Peraturan Teknis Holding BUMN Tengah Disusun
Berita

Peraturan Teknis Holding BUMN Tengah Disusun

Menkumham memastikan BUMN sebagai poros usaha negara tetap bisa mendapat keistimewaan dalam menjalankan bisnisnya meski bersaing dengan perusahaan milik swasta.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Gedung Kementerian BUMN. Foto: RES
Gedung Kementerian BUMN. Foto: RES
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, mengatakan peraturan mengenai pembentukan holding BUMN sedang disusun dan dalam kajian dengan kementerian terkait. Hal ini disampaikan Rini saat mengikuti rapat koordinasi di Jakarta, Kamis (18/8).

"Kita bicarakan dulu mengenai persiapan PP (Peraturan Pemerintah), aturan-aturan yang harus diperbaiki, dan kita komunikasi dengan siapa saja," kata Rini.

Dalam rapat koordinasi membahas kelanjutan rencana pembentukan holding BUMN yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, ikut hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Namun, Rini belum bisa memberikan kepastian waktu penerbitan PP mengenai pembentukan lima holding BUMN tersebut.

Untuk diketahui, pemerintah ingin membentuk lima holding BUMN. Kelima sektor tersebut adalah energi, infrastruktur jalan tol, pertambangan, perumahan, dan jasa keuangan. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, semua aspek mengenai pembentukan lima holding BUMN itu sedang dalam kajian pemerintah. Untuk itu, Yasonna juga belum mau berkomentar lebih lanjut mengenai penerbitan peraturan teknis mengenai kebijakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat daya saing BUMN ini.

"Masih dikaji betul-betul, pelan-pelan, dari aspek governance-nya, company-nya, hukumnya, semua masih dikaji. Pelan-pelan, slow but sure," jelasnya.(Baca Juga: Mengintip Dampak Holding BUMN Dari ‘Kacamata’ Internal BUMN)

Yasonna hanya memastikan BUMN sebagai poros usaha negara tetap bisa mendapat keistimewaan dalam menjalankan bisnisnya meski bersaing dengan perusahaan milik swasta.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan holdingisasi ini ditujukan untuk memperkuat peran BUMN dalam persaingan, terutama persaingan global. Presiden meminta agar BUMN dapat mengambil peran lebih efektif sebagai lokomotif penggerak roda perekonomian nasional. Untuk mewujudkan itu semua, Presiden meminta Seskab dan Menko Perekonomian melakukan sinkronisasi peraturan.

"Jangan sampai pembentukan Holding nanti membuat seseorang yang menjadi manajemen di holding karena peraturannya belum disiapkan dengan baik, menjadi persoalan hukum di kemudian hari," kata Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.

Menurut dia, pemerintah akan duduk bersama dengan BPK dan DPR, supaya proses holdingisasi BUMN itu dapat terselesaikan. Pembentukan Holding BUMN ini mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, sehingga semangat kerakyatan tercermin dalam pembentukan Holding BUMN.

Sebelumnya, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Muhammad Faiz Aziz mengingatkan, paling tidak ada beberapa persoalan hukum yang mungkin mencuat terkait dengan kebijakan holding BUMN. Persoalan itu antara lain berkaitan dengan status hukum BUMN.

Menurutnya, potensi permasalahan itu berangkat dari definisi BUMN sebagaimana diatur Pasal 1 angka 1 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Dengan merujuk pada pasal itu, berarti yang masuk kategori sebagai BUMN hanyalah perusahaan induk saja atau holding. (Baca Juga: Tiga Persoalan Hukum di Balik Wacana Holding BUMN)

Akan tetapi, jika pemerintah berniat memasukkan anak perusahaan sebagai kategori BUMN, maka potensi hukum akan muncul. Sebab, frasa ‘penyertaan (modal) secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan’ memberi konsekuensi terhadap anak usaha dari induk perusahaan menjadi tidak termasuk kategori BUMN.

“Kalau lihat dari definisi ‘penyertaan modal langsung’ berarti hanya di induk perusahaan saja. Karena yang di bawahnya penyertaan modalnya tidak langsung, dia berjenjang,” kata Aziz.

Tetap Dibutuhkan
Meski nantinya holding BUMN terwujud, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa Kementerian BUMN tetap dibutuhkan. Keenam holding BUMN akan berada di bawah kementerian tersebut. "Menteri itu membuat kebijakan, bukan menjalankan perusahaan. Jadi tetap saja ada," katanya.(Baca Juga: BPK: 45 Anak Usaha BUMN Berpotensi Rugikan Negara)

Kalla mengemukakan bahwa Kementerian BUMN merupakan wakil pemerintah sebagai pemegang saham di perusahaan-perusahaan milik negara tersebut. Menurutnya, secara undang-undang, pemegang saham ada di tangan Menkeu (Menteri Keuangan), tapi dalam pelaksanaannya diberikan kewenangan kepada Menteri BUMN. Selain itu, Kementerian BUMN juga berperan memilih dan menentukan jajaran direksi di perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut.

“Jadi, kalau tidak ada Menteri BUMN, siapa yang mewakili pemegang saham?" ujarnya balik bertanya.

Terkait kebijakan holding company yang akan dilakukan oleh Kementerian BUMN, Kalla menjelaskan tujuannya adalah menyatukan perusahaan-perusahaan yang bisnisnya sejenis agar memudahkan koordinasi dan tidak terjadi investasi ganda. Wapres juga menganggap bahwa kebijakan tersebut juga untuk mempermudah pengawasan.

"Contohnya saja, antara PN Gas dan Pertamina. PN Gas bikin pipa gas, di lain pihak di dekatnya ada pertamina. Kalau sudah di-'holding' tidak lagi seperti itu. Begitu bidang perbankan tidak lagi bersaing dalam hal memberikan bunga deposito sehingga bunga bisa lebih tertata lebih baik untuk kepentingan ekonomi nasional," katanya.

Tags:

Berita Terkait