Dua Tahun Jokowi-JK, Hukum Terabaikan
Berita

Dua Tahun Jokowi-JK, Hukum Terabaikan

Tahun pertama terlalu fokus konsolidasi politik, tahun kedua fokus di bidang ekonomi.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Presiden Joko Widodo turun langsung dalam sosialisasi UU Pengampunan Pajak. Foto: RES
Presiden Joko Widodo turun langsung dalam sosialisasi UU Pengampunan Pajak. Foto: RES
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) hampir genap berusia dua tahun. Pemerintahan Jokowi-JK mengalami dinamika, termasuk dalam penegakan hukum.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, menilai selama dua tahun ini pemerintah Jokowi-JK belum fokus di bidang hukum. Pada tahun pertama, pemerintahan sibuk melakukan konsolidasi politik seperti hubungan pemerintah dengan DPR dalam peta politik pendukung dan bukan pendukung pemerintahan. Tahun kedua, pemerintah fokus pada bidang ekonomi ditandai terbitnya paket-paket kebijakan ekonomi.

Menurut Salsi, persoalan hukum yang disasar dalam dua tahun terakhir hanya yang bersinggungan dengan kegiatan ekonomi dan investasi. “Pemerintah memangkas peraturan yang menghambat ekonomi dan investasi masuk, hanya itu yang digarap soal hukum,” kata Saldi dalam diskusi sekaligus peluncuran buku di kantor ICW di Jakarta Selatan, Selasa (18/10).

Kebijakan hukum yang ditempuh pemerintah sampai saat ini belum komprehensif sebagaimana Nawacita. Saldi melihat agenda yang diusung di bidang hukum seperti tertuang dalam Nawacita cukup komprehensif meliputi substansi, aparat dan budaya hukum. Jika pembenahan substansi hukum dilaksanakan dengan baik, Saldi yakin 80 persen kerumitan hukum bisa selesai. Nawacita mencantumkan pemerintah bukan saja melakukan sinkronisasi legislasi tapi juga memberantas mafia dibidang hukum.

Saldi menduga setelah dilantik, Jokowi-JK akan memberi perhatian serius terhadap pembenahan di kepolisian dan kejaksaan. Faktanya jauh dari harapan, perhatian yang diberikan belum memadai. Jokowi-JK belum memberi perintah konkrit kepada dua lembaga penegak hukum itu untuk melakukan pembaharuan. “Kedua institusi itu penting untuk dibenahi kalau pemerintah mau serius di bidang hukum,” ujarnya.

Selain itu sikap Presiden dan Wakil Presiden selama dua tahun ini terhadap KPK menurut Saldi memprihatinkan.Tahun 2015 KPK mengalami kondisi kritis, jika tidak didukung masyarakat luas KPK berpotensi tidak akan berdaya memberantas korupsi. Padahal jelas dalam Nawacita tertulis KPK akan diperkuat, tapi respon pemerintah ketika itu tidak seperti yang diinginkan.

Komisioner KPK, Laode Muhammad Syarif, mengatakan saat komisioner KPK dilantik, Presiden Jokowi mengadakan pertemuan dengan 5 komisioner KPK dalam sebuah ruangan. Presiden bertanya apa yang bisa dia lakukan untuk membantu KPK memberantas korupsi.

Saat itu lima komisioner menjelaskan masa jabatan Presiden dan komisioner KPK akan berakhir di tahun yang sama yaitu 2019. Laode menjelaskan komisioner KPK ingin indeks persepsi korupsi di Indonesia bisa mencapai skor 50 dari angka maksimal 100. Komisioner yakin itu bisa tercapai jika didukung Presiden. “Saat itu Presiden Jokowi menjawab seribu persen saya dukung,” urainya mengulang pernyataan Presiden Jokowi.

Laode menekankan pemerintah perlu menangani serius masalah korupsi. Menurutnya arah pemerintah sudah jelas seperti yang tertulis dalam Nawacita yaitu menolak negara lemah dengan mereformasi sistem dan penegakan hukum sehingga bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

Oleh karenanya Laode berharap paket kebijakan hukum yang akan dikeluarkan pemerintah dapat dijalankan dengan baik. Selain itu arah penegakan hukum yang dilakukan kepolisian sudah mengacu instruksi yang jelas dari Kapolri untuk memberantas korupsi khususnya di internal.

Tak ketinggalan untuk Kejaksaan, Laode berharap agar lembaga itu meningkatkan efektivitas dan kinerjanya dalam memberantas korupsi. “Salah satu kendala yang dihadapi Kejaksaan Agung itu minimnya anggaran untuk penegakan hukum,” papar Laode.

Pakar hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, melihat cara Presiden Jokowi memilih kabinet menunjukan pemerintah menyerah terhadap kepentingan partai politik (parpol). Itu merupakan buah konsolidasi politik sehingga bidang hukum belum jadi fokus utama pemerintah.

Pada tahun kedua, pemerintah sibuk mengurusi sektor ekonomi. Menurut Zainal itu terbukti dari terbitnya UU Pengampunan pajak dan belasan paket kebijakan ekonomi pemerintah. “Selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, konsolidasi politik dan ekonomi dikedepankan, sementara bidang hukum berjalan tertatih,” tukasnya.

Zainal mencatat begitulah pemerintahan Indonesia selama ini, belum ada Presiden yang berani meletakkan hukum pada posisi yang sangat kuat dibanding bidang lain. Dia berharap adanya paket kebijakan hukum bisa menjawab masalah hukum yang selama ini terkesan dikesampingkan pemerintah.
Tags:

Berita Terkait