Ahok-Djarot Andalkan Teknologi untuk Menutup Ruang KKN
Pemberantasan Korupsi Ala Cagub DKI Jakarta:

Ahok-Djarot Andalkan Teknologi untuk Menutup Ruang KKN

“Sistem E-government berbasis teknologi akan membuat para birokrat mengandalkan teknologi dan masyarakat terbantu dengan aplikasi”

HASYRY AGUSTIN/Tim Kreatif
Bacaan 2 Menit
Taufik Basari, dari tim hukum pasangan Ahok-Djarot. Foto: MBT
Taufik Basari, dari tim hukum pasangan Ahok-Djarot. Foto: MBT
Kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2017–2022 telah memasuki masa kampanye. Masa itu digunakan oleh para calon untuk menyampaikan visi dan misi ke masyarakat Jakarta. Siapa pun yang terpilih, sederet persoalan di Jakarta akan segera menyapa. Beberapa salah satu yang paling menonjol adalah persoalan korupsi di birokrasi. Lalu bagaimana pasangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat mengatasi persoalan itu bila terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta?

Taufik Basari, dari tim hukum pasangan Ahok-Djarot memaparkan rencana yang akan dilakukan oleh “jagoannya” bila terpilih, untuk mengurangi atau menghilangkan korupsi di birokrasi di Jakarta.  

Ditemui hukumonline di Kantor Partai Nasional Demokrat (NasDem) di daerah Menteng, pria yang akrab disapa Tobas itu mengakui masalah hukum nomor satu di DKI Jakarta adalah mentalitas birokrasi yang masih koruptif. Atas dasar itu, misi utama pasangan Ahok-Djarot adalah mewujudkan pemerintahan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta terbuka dan melayani. (Baca Juga: Optimalkan SDM, Cara Agus-Sylvi Berantas Praktik Korupsi)

“Untuk mewujudkan misi ini, maka Ahok-Djarot membangun dengan system yaitu sistem E-government berbasis teknologi, yaitu Jakarta Smart City,” kata Tobas.

Menurutnya, sistem E-government berbasis teknologi akan membuat para birokrat mengandalkan teknologi dan masyarakat terbantu dengan aplikasi. Dengan itu, ruang KKN akan tertutup dan membuka ruang partisipasi publik untuk melakukan pengawasan secara mandiri.

Tobas memaparkan, untuk pencegahan korupsi di birokrat ada beberapa hal yang diprogramkan. Pertama, tim Ahok-Djarot mengandalkan aplikasi teknologi dan peran serta masyarakat untuk memaksimalkan aplikasi tersebut. Aplikasi-aplikasi tersebut di antaranya E-budgeting, di mana pengelolaan berbasis teknologi. (Baca Juga: Bawaslu DKI Jakarta Catat Ada Dugaan 74 Pelanggaran Selama Kampanye)

Hukumonline.com
Kemudian, untuk menunjang pengawasan tim Ahok-Djarot akan membangun aplikasi kawal budget, sehingga masyarakat bisa mengawasi langsung penggunaan anggaran yang digunakan oleh pemerintah daerah (Pemda).

Lalu, ada aplikasi pendukung QLUE yang memudahkan masyarakat apabila ada masalah di Jakarta. Misalnya trotoal rusak, lampu jalan mati, pohon mau rubuh, semua dapat dilaporkan melalui aplikasi ini. Selain itu, aplikasi CROP (Cepat Respon Opini Public) akan digunakan untuk melihat permasalahan apa saja yang ada di masyarakat.

“Sehingga dengan menggunakan dan memaksimalkan aplikasi tersebut akan muncul penilaian terhadap aparat, apakah merespon apa yang terjadi di masyarakat,” terang Tobas.

Di samping itu, lanjut Tobas, pasangan Ahok-Djarot berencana membuat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), di mana semua pelayanan publik berbasis pada informasi teknologi sehingga praktik suap dan pungli bisa dihindari. (Baca Juga: Status Tersangka Diperbolehkan Maju dalam Pilkada)

“Kita berharap masyarakat menggunakan teknologi internet. Ke depan kita harapkan semua sudah melek teknologi dan sudah mulai menggunakan teknologi dengan baik,” tuturnya.

Tobas menambahkan, untuk refromasi birokrasi pasangan Ahok-Djarot juga akan membuat KPI (key performance indicator) mulai dari kinerja dan rotasi, demosi, karier dan sebagainya sehingga tidak hanya bertumpu pada aplikasi teknologi, tetapi ada pengawasan dari internal yang salah satunya adalah menggunakan auditor untuk penggunaan anggaran.

“Penilaian birokrasi terukur mana yang aktif dan malas-malasan dan itu dijadikan bahan instrospeksi. Inspektorat tidak menggunakan pengawasan berbasis like or dislike, tetapi ada poin-poin atau ukuran yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga semua menjadi terukur,” katanya.

Tobas merasa yakin pasangan Ahok-Djarot bisa melakukan perubahan yang mendasar di dalam tata kelola pemerintahan. Dari yang sebelumnya manual dengan basis yang tidak terukur, dengan sistem yang direncanakan tim semua akan menjadi terukur. Meski demikian, ia mengakui dibutuhkan waktu untuk mengenal sistem. Masyarakat juga butuh waktu untuk hal tersebut.

“Tapi kita harus memulainya, kalau tidak kita akan jalan di tempat. Ahok-Djarot membangun dengan sistem,” ujar Tobas.

Menurut Tobas, sistem yang dibangun melalui Jakarta Smart City itu sebagai upaya untuk memfasilitasi whistle blower. Contohnya, masih ada pungli dan suap yang membuat pelayanan publik menjadi tidak adil. Dengan adanya aplikasi, mayarakat akan berani melaporkan dan laporan itu bisa dipastikan akan ditindak lanjuti. Tobas yakin sistem yang baik akan memperkecil tindak penyelewengan dan koruptif.

“Jangan sampai orang menjadi tidak tergerak untuk melapor karena berpikir tidak ada tindak lanjut,” tandas Tobas.

Untuk mengetahui informasi lengkap mengenai program hukum pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, silakan lihat video ini:


Tags:

Berita Terkait