Otak-Atik Pasal Raperda, Bos Podomoro Didakwa Suap Sanusi Rp2,5 M
Berita

Otak-Atik Pasal Raperda, Bos Podomoro Didakwa Suap Sanusi Rp2,5 M

Ariesman dan Trinanda tidak mengajukan eksepsi.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Ariesman dan Trinanda saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Ariesman dan Trinanda saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk (APL) Ariesman Widjaja bersama-sama asisten pribadinya, Trinanda Prihantoro didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Penyuapan itu dilakukan Ariesman dengan cara memberikan uang kepada Sanusi secara bertahap melalui Trinanda. Penuntut umum KPK Ali Fikri mengatakan, pemberian uang Rp2,5 miliar dimaksudkan agar Sanusi membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, serta mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman.

"Sesuai keinginan terdakwa selaku Presiden Direktur PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MWS) agar mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta," katanya saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/6).

Sebelum penerbitan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, pada 2010, menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau D dan 2A kepada PT Kapuk Naga Indah (KNI). Kemudian, pada 2012, Fauzi kembali menerbitkan persetujuan prinsip reklamasi untuk Pulau A, B, C, E kepada PT KNI melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No.1417/2012 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau 1 dan 2B. Selain itu, Fauzi menerbitkan persetujuan prinsip reklamasi untuk Pulau G kepada PT MWS, Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Pakci (JKP), dan Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo (JP) melalui Surat Gubernur DKI Jakarta No.1291/-1.794.2 tanggal 21 September 2012.

Menindaklanjuti persetujuan prinsip reklamasi, pada 18 Maret 2014, Basuki T Purnama alias Ahok selaku Wakil Gubernur DKI Jakarta melakukan rapat yang dihadiri Ariesman dan Liem David Halim untuk membahas kewajiban tambahan yang akan dikenakan kepada penerima persetujuan prinsip reklamasi Pantai Utara Jakarta. Pada 10 Juni 2014, Ahok yang kala itu menjabat Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta menerbitkan perpanjangan persetujuan prinsip reklamasi Pulau G, I, dan F.

Selanjutnya, Ahok mengeluarkan SK Gubernur DKI Jakarta No.2238 Tahun 2014 tanggal 23 Desember 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT MWS, No.2269 Tahun 2015 tanggal 22 Oktober 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I kepada PT JKP, dan No.2268 Tahun 2015 tanggal 22 Oktober 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F kepada PT JP yang bekerja sama dengan PT Agung Dinamika Perkasa (ADP).

Dalam izin pelaksanaan reklamasi Pulau G yang diterbitkan Ahok, PT MWS dikenakan kewajiban, kontribusi, dan tambahan kontribusi. PT MWS, PT ADP, dan PT JKP merupakan perusahaan-perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT APL. Sementara, PT KNI adalah anak perusahaan Agung Sedayu Group. PT KNI bersama-sama PT MWS, PT ADP, dan PT JKP memerlukan adanya Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta sebagai dasar hukum, antara lain untuk dapat mendirikan bangunan pada tanah reklamasi.

Setelah seluruh tahapan pembahasan dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta, Ahok mengirimkan surat tertanggal 16 November 2015 kepada Ketua DPRD DKI Jakarta perihal Usul Pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. "Ariesman secara khusus menugaskan Trinanda untuk mengkompilasi masukan dari beberapa pengembang reklamasi, antara lain PT MWS dan mengikuti perkembangan proses pembahasannya di DPRD DKI Jakarta untuk memastikan semua hal yang akan disepakati dalam Raperda dapat diterima oleh Ariesman," ujar Ali.

Pada pertengahan Desember 2015, Wakil Ketua merangkap Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik, Sanusi (anggota Balegda), Prasetyo Edy Marsudi (Ketua DPRD DKI Jakarta), Mohamad Sangaji alias Ongen Sangaju (anggota Balegda), dan Selamat Nurdin (Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta) melakukan pertemuan dengan Sugianto Kusuma alias Agung selaku pendiri Agung Sedayu Group dan Ariesman untuk membahas percepatan pengesahan Raperda.

Sekitar akhir Januari 2016, Ariesman mengarahkan Trinanda berkoordinasi dengan Sanusi guna menyampaikan masukan draft Raperda untuk kepentingan PT APL. Atas arahan itu, Trinanda menemui Sanusi di Lobby Fraksi Gerindra lantai 2 Kantor DPRD DKI Jakarta dan mengambli draft Raperda.

Ternyata, menurut Ali, dalam Pasal 116 ayat (6) draft Raperda, ada ketentuan yang mengatur kewajiban, kontribusi, dan tambahan kontribusi bagi pengembang. Pasal 116 ayat (11) mengatur, tambahan kontribusi dihitung sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenakan.

Lantas, pada Februari 2016, Ariesman melakukan pertemuan dengan Sanusi, Aguan, dan Richard Haliem Kusuma alias Yung Yung di kantor Agung Sedayu Group di lantai 4 Pusat Pertokoan Harco Glodok, Mangga Dua, Jakarta Pusat. Aguan menyampaikan kepada Sanusi agar menyelesaikan pekerjaannya terkait pembahasan dan pengesahan Raperda.

Setelah itu, pada 15 Februari 2016, Balegda bersama Pemprov DKI Jakarta melakukan pembahasan Raperda yang dihadiri Taufik, Sanusi, Bestari Barus, Yuliadi, Kepala Bappeda Provinsi DKI Jakarta Tuty Kusumawati, dan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefullah. Beberapa anggota Balegda, termasuk Sanusi menginginkan tambahan kontribusi 15 persen tidak dicantumkan dalam Raperda dengan alasan nilai tersebut dapat memberatkan para pengembang reklamasi.

Dalam pertemuan berikutnya, beberapa anggota Balegda, termasuk Sanusi tetap menghendaki tambahan kontribusi 15 persen dihilangkan dari Raperda dan mengusulkan supaya diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub). Terhadap masukan Balegda, Ahok pun menyetujui tambahan kontribusi 15 persen akan diatur selengkapnya dalam Pergub.

Alhasil, Pemprov DKI Jakarta kembali menyerahkan draft Raperda pada 22 Februari 2016, dimana tidak lagi mencantumkan ketentuan tambahan kontribusi 15 persen, tetapi akan diatur lebih lanjut dalam Pergub. Akan tetapi, Ariesman masih merasa keberatan karena ketentuan tambahan kontribusi tidak benar-benar dihilangkan dalam draft Raperda.

Ariesman kembali bertemu Aguan, Richard, dan Sanusi di kantor Agung Sedayu Group pada 1 Maret 2016. Ariesman meminta Sanusi mengubah pasal Raperda dengan menghilangkan ketentuan mengenai tambahan kontribusi 15 persen. Namun, Sanusi menjawab, ketentuan itu tidak bisa dihilangkan, tetapi dapat diatur dalam Pergub.

Ali mengungkapkan, Ariesman tetap mencoba melobi Sanusi. Ariesman merasa tambahan kontribusi 15 persen terlalu berat bagi perusahaannya. Ariesman menjanjikan akan memberikan Rp2,5 miliar kepada Sanusi jika pasal tambahan kontribusi dimasukan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi. "Sebab, Ariesman khawatir jika tanpa ada penjelasan, nilai tambahan kontribusi tidak jelas. Sanusi pun menyetujuinya," ucapnya.

Akhirnya, Sanusi mengubah rumusan penjelasan Pasal 110 ayat (5) huruf c, dari yang semula "cukup jelas" menjadi "tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang".

Mengetahui adanya tambahan itu, Ahok menolak dan menuliskan disposisi "gila, kalau seperti ini bisa pidana korupsi". Membaca disposisi Ahok, Taufik meminta Kepala Sub Bagian Raperda Sekretaris Dewan Provinsi DKI Jakarta Dameria Hutagalung mengubah penjelasan terkait tambahan kontribusi, dari semula "cukup jelas" menjadi ketentuan Pasal 111 ayat (5) huruf c, yang isinya "yang dimaksud dengan kewajiban tambahan kontribusi adalah kewajiban yang disepakati dalam perjanjian kerja sama antara Pemerintah Daerah dan pemegang izin reklamasi dalam rangka penataan kembali daratan Jakarta terkait dengan pelaksanaan konversi kewajiban konstruksi".

Walau begitu, pada 11 Maret 2016, Sanusi menghubungi Trinanda dan mengatakan bahwa Taufik, Ahok, dan Saefullah seolah-olah sudah sepakat bahwa nilai kontribusi tetap 5 persen, sedangkan tambahan kontribusi adalah 15 persen dari NJOP kontribusi yang 5 persen, bukan dari NJOP keseluruhan tanah yang dijual.

"Sanusi mengatakan kepada Trinanda, 'nah, nanti lu serah terima itu berdasarkan nilai lima belas persen dari lima persen. Ngerti nggak lu?', yang kemudian dijawab Trinanda, 'Oooo... iya. Saya ngerti, saya ngerti yang Ariesman tanya'. Lebih lanjut, Sanusi menjelaskan, 'jalan tengah tetap ada tambahan kontribusi, tetapi nilainya bisa meng-cover yang punya lu gitu ya'," tutur Ali mengutip pembicaraan Sanusi dan Trinanda.

Mengingat keinginan Ariesman sudah diakomodir, Sanusi menagih uang yang telah dijanjikan sebelumnya. Pada 28 Maret 2016, Sanusi memerintahkan staf pribadinya, Gerry Prastia untuk meminta uang kepada Ariesman melalui Trinanda. Setelah uang tersedia, Trinanda menghubungi Gerry. Ariesman meminta stafnya, Berlian Kurniawati dan Catherine Lidya untuk mempersiapkan uang tunai sejumlah Rp1 miliar. Uang dimasukan ke dalam tas laptop dan diserahkan kepada Trinanda, lalu Trinanda menyerahkan uang kepada Gerry untuk disampaikan kepada Sanusi.

Pada 30 Maret 2016, Sanusi memerintahkan Gerry untuk meminta uang kepada Ariesman melalui Trinanda. Gerry mengirimkan SMS ke Trinanda, "Pak, si Om minta lagi kuenya" yang dibalas Trinanda, "Oke ntar dikonfirmasi lagi". Keesokan harinya, Trinanda menghubungi Gerry melalui SMS, "Mas, kl mo ambil kue jgn lupa bawa keranjangnya ya", yang dijawab Gerry, "Ok pak, kpn bsa d ambil pak", lalu dibalas lagi, "Kalo ud selesai nanti sy kbri ya mas, mdh2an cepet selesai".

Tak lama, Ariesman menyetujui dan memerintahkan Berlian dan Catherine untuk mempersiapkan uang tunai sejumlah Rp1 miliar. Uang itu diserahkan ke Trinanda untuk selanjutnya disampaikan kepada Sanusi melalui Gerry. Saat bertemu Gerry, Trinanda menanyakan soal draft finalisasi Raperda, tetapi Gerry tidak mengetahuinya.

Lalu, Trinanda mengajak Gerry ke ruang rapat di lantai 46 APL Tower. Trinanda menyerahkan uang Rp1 miliar yang dimasukan ke dalam tas ransel warna hitam kepada Gerry untuk diberikan kepada Sanusi. Selanjutnya, Gerry menemui Sanusi di FX Mall Senayan, Jakarta Selatan yang datang dengan menggunakan mobil Jaguar hitam. Gerry masuk dari pintu belakang dan menyerahkan ransel berisi uang Rp1 miliar kepada Sanusi.

Namun, sambung Ali, ketika ke luar dari area FX Mall, petugas KPK menghentikan mobil Jaguar yang dikendarai Sanusi. Petugas menangkap Sanusi dan menyita uang Rp1 miliar. Beberapa saat, KPK juga menangkap Trinanda, sedangkan keesokan harinya pada 1 April 2016, Ariesman menyerahkan diri ke kantor KPK.

Atas perbuatannya, Ariesman didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sama halnya dengan Trinanda yang dakwaannya dibacakan secara terpisah oleh penuntut umum yang sama.

Menanggapi dakwaan penuntut umum, Ariesman tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Begitu pula Trinanda. Pengacara Ariesman dan Trinanda, Adardam Achyar menyatakan alasan mereka tidak mengajukan eksepsi karena ingin proses persidangan cepat selesai. Lagipula, kasus Ariesman dan Trinanda ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT).

"Ini kan sudah OTT ya. Lebih baik segala keberatan kami itu, kami ajukan di dalam nota pembelaan (pledoi). Kalau azas peradilan itu kan cepat, sederhana, dan biaya ringan, sehingga terdakwa memerlukan bagaimana perkaranya bisa diperiksa, disidangkan, dan diputus secepat-cepatnya," tuturnya.
Tags:

Berita Terkait