Terpidana Percobaan Maju dalam Pemilihan, Kualitas Pilkada Terancam
Berita

Terpidana Percobaan Maju dalam Pemilihan, Kualitas Pilkada Terancam

Seseorang yang dijatuhi hukuman masa percobaan bukanlah “orang bebas” dari persoalan hukum.

Oleh:
Mohamad Agus Yozami/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Komisi II DPR mendorong memberikan peluang kepada terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan untuk bisa mencalonkan diri menjadi calon kepala daerah. Usulan dan dorongan itu disampaikan melalui rapat dengar pendapat yang dilaksanakan Jumat (26/8). Koalisi Pilkada Bersih yang terdiri dari LSM ICW-Perludem-KoDe Inisiatif-JPPR-IPC-SPD-LSPP mengkritisi wacana tersebut.

“Usulan sejumlah anggota Komisi II DPR ini sontak mengagetkan dan melecehkan akal sehat. Hal ini bertentangan dengan keinginan publik agar pilkada diikuti para kontestan calon kepala daerah yang bersih dari berbagai persoalan hukum,” kata perwakilan koalisi dari ICW, Donal Fariz, Senin (29/8).

Dalam usulan Komisi II tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk merevisi PKPU No.5 Tahun 2016 tentang Pencalonan. Salah satunya Pasal 4 Ayat 1 huruf (f) yang menyatakan, Warga Negara Indonesia dapat menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut. ... (f) tidak berstatus sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Donal menjelaskan, seseorang yang dijatuhi hukuman masa percobaan bukanlah “orang bebas” dari persoalan hukum. Ia masih terikat atas tindak pidana yang dilakukannya dan dapat seketika menjadi narapidana yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Yang membedakan hanyalah para terpidana percobaan menjalani hukumannya diluar LP.

Mengacu pada UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakat menyebutkan definisi terpidana adalah “seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.

“Koalisi menilai setidaknya ada 3 alasan menolak wacana DPR untuk memberikan peluang kepada terpidana percobaan untuk mencalonkan diri dalam pilkada,” ujar Donal. (Baca Juga: 13 Isu Krusial RUU Pemilu Dibahas Rakor Kemenko Polhukam)

Pertama, terpidana yang sedang dalam masa percobaan tidak memenuhi syarat formal sebagai calon kepala daerah, sebagaimana ketentuan PKPU No.5 Tahun 2016 tentang Pencalonan yakni Pasal 4 Ayat 1 huruf (f), yakni sedang berstatus sebagai terpidana dan secara otomatis yang bersangkutan tidak berkelakuan baik.

Kedua, atas Putusan pengadilan yang menyatakan seseorang terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum (banding/kasasi) maka dianggap sebagai Putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap (BKT). Ketiga, pencalonan terpidana hukuman percobaan dalam Pilkada mencederai upaya membangun demokrasi yang bersih dan berintegritas.

Oleh sebab itu, lanjut Donal, Koalisi Pilkada Bersih mendesak DPR menghentikan wacana dan upaya untuk membuka peluang maju menjadi calon kepala daerah bagi terpidana yang menjalani percobaan. Karena hal itu bertentangan dengan aturan dan merusak moralitas dan kualitas Pilkada.

“KPU harus menolak desakan DPR untuk mengubah ketentuan dalam PKPU yang memberikan larangan terpidana maju menjadi kepala daerah,” tutur Donal.

Hal sama dikatakan Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan. Dia mengaku menolak jika KPU memperbolehkan terpidana dengan hukuman percobaan maju sebagai calon kepala daerah. "Saya protes keras sekaligus berkeberatan apabila terpidana diperbolehkan untuk mendaftar sebagai calon kepala daerah, walaupun hukumannya percobaan," ujar Arteria.

Dia menekankan tidak benar jika DPR secara institusi meminta agar terpidana dengan hukuman percobaan boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Menurutnya, permintaan itu hanya dilontarkan sebagian fraksi saja. Sedangkan Fraksi PDIP sendiri menolak keras hal tersebut.

"PDIP menolak sangat keras, sama kerasnya ketika kami menolak koruptor, bandar narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak dan terpidana dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Ini masalah substantif yang mencakup etika dan moral dan tentunya kami selaku partai ideologis tidak akan menolerir sedikitpun tentang hal ini," ujar Arteria.

Arteria menegaskan status terpidana berasal dari kata pidana yang artinya kejahatan dan terpidana adalah merujuk pada subjek hukum yakni seseorang yang telah dinyatakan melakukan kejahatan.

"Saya menyayangkan logika sesat yang menyatakan terpidana percobaan itu baru inkracht apabila yang bersangkutan terbukti melakukan pidana di saat masa percobaan. Jika ini dijadikan dasar dalam perumusan norma PKPU, saya tegaskan bahwa hukuman percobaan telah berkekuatan hukum tetap kendati terpidana tidak dipenjara," kata dia.

Tags:

Berita Terkait