Perlu Anda Tahu! Penghasilan Tidak Kena Pajak Naik
Utama

Perlu Anda Tahu! Penghasilan Tidak Kena Pajak Naik

Besaran kenaikan adalah 50 persen dari PTKP tahun 2015.

Oleh:
FITRI N. HERIANI
Bacaan 2 Menit
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Foto: RES
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Foto: RES

Pemerintah akhirnya menaikkan besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besaran kenaikan PTKP sebesar 50 persen dari besaran PTKP yang berlaku tahun 2015. Dengan demikian, seluruh Wajib Pajak (WP), perusahaan atau perorangan, sudah dapat menyesuaikan perhitungan besaran pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau besaran PPh terutang dengan menggunakan PTKP yang baru untuk tahun pajak 2016 dan sesudahnya. Kebijakan menaikkan PTKP pernah mendapat lampu hijau dari DPR.

Adapun besaran PTKP untuk tahun 2016 adalah menjadi Rp54 juta per tahun, atau Rp4,5 juta per bulan. Secara rinci, jumlah PTKP untuk Wajib Pajak (WP) dengan status tidak kawin (TK/0) menjadi Rp54 juta per tahun. Untuk WP dengan status kawin tanpa tanggungan/anak (K/0) menjadi Rp58,5 juta per tahun; WP dengan status kawin dengan satu tanggungan/anak (K/1) menjadi Rp63 juta per tahun; WP dengan status kawin dengan dua tanggungan/anak (K/2) menjadi Rp67,5 juta per tahun; dan WP dengan status kawin dengan tiga tanggungan/anak (K/3) menjadi Rp72 juta per tahun.

Sementara itu, untuk WP dengan status kawin, penghasilan istri digabung tanpa tanggungan/anak (K/I/0) PTKP-nya menjadi Rp112,5 juta per tahun; WP dengan status kawin, penghasilan istri digabung dengan satu tanggungan/anak (K/I/1) menjadi Rp117 juta per tahun; WP dengan status kawin, penghasilan istri digabung dengan dua tanggungan/anak (K/I/2) menjadi Rp121,5 juta per tahun; dan WP dengan status kawin, penghasilan istri digabung dengan tiga tanggungan/anak (K/I/3) menjadi Rp126 juta per tahun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menegaskan sudah ada payung hukum perubahan PTKP tersebut. “PMK sudah saya tanda tangani, berlaku untuk tahun pajak 2016,” kata Bambang saat konperensi pers di Jakarta, Rabu (22/6).

Bambang menjelaskan, kebijakan penyesuaian PTKP dilatarbelakangi oleh kondisi perekonomian yang menunjukkan kecenderungan perlambatan sejak tahun 2013. Hingga pada Triwulan I tahun 2016 perekonomian hanya tumbuh sebesar 4,9 persen. Kinerja ekonomi negara mitra dagang utama yang melambat, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, menjadi salah satu faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 pertumbuhan ekonomi disepakati 5,2 persen. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut, perlu ditopang salah satunya oleh tingkat konsumsi masyarakat yang stabil. Dalam kaitan ini, PTKP diharapkan menjadi salah satu faktor yang menjaga daya beli masyarakat.

Sebagai bagian pendapatan masyarakat yang digunakan untuk konsumsi pokok, PTKP, berkaitan erat dengan Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dengan basis perhitungan berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL). UMP/UMK dapat dijadikan sebagai salah satu indikator dalam pengambilan kebijakan ini.

Besaran UMP tahun 2016 berkisar antara Rp17,1 juta per tahun di Nusa Tenggara Timur hingga Rp37,2 juta per tahun di DKI Jakarta. Beberapa provinsi tidak menetapkan UMP melainkan menetapkan UMK untuk masing-masing kota/kabupaten. Penyesuaian UMP dan UMK telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir di hampir semua daerah. Kenaikan rata-rata UMP 2016 sebesar 11,95 persen dibandingkan UMP tahun 2015. Kabupaten Karawang memiliki UMK terbesar saat ini (2016) yaitu berkisar Rp39,6 juta per tahun, telah melebihi besaran PTKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang saat ini berlaku.

Kebijakan menaikkan PTKP ini didasarkan pada data yang dimiliki BPS. Data BPS menunjukkan rata-rata rumah tangga Indonesia berstatus kawin dengan 2 anak. Karena itu, rata-rata PTKP untuk satu keluarga sebesar Rp67,5 juta setahun. Penyesuaian besaran PTKP mulai diberlakukan sejak Januari 2016.

Penyesuaian PTKP ini akan juga diyakini akan berdampak baik pada sisi penerimaan pajak maupun pada perekonomian secara luas. Dari sisi penerimaan pajak, kenaikan PTKP berarti akan menurunkan nilai Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang selanjutnya akan berpotensi terjadinya penurunan penerimaan PPh Orang Pribadi dibandingkan proyeksi penerimaan sebelum dilakukan penyesuaian.

Namun demikian, penurunan ini akan terkompensasi oleh adanya peningkatan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan PPh Badan. Hal ini disebabkan adanya penambahan tax base dari ketiga jenis pajak tersebut.

Bambang mengakui kenaikan PTKP berpotensi menurunkan pertumbuhan penerimaan pajak. Ia berharap dari sisi ekonomi makro kebijakan ini berdampak positif, terutama dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Penyesuaian PTKP akan mendorong naiknya pendapatan siap belanja (disposable income) yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan aggregat baik melalui konsumsi rumah tangga maupun investasi.

Bambang juga berharap kebijakan ini, dari sisi sektor riil, memberikan tambahan serapan tenaga kerja dan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Oleh karena itu, kebijakan kenaikan PTKP ini diharapkan dapat menjadi stimulus tambahan bagi perekonomian nasional di paruh kedua tahun 2016 dan tahun berikutnya.
Tags:

Berita Terkait