Menilik Peran Aguan dalam Surat Tuntutan Eks Bos Podomoro
Berita

Menilik Peran Aguan dalam Surat Tuntutan Eks Bos Podomoro

Pengacara anggap tuntutan jaksa tidak sesuai fakta persidangan.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Aguan dihadirkan guna memberikan keterangan untuk mantan Presdir PT Agung Pomoro Land, Ariesman Widjaja, yang menjadi terdakwa kasus suap tersebut.
Aguan dihadirkan guna memberikan keterangan untuk mantan Presdir PT Agung Pomoro Land, Ariesman Widjaja, yang menjadi terdakwa kasus suap tersebut.
Mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja dituntut dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp250 juta subsidair enam bulan kurungan. Dalam surat tuntutan yang dibacakan penuntut umum KPK di persidangan, terungkap adanya peran Sugianto Kusuma alias Aguan.

Penuntut umum Muhammad Asri Irwan menyebutkan, pendiri Agung Sedayu Group itu juga berkepentingan untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang tengah dibahas di Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta.

Pasalnya, berdasarkan alat bukti di persidangan, terungkap fakta bahwa Aguan menyepakati pemberian uang Rp50 miliar kepada anggota DPRD DKI Jakarta. Bahkan, dalam percakapan antara Mohamad Sanusi dan Mohamad Taufik tanggal 4 Maret 2016, Aguan disebut akan memberikan uang Rp2,5 miliar lagi. (Baca Juga: Sanusi Akui Uang AS$10 Ribu di Brankas Hasil Properti)

“‘Dia bilang gini, kemaren sama Podo sama si Ariesman juga, ‘Gua buang deh 25 lagi’. ‘Dia mau ngasih 25 nih’. Sanusi di depan persidangan telah membenarkan BAP nomor 88, ‘Maksud dari Buang/ngasi 25 lagi adalah dalam persepsi saya, Aguan akan memberikan dana sebesar Rp2,5 miliar’, kata Asri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/8).

Walau Sanusi mengaku rencana itu belum terealisasi, Asri berpendapat unsur “memberikan sesuatu” telah sempurna dilakukan oleh Ariesman. Sebab, sudah ada peralihan penguasaan uang Rp2 miliar dari Ariesman kepada Sanusi selaku penerima. Pemberian uang dilakukan secara bertahap melalui Trinanda Prihantoro dan Gerry Prastia.

Adapun keterangan Sanusi yang menyatakan pemberian uang Rp2 miliar sebagai bantuan sosialisasi Sanusi sebagai bakal calon (Balon) Gubernur DKI Jakarta, menurut Asri, sudah sepatutnya diabaikan. Hal ini dikarenakan dari sejumlah pertemuan dan percakapan yang dilakukan Sanusi tidak satu pun membahas soal pencalonan Sanusi.

Antara lain, pertemuan Sanusi, Ariesman, dan Trinanda di Avenue Kemang Village, Jakarta Selatan pada 3 Maret 2016. Dalam pertemuan itu, Sanusi membicarakan perkembangan Raperda yang sedang dibahas di Balegda DPRD DKI Jakarta. Keesokan harinya, pada 4 Maret 2016, Sanusi dan Taufik juga membicarakan rencana pemberian uang. (Baca Juga: Akui Bertemu Aguan, Ketua DPRD DKI: Saya Kan Bekas Karyawan Beliau)

Sanusi merupakan anggota Balegda DPRD DKI Jakarta, sedangkan Taufik adalah Ketua Balegda DPRD DKI Jakarta. Sementara, APL adalah induk perusahaan, PT Muara Wisesa Samudra (MWS) dan PT Jaladri Kartika Pakci (JKP) yang mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau G dan I.

Selain APL, anak usaha Agung Sedayu Grup, PT Kapuk Naga Indah (KNI) juga telah mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau C. Terhadap para pengembang pemegang izin pelaksanaan reklamasi ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok membebankan kewajiban, kontribusi, dan tambahan kontribusi.

Sesuai kesepakatan APL dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun 2014, APL bersedia membayar tambahan kontribusi di awal sebesar Rp392,672 miliar. Diantaranya, untuk pembangunan Rusunawa Daan Mogot dan penertiban Kali Jodo. Dari total tambahan kontribusi yang disepakati, APL telah merealisasikan sebanyak Rp218,715 miliar.

Namun, sambung Asri, ketika itu, belum disebutkan besaran tambahan kontribusi 15 persen. Belakangan, Pemprov DKI Jakarta menyerahkan draft Raperda kepada DPRD DKI Jakarta, dimana disebutkan bahwa tambahan kontribusi adalah 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual di pulau reklamasi.

Atas usulan Pemprov DKI Jakarta, Ariesman merasa keberatan. Ariesman meminta Sanusi untuk menghilangkan ketentuan mengenai tambahan kontribusi, serta mempercepat pembahasan Raperda. Sebab, besaran persentase tambahan kontribusi itu dianggap akan mengurangi jumlah keuntungan yang diterima para pengembang.

Tidak hanya Ariesman, Asri mengungkapkan, Aguan juga ternyata merasa keberatan dengan NJOP yang akan ditetapkan Pemprov DKI Jakarta. Aguan menilai jumlah keseluruhan tambahan kontribusi yang akan diterima Pemprov DKI Jakarta, yakni kurang lebih sebesar Rp48 triliun, sangat fantastis.

“Sehingga, Aguan meminta DPRD DKI Jakarta melalui Prasetyo Edy Marsudi (Ketua DPRD DKI Jakarta) dan Taufik agar mengusulkan penetapan NJOP nantinya hanyalah sebesar Rp3 juta permeter, bukan Rp10 juta sebagaimana simulasi yang dipaparkan oleh pihak Pemprov DKI Jakarta melalui Bappeda DKI Jakarta,” ujarnya. (Baca Juga: Ketua DPRD DKI Akui Sering Minta Pendapat Aguan)

Selain itu, Asri juga mengungkapkan adanya kepentingan Aguan untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan Raperda. Sesuai keterangan Aguan, PT KNI telah membayarkan tambahan kontribusi melalui pembangunan rumah susun sebesar Rp180 juta dan pembangunan infrastruktur di wilayah DKI Jakarta senilai Rp40 miliar.

Meski demikian, lanjut Asri, PT KNI tetap mengalami kendala untuk mendapatkan ijin Urban Design Guide Line (UDGL) maupun Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di atas tanah reklamasi karena belum ada payung hukum yang pasti. “Sehingga PT KNI maupun PT MWS sangat berkepentingan terhadap percepatan disahkannya Raperda,” ucapnya.

Pencabutan BAP tidak beralasan
Kepentingan Aguan untuk mempercepat pengesahan Raperda ini dibuktikan pula dengan adanya pertemuan di Pantai Indah Kapuk (rumah Aguan), Harco Mangga Dua (kantor Agung Sedayu Grup), percakapan-percakapan Sanusi dengan pihak PT KNI, serta keterangan Direktur Utama PT KNI Budi Nurwono dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Misalnya, pada pertemuan di Pantai Indah Kapuk yang dihadiri Aguan, Ariesman, dan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta, yaitu Prasetyo, Taufik, Muhamad “Ongen” Sangaji, Sanusi, dan Selamat Nurdin. Dalam pertemuan itu, Aguan dan Ariesman meminta Sanusi menjelaskan prosedur pembahasan Raperda.

Aguan juga meminta agar para anggota DPRD DKI Jakarta melalui Sanusi mempercepat pembahasan dan pengesahannya. Hal ini, menurut Asri, sesuai dengan keterangan Budi Nurwono dalam BAP yang pada intinya menerangkan untuk membahas percepatan Raperda, Aguan menyanggupi uang Rp50 miliar untuk anggota DPRD DKI Jakarta.

Walau Budi Nurwono telah mengirimkan surat pencabutan keterangan terhadap BAP nomor 18 tanggal 14 April 2016 dan BAP nomor 97 tanggal 19 Mei 2016 tersebut, Asri berpendapat, pencabutan BAP itu tidak beralasan menurut hukum. Selain karena BAP dibuat di bawah sumpah, pencabutan BAP juga tidak diterangkan di persidangan.

Ia mendalilkan putusan Mahkamah Agung (MA) No.299K/Kr/1959 tanggal 23 Februari 1960, No.225K/Kr/1960 tanggal 25 Juni 1961, No.6K/Kr/1961 tanggal 25 Juni 1961, dan No.5K/Kr/1961 tanggal 27 September 1961 sebagai yurisprudensi, yang menegaskan, pengakuan yang diberikan di luar sidang tidak dapat dicabut kembali tanpa dasar alasan.

Terlebih lagi, kedua BAP itu telah ditandatangani Budi Nurwono dan dibuat sesuai dengan apa yang didengar, dilihat, dan dialami Budi Nurwono sendiri. Dalam BAP, Budi Nurwono pun menerangkan bahwa ia membuat keterangan secara benar dan bersedia mempertanggungjawabkan secara hukum. (Baca Juga: Cabut BAP Soal ‘Deal’ Aguan, Saksi Pernah Disatroni Orang Tak Dikenal)

Dengan demikian, keterangan dalam BAP Budi Nurwono itu tetap dipergunakan sebagai pembuktian. Penuntut umum Ali Fikri menyatakan, Ariesman bersama-sama anak buahnya, Trinanda Prihantoro telah terbukti menyuap Sanusi sebagaimana dakwaan kesatu, Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam penuntutan terpisah, Trinanda dituntut dengan pidana penjara selama 3,5 tahun dan denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan. Pengacara Ariesman dan Trinanda, Adardam Achyar mengatakan pihaknya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi). Ia menilai tuntutan jaksa tidak sesuai fakta persidangan.

“Jaksa dalam tuntutannya menafikan fakta, tidak ada satupun alat bukti yang bisa membuktikan pemberian Rp2 miliar terkait pembahasan Raperda. Seperti keterangan terdakwa maupun Sanusi, itu berkaitan dengan sumbangan Ariesman sebagai sahabat lama Sanusi, dalam rangka maju sebagai Balon Gubernur,” tuturnya.

Terkait dengan keterangan BAP Budi Nurwono yang masih digunakan penuntut umum, Adardam merasa keberatan. Ia mempertanyakan, mengapa sejak awal, BAP Budi Nurwono dibuat di bawah sumpah. Ia menilai hal itu tidak lazim, karena Budi Nurwono tidak memenuhi klasifikasi untuk memberikan keterangan BAP di bawah sumpah.

“Namun, yang penting, (mengenai) keterangan Budi Nurwono yang menyatakan ada janji di Pantai Indah Kapuk, tidak ada satupun saksi di muka persidangan yang menerangkan Budi nurwono hadir. Kalau hanya satu saksi, sedangkan yang lain tidak melihat dia, secara hukum tidak bisa menjadi fakta,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait