KPK-BPS Berkolaborasi Laksanakan Survei Penilaian Integritas
Berita

KPK-BPS Berkolaborasi Laksanakan Survei Penilaian Integritas

Survei dilakukan di tiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah yang dilakukan tiap tahun.

Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) sepakat menjalin kerja sama dalam penyediaan dan pemanfaatan data dan/atau informasi statistik, serta pengembangan metodologi, sistem informasi statistik, dan sumber daya manusia. Keduanya sepakat untuk melaksanakan Survei Penilaian Integritas di tiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.

Rencananya, kegiatan ini akan dilakukan KPK setiap tahun, dengan tahun 2016 sebagai baseline study. Kerja sama ini dibalut dalam penandatangan nota kesepahaman antara Ketua KPK Agus Rahardjo dan Ketua BPS Suryamin di Gedung KPK, di Jakarta, Senin (15/8).

Dalam sambutannya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis dalam menyukseskan program kerja kedua lembaga khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Kerja sama antar keduanya telah berlangsung sejak lama.

“MoU merupakan pintu pertama dalam membangun kerjasama secara kelembagaan antara KPK dengan BPS. Meskipun sebenarnya hubungan dan koordinasi antara KPK dengan BPS selama ini sudah berlangsung,” kata Agus dalam siaran persnya yang diterima hukumonline. (Baca Juga: Fungsi Pencegahan dan Penindakan KPK Mesti Seimbang)

Dari kerja sama ini, kedua lembaga dapat memberikan pemahaman dan data terkait statistik Indonesia serta membantu pelaksanaan teknis pengumpulan, pengolahan dan analisis data. “Dari sini, dapat diketahui bahwa korupsi yang tercanggih ada di Indonesia, segala macam modus dan siasat para koruptor sangat bervariasi. Sehingga, merupakan tantangan tersendiri bagaimana menampilkan fakta korupsi yang sesungguhnya dalam angka-angka statistik,” kata Agus.

Sementara itu, Kepala BPS Suryamin mengapresiasi kerja sama ini. Kerja sama ini merupakan bagian dari koordinasi yang baik antar kedua lembaga. “Saya menyambut baik atas disepakatinya kerja sama ini, demi terwujudnya kolaborasi yang harmonis dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,” katanya.

Ia mengatakan, upaya memberantas korupsi hanya akan berhasil jika mampu menyentuh akar permasalahan. Menurutnya, korupsi adalah gejala dari rendahnya integritas, baik di tingkat organisasi maupun individu. Untuk itu, integritas menjadi harga mati dalam mencegah terjadinya korupsi.

“Kehadiran integritas di level individu, organisasi dan nasional merupakan pertahanan terbaik untuk mencegah terjadinya korupsi,” katanya. (Baca Juga: DPR Minta KPK Prioritaskan Pencegahan dalam Pemberantasan Korupsi)

Ia mengatakan, pendekatan pemberantasan korupsi melalui upaya membangun integritas perlu terus didorong. Ke depan, masyarakat dengan kultur yang permisif, perlu diubah pola pikirnya agar terbebas dari nilai-nilai koruptif. Ia berharap, survei ini nantinya dapat menjadi salah satu variabel yang bermanfaat signifikan untuk menentukan keberhasilan pencapaian sasaran yang ditargetkan.

Menurut Suryamin, kerja sama ini juga merupakan implementasi Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Menengah Tahun 2012-2014 dan Jangka Panjang Tahun 2012-2025. Substansi tujuan dan sasaran yang hendak dicapai kemudian diturunkan ke dalam enam strategi.

Dari enam strategi tersebut, BPS secara eksplisit ditugaskan untuk mengukur indikator pada Strategi ke-5 yakni, “Meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi“ melalui pelaksanaan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) sejak Tahun 2015 yang hasilnya dirilis setiap tahun. (Baca Juga: KPK Bekali Pencegahan Korupsi untuk Legislator Banten)

Sebelumnya, pada 22 Februari lalu, BPS merilis Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia Tahun 2015, yaitu sebesar 3,59 (dari skala 0-5). Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan capaian Tahun 2014 sebesar 3,61.  Pada Tahun 2015, terlihat bahwa IPAK masyarakat perkotaan (3,71) lebih tinggi dibanding IPAK masyarakat perdesaan (3,46), dan semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula perilaku anti korupsi masyarakat Indonesia.
Tags:

Berita Terkait