturan merger dan akuisisi di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini perlu disempurnakan. Pasalnya, masih ada pasal-pasal yang menghambat penanaman modal asing di Indonesia.

Lebih lanjut Ivan menjelaskan, salah satu masalah krusial yang perlu dicarikan solusi adalah terkait dengan holding company. Sebagaimana diketahui, aturan di Indonesia tidak mengenal istilah tersebut. Sebab, UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyatakan setiap perusahaan harus mempunyai kegiatan usaha. Padahal, konsep holding company menekankan pada penyertaan modal, bukan kegiatan usaha.

Ivan menuturkan, saat ini sudah banyak perusahaan asing yang melirik Indonesia sebagai tempat menarik untuk menanamkan investasi. Sayangnya, kebanyakan dari mereka tidak mau serta merta masuk ke dalam bagian perusahaan Indonesia. Ivan mengatakan, berdasarkan pengalamannya banyak perusahaan asing yang ingin membuat holding company terlebih dahulu baru kemudian mengakuisisi beberapa perusahaan Indonesia setelah investasinya masuk.

“Misalnya, investor dari Cina. Mereka mengatakan tertarik untuk mengakuisisi beberapa perusahaan Indonesia, tetapi mau membuat holding terlebih dulu di sini. Namun, ini ditolak. Jadinya, mereka lari ke negara lain. Sayang sekali, padahal mereka bisa menanamkan investasinya di Indonesia,” ujar Ivan di sela-sela Pelatihan Hukumonline mengenai seluk-beluk aspek hukum merger dan akuisisi perusahaan di Hotel Harris Jakarta, Rabu (20/4).

Dirinya menyoroti, beberapa masalah teknis juga masih menjadi kendala dalam proses merger dan akuisisi di Indonesia. Ivan mencontohkan, firma hukumnya pernah mengalami hal pahit lantaran aplikasi yang diajukan kepada pihak pemerintah harus tersendat selama satu bulan. Penyebabnya, aplikasi itu rupanya masuk ke bagian yang salah.

“Memang birokrasi dan masalah teknis di negeri kita juga masih menjadi problem. Kadang kala kendala IT juga menghambat,” tambahnya.

Kendati demikian, Ivan menilai dalam masa mendatang tren akuisisi masih akan banyak terjadi. Terutama, menurutnya ada dampak yang dibawa dari pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Ivan mengatakan, investasi dari negara-negara kawasan Asia Tenggara semakin banyak yang masuk ke Indonesia dan dilakukan dengan akuisisi terhadap perusahaan yang telah ada.

Ivan memang enggan menilai apakah pertumbuhan itu signifikan atau tidak. Namun, ia menghitung cukup banyak penambahan yang terjadi. Selain itu, tak semua investasi dari negara lain di kawasan Asia Tenggara juga murni dari perusahaan domestik negara tersebut. Ada beberapa investor yang melakukan penanaman modal asing di negara kawasan yang kemudian masuk ke Indonesia.

Partner IABF Almaida Askandar, menilai akuisisi di sektor tambang akan meningkat dalam waktu dekat ini. Ia memprediksi, kebijakan pemerintah untuk melakukan moratorium izin tambang membawa dampak yang cukup siginifikan bagi perusahaan tambang skala kecil. Pasalnya, di tengah harga tambang terutama batubara yang anjlok, sulit bagi perusahaan kecil untuk bisa bertahan.

“Pada akhirnya, pilihannya ya melakukan merger atau akuisisi. Perusahaan-perusahaan besar lah yang kemudian bertahan,” imbuh Maida.

Hal serupa juga diprediksi Maida akan terjadi pada sektor perkebunan kelapa sawit. Hanya saja, Maida menghitung bahwa moratorium perkebunan kelapa sawit tak akan berdampak seluas pada sektor tambang. Sebab, harga kelapa sawit yang masih relatif menarik membuat perusahaan masih banyak yang bisa bertahan.

Di sisi lain, Maida mengkritisi rencana Menteri BUMN melakukan akuisisi terhadap Newmont Nusa Tenggara. Ia mengingatkan, prinsip akuisisi adalah kerelaan pemilik saham untuk menjual sahamnya. Dengan demikian, ia mengingatkan agar kekuasaan pemerintah tidak bisa digunakan untuk memaksa pihak manapun melepas saham yang dimiliki.

Ivan juga mengatakan, pemerintah harus hati-hati dan penuh perhitungan dalam mengambil langkah terkait rencana tersebut. Menurutnya akan berbeda jika pemerintah mengambil alih ketika kontrak Newmont berakhir. “Jangan sampai ini menjadi preseden buruk bagi investasi. Kemudian investasi asing malah jadi menyusut. Akuisisi itu berbeda dengan nasionalisasi,” tuturnya.

Tags:

Berita Terkait