Pemerintah Diminta Batalkan PP Kenaikan Tarif STNK dan BPKB
Berita

Pemerintah Diminta Batalkan PP Kenaikan Tarif STNK dan BPKB

Presiden dinilai miss manajemen karena antara Kemenkeu dan Polri ‘saling lempar batu sembunyi tangan’.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Antrean warga yang akan mengurus surat-surat kendaraan serta membayar pajak kendaraan di Samsat Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (5/1).
Antrean warga yang akan mengurus surat-surat kendaraan serta membayar pajak kendaraan di Samsat Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (5/1).
Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla di tahun ketiga dalam mengelola negara terus menuai kritik. Tak saja kinerjanya yang menjadi sorotan, sejumlah kebijakan di awal tahun 2017 cenderung menambah berat beban ekonomi yang dipikul masyarakat.  Kebijakan menaikan tarif pengurusan surat kendaraan bermotor roda dua dan empat membuat masyarakat kelas menengah ke bawah teriak. Terlebih, harga BBM dan tarif dasar listrik (TDL), menyusul merangkak naik.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera misalnya, tak kalah teriak dengan masyarakat lainnya. Anggota DPR dari Fraksi PKS Aboe Bakar Alhabsy mengatakan kenaikan taif pengurusan surat kendaraan bermotor semisal Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dipandang tidak tepat dengan kondisi perekonomian masyarakat kekinian.

Di tengah kondisi masyarakat sedang menerima ‘gempuran’ dari berbagai kenaikan biaya hidup seperti TDL, BBM dan harga cabai, kenaikan pengurusan surat kendaaraan bermotor menambah beban hidup masyarakat. Menurut Aboe, masyarakat terus terhimpit.(Baca Juga: Ini Tarif Pembuatan SIM dan STNK Mulai Januari 2017)    

Ia meminta pemerintah segera merevisi atau bahkan membatalkan kebijakan tersebut yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. “Kenaikan tairf pengurusan BPKB dan STNK sepertinya kurang tepat,” ujarnya di Jakarta, Jumat (6/1).

Anggota Komisi III DPR itu berpandangan bila target kenaikan tarif STNK dan BPKB adalah pedapatan negara bukan pajak dalam rangka menaikan pendapatan negara, mestinya dipatok angka psikologis dengan bijak. Sehingga tidak lagi menjadi beban bagi masyarakat. Terlepas itu, kenaikan biaya pengurusan surat kendaraan bermotor mesti diimbangi dengan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

“Selama ini pelayanan pengurusan STNK dan BPKB dibeberapa daerah masih dilihat sebagai momok oleh masyarakat,” ujarnya. (Baca Juga: Biaya Urus STNK dan BPKB Dikritik, Kapolri: Itu Demi Perbaikan Layanan)

Lain Aboe, lain pula Heri Gunawan. Anggota Komisi XI DPR itu menilai sikap presiden yang mempertanyakan kenaikan tarif STNK dan BPKB signifikan adalah tidak mengerti persoalan. Bahkan mungkin, Presiden Jokowi hanyalah sedang memainkan drama di depan publik. Pasalnya, PP 60/2016 terbit setelah ditandatangani oleh Presiden Jokowi. “Kecuali kalau presiden tidak tandatangan maka bolehlah mempertanyakan,” katanya.

Pernyataan Jokowi, kata Heri, menunjukan miss manajemen pemerintahan yang kian parah. Makanya menjadi tidak aneh ketika kenaikan tarif tersebut antara Kemenkeu dan Polri saling ‘lempar handuk’ di depan publik. Hal tersebut justru memalukan pemerintahan yang dipimpinan Jokowi. (Baca Juga: YLKI Nilai Kenaikan Pengurusan STNK-BPKB Tidak Tepat)

“Sebaiknya segera presiden sebagai pimpinan tertinggi bisa mengclearkan hal itu. Kalau pakai akal sehat, kenaikan tarif ini, kan lewat PP No. 60 tentang Jenis dan Tarif PNBP. Artinya, itu domainnya Ditjen Anggaran Kementrian Keuangan,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan bila usulan kenaikan tarif berasal dari lembaga teknis yang menjalankan, maka menjadi pertanyaan pada siapa lembaga pemungut PNBP. Dengan begitu mudah melacak usulan kenaikan tarif PNBP tersebut. “Tapi kok jadi saling lempar?. Harus dikatakan bahwa mekanisme tarif final itu pasti melalui Ditjen Anggaran Kemenkeu,” katanya.

Heri menyarankan presiden memanggil pihak terkait dan menggelar rapat soal kenaikan tarif secara komprehensif. Hitungannya pun juga mesti benar dengan tetap mempertimbangkan situasi ekonomi dan kemampuan masyarakat.

“Dan hal-hal seperti ini seharusnya dilakukan sebelum PP diterbitkan. Kalau seperti sekarang, kan jadi lucu sekali. Sudahilah hal-hal yang bikin gaduh dan membingungkan masyarakat,” ujarnya.

Terpisah, Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman mengatakan data yang di Kemenkeu, PNBP Polri di 2017 mesti mencapai Rp8,4 triliun. Sedangkan di 2016 hanya sebesar Rp6,1 triliun. Itu artinya adanya kenaikan sebesar 37 persen. Terhadap kenaikan target itu, maka Presiden Jokowi menerbitkan PP 60/2016. “Rakyat pun merasa terbebani dan ’diperas’ oleh pemerintah melalui tarif kendaraan bermotor,” katanya.

Padahal, kata Jajang, tarif pengurusan surat kendaraan bermotor tak perlu dinaikan. Sebab pembeian kendaraan bermotor setiap tahunnya mengalami peningkatan. Menurutnya, kenaikan tarif PNBP bertentangan dengan Pasal 3 ayat (2) UU No.20 Tahun 1997 tentang PNBP.

Pasal 3 ayat (1) menyatakan, “Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah sehubungan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.”

Selain bertentangan dengan acuan Undang-undang tentang PNBP.  PP No. 60/2016, penerbitan PP 60/2016 terkesan illegal. Pasalnya terkesan pula tidak jelas siapa yang bertanggungjawab dalam penyusunan.  Karena di interal pemerintah, antara Kemenkeu dan Polri saling lempar batu sembuyi tangan.

“Sesudah itu, dengan gaya pura pura tidak tahu, Presiden Jokowi malahan mempertanyakan kenaikan tarif STNK sampai tiga kali lipat,” ujarnya.

Semestina, Jajang melanjutkan, Presiden Jokowi tak perlu lagi mempertanyakan kenaikan tarif pengurusan surat kendaraan bermotor, namun langsung mencabut PP 60/2016. Sebab, masyarakat sudah terbebani dengan berbagai persoalan ekonomi di pemerintahan Jokowi yang tak kunjung baik.

“Seharusnya, Presiden Jokowi jangan lagi, mempertanyakan kenaikan STNK ini. PP No.60/2016 harus dicabut secara langsung oleh presiden. Yang jelas, rakyat pusing tujuh keliling, dan tambah sengsara gara gara Presiden Jokowi kerjanya hanya mempertanyakan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait