KPK Tanyakan Sanusi Soal Penggusuran Kalijodo yang Dibiayai Swasta
Berita

KPK Tanyakan Sanusi Soal Penggusuran Kalijodo yang Dibiayai Swasta

Sanusi tidak mengetahui apa komitmen pengembang dengan Ahok maupun Pemprov DKI Jakarta.

NOV
Bacaan 2 Menit
KPK Tanyakan Sanusi Soal Penggusuran Kalijodo yang Dibiayai Swasta
Hukumonline
Ada pertanyaan baru yang diselipkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemeriksaan mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Pengacara Sanusi, Krisna Murthi mengaku, di ujung pemeriksaan kliennya, penyidik menanyakan soal penggusuran Kalijodo yang dibiayai pihak swasta, dalam hal ini pengembang reklamasi.

"Justru kaget, penyidik juga menanyakan itu kepada Bang Uci (Sanusi). Artinya, kalau kita melihat di sini, penyidik mempunyai fakta-fakta riil atau bukti terkait itu. Soalnya, dipertanyakan kepada Bang Uci, mengetahui atau tidak tentang adanya barter itu (penggusuran Kalijodo yang dibiayai pengembang reklamasi)," katanya, Rabu (11/5).

Atas pertanyaan penyidik, menurut Krisna, Sanusi menyatakan tidak tahu-menahu soal penggusuran Kalijodo yang dibiayai oleh pengembang. Sanusi hanya menyampaikan, apabila memang penggusuran Kalijodo dibiayai oleh pihak swasta untuk kepentingan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, betapa bahayanya.

Pernyataan itu disampaikan Sanusi saat diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Trinanda Prihantoro, asisten Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja. Awalnya, penyidik memberikan pertanyaan pendalaman seputar pembahasan Raperda dan pertemuan-pertemuan Sanusi dengan Ariesman.

Belakangan, penyidik menanyakan apakah Sanusi mengetahui soal penggusuran Kalijodo yang dibiayai oleh pihak swasta. Krisna menjelaskan, dalam kasus ini, pengembang melakukan pendekatan kepada dua sisi, baik DPRD maupun Pemprov DKI Jakarta. Sanusi cuma bisa menerangkan pertemuannya dengan Ariesman.

"Ya, artinya ada beberapa tanggal, pertemuan di mana, berikut masalah Ariesman. Tapi, apa yang dilakukan pengembang terhadap pertemuan pada Pak Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama), apa yang dikomitmenkan dengan Pemprov atau Pak Ahok sendiri, Bang Uci tidak mengetahui sama sekali," ujarnya.

Beredar kabar, dugaan penggusuran Kalijodo yang dibiayai pengembang reklamasi ini berkaitan dengan tambahan kontribusi 15 persen yang ditetapkan Ahok dalam Surat Keputusan Gubernur DKI tentang izin pelaksanaan reklamasi. Namun, dalam pemberitaan media, Ahok telah membantah jika penggusuran Kalijodo dibiayai pengembang.

Pengacara Ariesman, Adardam Achyar, melalui pesan singkat kepada hukumonline pun telah membantah jika APL membiayai penggusuran Kalijodo. Ia juga tidak mengetahui perihal realisasi tambahan kontribusi di awal dalam bentuk pembiayaan proyek yang nanti akan dikonversikan dan dikurangkan ke dalam besaran tambahan kontribusi pengembang.

Sebaliknya, Adardam mempertanyakan, bagaimana bisa ada realisasi tambahan kontribusi 15 persen di awal jika Raperda yang mengatur mengenai tambahan kontribusi belum disahkan di DPRD DKI Jakarta. "Kalau bicara 15 persen, kan 15 persen belum disahkan dalam bentuk Perda. Jadi, apa yang mau diimplementasikan?," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, setidaknya Ahok telah mengeluarkan empat izin pelaksanaan reklamasi, yaitu PT Muara Wisesa Samudra (cucu perusahaan PT APL) untuk pelaksanaan reklamasi Pulau G, PT Jakarta Propertindo Pulau F, PT Jaladri Kartika Pakci Pulau I, dan PT Pembangunan Jaya Ancol Pulau K.

Memang, pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang memuat ketentuan kontribusi tambahan 15 persen untuk para pengembang reklamasi masih belum disahkan. Pembahasan Raperda masih terganjal karena belum adanya kesepakatan antara DPRD dan Pemprov DKI Jakarta.

Mulanya, ketidaksepakatan hanya mengenai besaran tambahan kontribusi. DPRD DKI Jakarta meminta agar tambahan kontribusi diturunkan menjadi 5 persen dan dapat diambil di awal dengan mengkonversi besaran kontribusi tersebut. Namun, Pemprov DKI Jakarta masih bertahan dengan besaran tambahan kontribus 15 persen.

Entah mengapa, setelah Sanusi ditangkap KPK atas dugaan suap pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, ketidaksepakatan DPRD DKI Jakarta beralih ke seluruh poin tentang tambahan kontribusi.

Usai diperiksa KPK beberapa waktu lalu, Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik yang juga merupakan kakak Sanusi sempat menyatakan, tambahan kontribusi tidak mempunyai dasar hukum. Padahal, sebelumnya, DPRD DKI Jakarta justru berupaya menurunkan besaran kontribusi tambahan dari 15 persen menjadi 5 persen dan dapat diambil di awal.

Bahkan, Taufik menambahkan, yang menjadi permasalahan dalam pembahasan Raperda adalah mengenai izin. Ia berpendapat, untuk apa ketentuan terkait izin reklamasi dimasukan di dalam Raperda. Toh, sebelum Raperda disahkan, Ahok telah menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi untuk beberapa pengembang.

Belum diketahui apa maksud pihak DPRD DKI Jakarta. Yang pasti, dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni Sanusi, Ariesman, dan Trinanda. Sanusi diduga menerima suap dari Ariesman sejumlah Rp2 miliar melalui Trinanda. Pemberian uang diduga untuk mempengaruhi pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta.

Dari hasil penangkapan Sanusi, KPK menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar. Kemudian, KPK kembali menyita uang sekitar Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi dan AS$10 ribu dari brankas Sanusi. Akan tetapi, dugaan suap ini telah dibantah pengacara Sanusi maupun pengacara Ariesman. Uang AS$10 ribu juga diakui Sanusi sebagai hasil bisnis properti.
Tags:

Berita Terkait