Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ninik Rahayu menegaskan rangkaian penyusunan naskah akademik, pembuatan draf hingga pembahasan RUU Pertembakauan mesti dilakukan audit. Ia menilai patut diduga terjadi maladministrasi karena tingginya penolakan masyarakat yang menunjukan ada hal yang tidak sesuai dengan sejumlah peraturan perundangan lain. Baca juga: Masuknya RUU Pertembakauan ke Prolegnas Dinilai Tak Perhatikan Putusan MA
Dia mengingatkan Indonesia sebagai negara hukum, semua kebijakannya mesti mempertimbangkan aspek yuridis, sosiologis dan filosofis. Selain itu, cita-cita bernegara memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Yakni, hak mendapatkan kehidupan yang sehat. Nah, ketika tidak muncul hak masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang sehat dalam RUU pertembakauan, maka ditenggarai terindikasi terjadi maladministrasi.
“Rencana pembahasan dan pengesahan RUU tersebut, segeralah pemerintah melakukan audit. Jangan-jangan setelah dilakukan audit ternyata ada kekurangan,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Mantan Komisoner Komisi Nasional Perempuan itu mengatakan ketika sebuah RUU masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), maka koordinasi dengan lembaga terkait diperlukan. Yakni, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, lembaga terkait, dan masyarakat sipil yang concern terhadap kesehatan.
Semua pemangku kepentingan tersebut mesti didengar dan dilibatkan perannya dalam penyusunan dan pembahasan RUU ini melalui dialog kritis, misalnya. Selain itu, bila RUU Pertembakauan dianggap penting, maka tak ada pasal yang sudah diatur dalam UU lain. Tapi yang terjadi, sejumlah pasal sudah diatur dalam UU lain.
“Lalu, apa pentingnya RUU ini, lalu bagaimana korelasinya dengan UU lain terkait pertembakauan,” ujarnya mempertanyakan.
Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan sudah ada mekanismenya seperti diatur UU No. 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dia yakin bila diaudit dan merujuk UU tersebut bakal ditenggarai adanya maladministrasi. Terlebih, bila mengesampaingkan hak masyarakat yang dijamin dalam konstitusi, maka terindikasi perbuatan melawan hukum.
“Pemerintah sebaiknya mundur sejenak untuk proses harmonisasi dan sinkronisasi sekaligus melakukan audit agar terhindar dari maladministrasi yang lebih besar,” sarannya.
Pembahasan tidak dilanjutkan
Koordinator Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) Magdalena Sitorus mendesak agar pembahasan RUU Pertembakauan tidak dilanjutkan. Bahkan, RUU Pertembakauan dikeluarkan saja dari Prolegnas Prioritas maupun Prolegnas lima tahunan. Menurutnya, RUU Pertembakauan bertentangan dengan upaya Presiden Joko Widodo dalam mencapai nawa cita. Baca juga : YLBHI Endus Aroma Rente dalam RUU Pertembakauan
Ia menilai tak ada urgensi mendesak dengan adanya RUU Pertembakauan. Sebab hampir semua pasal dalam RUU Pertembakauan mulai pasal mengatur produksi, distribusi, harga, cukai, pemasaran dan riset produk telah diatur di berbagai UU lain. Yakni, UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Kemudian UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan Pemberdayaan Petani, UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Baca juga: Ini Alasan RUU Pertembakauan Tidak Layak Masuk Prolegnas 2015-2019
Magdalena yang juga Komisoner Komnas Perempuan itu menilai dasar pembentukan RUU Pertembakauan dinilai tidak berdasar. Sebab, hanya mengacu Peraturan Menteri Perindustrian yang notabene berada di bawah UU. Ia memastikan ketika RUU Pertembakauan disahkan menjadi UU bakal tumpang tindih pengaturan dan ketidakpastian hukum dalam bidang perindustrian, keuangan, perdagangan pertanian, dan kesehatan. “RUU ini juga berpotensi bertentangan dengan Pasal 28H UUD 1945,” sebutnya.
Ketua Badan Pengurus Yayasan Cahaya Guru, Henny Supolo Sitepu mengatakan keberadaan RUU Pertembakauan justru bakal merusak generasi muda melalui rokok. Menurutnya, ketika terjadi peningkatan mutu manusia Indonesia melalui pendidikan, diharapkan kualitas manusia yang baik dan dapat menjadi puncak "bonus" demografi. “Kretek sudah pasti bukan warisan budaya karena tidak memberikan manfaat kesehatan bagi generasi yang sehat,” tukasnya.
Bagi Ninik, Audit pun tak saja sebatas proses materi penyusunan dan pembahasan, namun juga anggaran yang sudah dikeluarkan dalam penyusunan naskah akademik, draf hingga mengundang seluruh pemangku kepentingan. Menurut Ninik, maladministrasi dapat dilihat dari penggunaan anggaran yang digelontorkan melalui APBN. “Saya meyakini penggunaan anggaran sudah besar. Apakah penggunaan anggaran ini sudah benar?"
Ninik berpandangan bila dalam penyusunan dan penggunaan anggaran sedemikian besar tanpa memberikan pemenuhan hak masyarakat mendapatkan kehidupan yang sehat, maka penggunaan anggaran harus diaudit lembaga yang berwenang. Ombudsman pun bersedia melakukan audit bila memang diperlukan.
“Jadi kalau terjadi maladministrasi perlu diaudit juga seberapa besar anggaran yang dikeluarkan oleh legislatif dan eksekutif.”