Presiden: Program Pengampunan Pajak Hanya Sekali Ini
Berita

Presiden: Program Pengampunan Pajak Hanya Sekali Ini

Pemerintah harus menjawab skeptisme masyarakat dengan kerja keras dan koordinasi yang baik.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Presiden Joko Widodo. Foto: RES
Presiden Joko Widodo. Foto: RES
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa program pengampunan pajak saat ini merupakan kesempatan yang terakhir. Ia memastikan, program pengampunan pajak tidak akan terulang lagi. “Jadi tax amnesty ini adalah kesempatan yang tidak akan terulang lagi, ini yang terakhir, yang mau menggunakan silakan, yang tidak hati-hati,” katanya sebagaimana dikutip dari laman Setkab, Jumat (1/7).

Lebih lanjut ia mengingatkan, pada tahun 2018 mulai berlaku rezim keterbukaan total informasi perpajakan. Dengan demikian, semua orang yang menyimpan uang di luar negeri akan ketahuan. Meskipun, saat ini sebenarnya pemerintah sudah tahu, mengantongi nama.

“Saya sudah wanti-wanti betul, yang pegang nama-nama itu saya, Menteri Keuangan, dan Dirjen Pajak. Hanya itu. Nanti tinggal saya undang satu per satu, namanya jelas, simpannya di mana juga jelas, by name, by address, paspornya ada semuanya. Jadi tidak usah nunggu 2018,” ungkap Jokowi.

Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa ada ribuan triliun dana yang diparkir di luar negeri. Untuk itu, dirinya berharap agar dana-dana tersebut bisa berbondong-bondong dibawa kembali ke Indonesia bermodal payung hukum UU Pengampunan Pajak.

Lebih dari itu, ia menjelaskan bahwa pengampunan pajak bukan semata-mata memberikan pengampunan pajak tapi repatriasi aset. Menurutnya, hal ini membawa makna yang lebih luas, yakni pengembalian modal yang tersimpan di bank luar negeri atau di cabang bank luar negeri ke Indonesia. Diharapkan mereka nantinya bisa menaruh kembali asetnya di Indonesia seiring dengan perkembangan kerja sama perpajakan internasional.

“Peluang itulah, kata Presiden, yang ingin ditangkap, ingin dimanfaatkan pemerintah. UU Pengampunan Pajak ini memberikan payung hukum yang jelas, sehingga semuanya tidak usah ragu-ragu, tidak usah takut, dan diharapkan potensi yang besar sekali itu betul-betul bisa kembali semuanya,” tandasnya.

Jokowi juga mengingatkan Dirjen Pajak untuk mereformasi diri untuk lebih profesional. Ia meminta petugas pajak bisa menunjukan integritas dan tanggung jawab besar. “Jangan ada yang coba main-main dengan urusan tax amnesty dan perpajakan, akan saya kawal sendiri, akan saya awasi sendiri dengan cara saya,” tuturnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mengapresiasi rencana pemerintah untuk melakukan rekonsiliasi dan upaya-upaya terobosan mengatasi kemandekan dan kebuntuan ekonomi. Ia menilai, pengampunan pajak berpeluang merepatriasi dana yang tersimpan di luar negeri, memunculkan basis pajak baru, tambahan jumlah wajib pajak baru yang signifikan, menggairahkan perekonomian dan dunia usaha, membangun kepercayaan yang lebih kokoh. Hal ini menurutnya, bisa diharapkan untuk mewujudkan ekonomi berdikari dan bangsa yang mandiri.

Hanya saja, ia memberikan catatan agar program repatriasi bisa maksimal. Menrutnya, pemerintah bersama otoritas keuangan dan perbankan harus merespon antusiasme dan harapan pelaku usaha. Ia melihat hal ini penting agar tercipta skema repatriasi dan investasi yang menguntungkan kedua belah pihak, lebih longgar, bervariasi, berkesinambungan, dan berdampak positif bagi perekonomian nasional.

“Bank-bank BUMN dan perusahaan-perusahaan swasta nasional perlu diberi kesempatan pertama dan utama demi memastikan komitmen kita untuk mencapai kemandirian. Prakondisi berupa perbaikan iklim investasi, kepastian hukum, kemudahan perijinan, debirokratisasi, pemangkasan biaya logistik, reformasi tata kelola keuangan dan perbankan mutlak harus disiapkan dalam satu tarikan nafas dengan pengampunan pajak,” katanya.

Di sisi lain, ia mengakui bahwa pengampunan pajak juga menghadapi tantangan yang tidak mudah. Banyak tudingan yang mengarah pada kebijakan ini. Mulai dari anggapan menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu, kompromi dengan pengemplang pajak, pertanda lembeknya Pemerintah terhadap penghindar pajak, hingga prediksi bahwa partisipan maupun hasil yang tidak akan optimal. Yustinus berpendapat, hanya ada satu hal yang dapat dilakukan, yakni menjawab skeptisisme itu dengan kerja keras dan koordinasi yang baik sehingga program ini berhasil sesuai harapan.

“Kerja keras dan koordinasi yang baik pun tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan administrasi mudah, murah, dan pasti. Untuk itu peraturan pelaksanaan dan administrasi pengampunan yang jelas dan detail sangat dinantikan, termasuk jaminan bahwa tidak akan ada multitafsir dan perbedaan perlakuan di lapangan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait