Dua Advokat Dihukum Penjara 1 Tahun 6 Bulan
Utama

Dua Advokat Dihukum Penjara 1 Tahun 6 Bulan

Hakim meyakini bahwa kedua terdakwa melakukan tindak pidana pemalsuan surat.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Suasana pembacaan vonis dua advokat, Timotius Simbolon dan Jemmy Makolensang, di PN Jaksel. Foto: HAG
Suasana pembacaan vonis dua advokat, Timotius Simbolon dan Jemmy Makolensang, di PN Jaksel. Foto: HAG
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya membacakan putusan perkara yang menyangkut dua advokat, Timotius Simbolon dan Jemmy Mokolensang, Senin (25/4). Keduanya dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan dan juga membayar biaya perkara sebesar Rp5 ribu.

"Mengadili, Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Menjatuhkan pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Membebankan biaya perkara sebesar Rp5.000," ujar Ketua Majelis Hakim Made Sutrisna.

Hakim juga sama sekali tidak memberikan dasar pemaaf dan pembenar untuk kedua terdakwa. Hal tersebut didasarkan oleh keyakinan Hakim yang menganggap bahwa kedua terdakwa melakukan tindak pidana pemalsuan surat.

"Menolak semua dalil pembelaan dari Terdakwa. Semua unsur tindak pidana Pasal 263 KUHP terpenuhi. Majelis tidak menemukan dasar pemaaf dan pembenar. Majelis menemukan keyakinan terdakwa melakukan tindak pidana sehingga terdakwa terbukti bersalah dan dijatuhi pidana. Selama persidangan, Terdakwa juga tidak mengakui perbuatannya," jelas Hakim Made.

Pasal 263 KUHP yang berbunyi: (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Penasehat Hukum Terdakwa, Freddy Simatupang, mengatakan putusan terhadap dua advokat tersebut merupakan putusan yang sangat ceroboh. Pasalnya, Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan keterangan yang disampaikan oleh ahli dan saksi pafa saat persidangan.

"Profesionalitas advokat sudah dibuat, analisa surat dan keterangan ahli dan instansi tidak diungkap secara utuh. Hanya digiring sesuai dengan kemauan jaksa. Sekarang kalau palsu mana aslinya? Tidak pernah ditunjukan di pengadilan," tuturnya.

"Apakah dokumen yang dimilikinya sah atau tidak dan kemudian juga ada legalisasi dari notaris yang menyatakan dokumen sah. Juga keterangan ahli yang menyatakan bahwa dakwaan yang dijatuhkan terhadap terdakwa ini atas pemalsuan surat itu tidak sah. Mengapa? Karena orang yang melakukan pelaporan adalah polisi atau penyidik yang tidak pernah diperiksa dalam persidangan ini,” kataya.

“Pegawai BCA yang tidak mengwakili institusi BCA tidak pernah melaporkan mengenai Pasal 263 KUHP. Dia melaporkan mengenal Pasal 167 KUHP. Jadi Majelis tidak mempertimbangkan pendapat ahli dsan keterangan saksi lainya. Kode etik menyatakan tidak salah, majelis hakim sangat ceroboh tidak memasukan dalam pertimbangan," tambahnya.

Selain itu, dia sangat meyakini bahwa dua advokat tersebut telah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya yaitu dengan menanyakan dan memeriksa terlebih dahulu surat eingendom dari klien advokakat tersebut.

"Kalau majelis bilang tidak teliti, bagaimana tidak telitinya? Sudah dilegalisir di notaris, dan dikonfrontir dengan saksi-saksinya. Seandainya dua advokat ini tidak meminta atau menanyakan mengenai surat sebelumnya mungkin saya sepakat dengan majelis. Lah ini sudah dicek lebih awal dan sudah menerapkan kehati-hatian. Kalau tidak hati-hati sudah dinyatakan salah oleh etik. Ini putusan etik menyatakan tidak bersalah tetapi tidak dipertimbangkan," paparnya.

Selanjutnya, pihak terdakwa yang diwakili oleh Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) menyatakan akan melakukan banding atas putusan tersebut. Selain itu juga akan melaporkan Hakim Made ke Komisi Yudisial (KY), Badan Pengawasan dari MA. "Kita akan banding, ini bagi saya adalah terburuk. Ini kriminalisasi advokat. Akan melaporkan Hakim Made ke KY dan kalau perlu dilaporkan secara pidana," tutupnya.

Untuk diketahui, kasus pertanahan dua advokat terpaksa duduk di kursi terdakwa,Timotius Tumbur Simbolon dan Jemmy Mokolensang yang diduga melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Pasal 167 ayat (1) jo Pasal 4 KUHP jo Pasal 5 ayat (1) ke 1 KUHP. Namun, dalam putusannya hakim menyatakan bahwa unsur pada Pasal 167 KUHP tidak terpenuhi sehingga keduanya tidak terbukti melakukan tindak pidana tersebut.

Tags:

Berita Terkait