Pahami Hak Anda Saat Mudik Berkendara
Melek Hukum Saat Berlebaran

Pahami Hak Anda Saat Mudik Berkendara

Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah diatur jelas dalam UU LLAJ, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Pelayanan Publik.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Foto: RES
Ilustrasi. Foto: RES
Tradisi mudik kerap dilakukan oleh sebagian masyarakat urban yang tinggal di perkotaan menjelang Idul Fitri ke beberapa daerah. Tak peduli kendati harus berjibaku dengan kemacetan dalam berkendaraan mobil pribadi, transportasi umum atau bahkan menggunakan sepeda motor sekalipun.

Prediksi jumlah pemudik tahun 2017 seperti dilansir Kementerian Perhubungan baik menggunakan transportasi umum melalui darat, udara, laut dan kendaraan pribadi berjumlah sekitar 19,04 juta. Jumlah ini lebih tinggi 4,85 persen dibanding pemudik tahun 2016 yang berjumlah 18,16 juta.

Namun, di balik gegap gempita mudik setiap jelang Idul Fitri, sejatinya terdapat hak-hak yang perlu diketahui terutama oleh para “pelanggan” mudik lebaran demi kenyamanan, keamanan, dan keselamatan di jalan raya. Mulai hak-hak pemudik menggunakan transportasi umum, kendaraan pribadi hingga hak-hak Anda saat mengalami kecelakaan lalu lintas. Hal ini sebenarnya sudah diatur UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik terkait standar pelayanan minimal.

Menurut data yang di lansir dari Korlantas Mabes Polri yang dikutip oleh website YLKI, hasil operasi Ramadhan Tahun 2016 saja ditemukan 2.168 kali kasus kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 444 orang. Jika dibandingkan dengan kasus kecelakaan mudik tahun 2015 terdapat penurunan 21,90 persen. Jumlah kecelakaan mudik tahun 2015 sebanyak 2.776 kali dengan korban meninggal dunia sebanyak 590 orang.

Baca Juga: Mudik Akrab dengan Kecelakaan

Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Pudji Hartanto mengatakan terpenting bagi pemudik dalam perjalanan aman dan selamat sampai tujuan. Salah satu upaya mudik dalam sisi keamanan, dilakukan pengecekan kendaraan. Untuk mengurangi kecelakaan yang terjadi saat mudik terlebih pengguna sepeda motor telah disediakan mudik gratis oleh pemerintah, BUMN dan pihak swasta.

“Demi keselamatan, mengurangi kecelakaan sepeda motor bagi pemudik dengan sepeda motor, dihimbau untuk menggunakan angkutan mudik gratis yang sudah disediakan dengan terutama dengan menggunakan bus,” kata Pudji di Jakarta, Jumat (2/6) lalu.   

Demi kenyamanan pemudik, pihaknya menyiapkan posko-posko tempat beristirahat untuk para pemudik. Mengantisipasi kebingungan pemudik terkait ketersediaan BBM, Kementerian ESDM juga akan menyediakan BBM mobile denga ukuran dirigen 5 liter, 10 liter, dan 20 liter, selain BBM yang tersedia SPBU-SPBU terdekat. “Nanti ada (BBM) yang mobile. Kami juga sudah minta Basarnas siapkan helikopter di Cipali," katanya.

Selama masa mudik Lebaran 2017, tidak diterapkan kebijakan pembatasan kendaraan di jalan tol dengan sistem nomor ganjil-genap. Mengingat belum ada regulasi atau dasar hukum di tingkat nasional dan kesiapan sistem rekayasa lalu lintas di jalan arteri. Pudji menjelaskan nantinya tidak ada lagi mobil truk-truk bersumbu 3 yang beroperasi, hanya truk bersumbu dua, kecuali untuk truck pengangkut barang BBM, dan bahan-bahan yang cepat busuk misalnya bahan makanan.

“Ini tertuang di Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.2717/AJ.201/DRJD/2017 tentang Pengaturan Lalu Lintas dan Pengaturan Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Lebaran Tahun 2017 (1438H),” tuturnya.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Sujatno menjelaskan kecelakaan lalu lintas tidak hanya tanggung jawab pemerintah dan kepolisian dengan mengoptimalkannya keamanan. Namun, masyarakat juga terutama bagi pemudik peduli dan bersikap hati-hati terhadap setiap keadaan yang berpotensi terjadi  kecelakaan lalu lintas yang berakibat pada dirinya sendiri.

“Aturan lalu lintas itu banyak dan berserakkan dimana-mana, jadi kalau penegakkan hukumnya lemah, seharusnya masyarakat juga harus peduli terhadap dirinya sendiri,” kata Agus di Kantor YLKI, Selasa (13/6/2017).

Sebagai contoh, perlintasan kereta api tanpa palang pintu, tapi kemudian masyarakat menerobos begitu saja. Padahal sudah jelas perlintasan kereta api tanpa palang pintu itu ilegal. “Nah, ini yang menjadi masalah masyarakat harus peduli terhadap keselamatan dirinya,” tegasnya.

Agus mengingatkan setiap pelanggaran lalu lintas saat mudik pun harus tetap ditegakkan tanpa pengecualian. Misalkan, ketika pemudik menggunakan sepeda motor melebihi beban seharusnya ditilang dan jangan dibiarkan saja. Hal ini semata-mata bukan untuk menegakkan hukum, tetapi juga demi keselamatan masyarakat dan meminimalisir terjadinya kecelakaan.

“Jangan sampai hanya karena moment-nya Hari Raya Idul Fitri menjadi diringankan, tidak ada penegakkan hukum lalu lintas. Ini juga perlu edukasi pemerintah untuk masyarakat atas keselamatan dirinya, jangan sampai ingin mudik ke kampung halaman, tapi nyawa yang menjadi taruhannya,” ujarnya.

Baca Juga: Karena Kasus Kecelakaan Tidak Selalu Salah Sopir

Demikian pula bagi pelaku usaha transportasi. Dia mengingatkan moment mudik ini hendaknya jangan dijadikan semata mendapat keuntungan lebih besar tanpa mengindahkan prosedur kelayakan moda transportasi yang dimiliki. “Jangan sampai armada yang dikeluarkan asal-asalan dan tidak lolos uji kelayakan, tidak ada izin kelayakan. Para pelaku usaha harus tahu bahwa mudik ini bukan hanya semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga melindungi konsumennya,” ujarnya mengingatkan.
Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2009

Asas penyelenggaraan lalu lintas, terdiri dari: (1) asas transparan; (2) asas akuntabel; (3) asas berkelanjutan; (4) asas partisipatif; (5) asas bermanfaat; (6) asas efisien dan efektif; (7) asas seimbang; (8) asas terpadu; dan (9) asas mandiri.

Pasal 3 UU No. 22 Tahun 2009

Tujuan dari lalu lintas dan angkutan jalan adalah:

1. terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
2. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
3. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Kecelakaan akibat jalan rusak
Sebuah fakta, peristiwa kecelakaan lalu lintas jalur darat seringkali disebabkan jalan rusak yang mengakibatkan luka ringan, berat hingga meninggal dunia. Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berupaya meningkatkan pelayanan infrastruktur jalan pada arus mudik lebaran yang lebih baik dari tahun ke tahun. Pada musim mudik lebaran tahun 2017, seluruh ruas jalan nasional yang dilalui pemudik dipastikan dalam kondis baik dan tidak ada lubang pada H-10 kemarin.

Terkait persoalan ini, Agus meminta Kementerian PUPR harus mengejar ketertinggalan, jangan sampai masih ada jalan rusak ketika menjelang lebaran. Perbaikan-perbaikan jalan harus jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya agar meminimalisir terjadi kecelakaan dan kemacetan. YLKI berharap saat menjelang lebaran 2017 ini segera mengatasi perbaikan jalan yang dilalui kendaraan saat arus mudik demi kenyamanan dan keamanan para pemudik. “Jangan sampai saat mudik masih ada perbaikan jalan. Ini akan menimbulkan kemacetan dan kecelakaan,” katanya.

Merujuk Pasal 24 UU LLAJ, penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Apabila belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan.Jika penyelenggara jalan tidak membetulkan jalan yang rusak ketika mengakibatkan, penyelenggara jalan dapat dihukum pidana dan ganti rugi (perdata).  

Mengenai penggantian kerugian terhadap pengendara yang menjadi korban, pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, dalam hal ini penyelenggara jalan, wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan Pasal 236 jo 273 UU LLAJ yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan sesuai berat-ringannya kecelakaan yang dialami. Kewajiban mengganti kerugian pada kecelakaan yang hanya mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.

Satu contoh kasus terjadi di daerah Bangka Belitung (Babel). Pengadilan Negeri (PN) Babel menghukum terdakwa membayar ganti kerugian kepada korban yang mobilnya rusak akibat tertimpa mobil truk yang dikemudikan terdakwa. Selain itu, terdakwa dihukum pidana percobaan. Namun, di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Babel membatalkan hukuman ganti rugi karena sebelumnya di luar sidang, terdakwa sudah memberikan ganti rugi kepada korban. Hal ini seperti termuat dalam perkara No 13/Pid/2011/PT Babel.

Dalam perkara lain di daerah Kudus, PN Kudus menghukum Tergugat I dan Tergugat II membayar ganti rugi kepada Penggugat. Penyebabnya adalah mobil Penggugat rusak parah akibat tertimpa truk milik Tergugat I dan Tergugat II yang dikemudikan oleh Tergugat III. Hal ini seperti termuat dalam perkara nomor 59/Pdt/G/2013/PN.Kds.

Aturan santunan kecelakaan
Sejak Per 1 Juni 2017, tunjangan santunan bagi korban kecelakaan angkutan umum mengalami peningkatan seiring terbitnya dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Pertama, PMK No. 15/PMK.010/2017 tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau, Feri/Penyeberangan, Laut, dan Udara. Kedua, PMK No.16/PMK.010/2017 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Kedua PMK ini, merupakan penyesuaian dari PMK No. 37/PMK.101/2008 tentang Besar Santunan dan Iuran Wajib Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Alat Angkutan Penumpang Umum di Darat, Sungai/Danau, Feri/Penyeberangan, Laut, dan Udara sebagai bentuk peningkatan perlindungan dasar kepada masyarakat sesuai UUD 1945.

Baca Juga: Didasari 2 Peraturan Menkeu, Kenaikan Santunan Korban Kecelakaan Berlaku Awal Juni

Lewat peraturan baru ini, santunan kepada korban kecelakaan angkutan umum yang diberikan oleh PT Jasa Raharja (Persero) selaku perusahaan yang ditunjuk menjalankan dana pertanggungan wajib kecelakaan, meningkat hingga 100 persen tanpa diikuti dengan kenaikan iuran atau sumbangan wajib. Hanya saja, santunan bagi ahli waris kepada korban meninggal dunia dan penggantian perawatan dokter tidak mengalami kenaikan.

Peningkatan nilai santunan dilakukan karena telah terjadi perubahan kebutuhan hidup dan inflasi, antara lain kenaikan biaya rumah sakit, obat-obatan, dan kenaikan biaya penguburan. Selain peningkatan nilai santunan, juga dipandang perlu untuk memberikan manfaat baru berupa penggantian biaya pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan penggantian biaya ambulans karena dapat berperan menyelamatkan jiwa korban di saat kritis.

Sesuai PMK No. 15 Tahun 2017, santunan bagi korban meninggal dunia mencapai Rp50 juta; cacat tetap Rp50 juta; biaya perawatan Rp20 juta; penggantian biaya P3K Rp1 juta; penggantian biaya ambulans Rp500 ribu; dan biaya penguburan (jika tidak ada ahli waris) Rp4 juta. Namun, bagi penumpang angkutan udara jumlah tanggungan tidak mengalami perubahan yaitu bagi korban meninggal dunia mencapai Rp50 juta; cacat tetap Rp50 juta; dan biaya perawatan Rp25 juta.

Sementara sesuai PMK No. 16 Tahun 2017, santunan bagi korban meninggal dunia mencapai Rp50 juta; cacat tetap Rp50 juta; biaya perawatan Rp20 juta; penggantian biaya P3K Rp1 juta; penggantian biaya ambulans Rp500 ribu; dan biaya penguburan (jika tidak ada ahli waris) Rp4 juta. 
SantunanAngkutan Umum di Darat, Sungai/Danau, Feri/Penyebrangan dan LautAngkutan Umum Udara
Ketentuan LamaKetentuan BaruKetentuan LamaKetentuan Baru
Meninggal Dunia (Ahli Waris) 25.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000
Cacat tetap (Berdasarkan persentase tertentu, maksimal) 25.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000
Biaya Perawatan Luka-luka (Maksimal) 10.000.000 20.000.000 25.000.000 25.000.000
Manfaat Tambahan (baru):
1.    Penggantian biaya P3K (maksimal);
Tidak ada 1.000.000 Tidak ada 1.000.000
2.    Penggantian biaya ambulans (maksimal); Tidak ada 500.000 Tidak ada 500.000
Biaya Penguburan (jika tidak ada ahli waris) 2.000.000 4.000.000 2.000.000 4.000.000
Iuran Wajib berdasarkan jenis alat angkutan penumpangan umum tidak mengalami kenaikan

Berikut rangkuman perubahan besar santunan dan sumbangan wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 16/2017.
SantunanKetentuan LamaKetentuan Baru
Meninggal Dunia (Ahli Waris) 25.000.000 50.000.000
Cacat tetap (berdasarkan persentase tertentu, maksimal) 25.000.000 50.000.000
Biaya perawatan luka-luka (maksimal) 10.000.000 20.000.000
Manfaat tambahan (baru):
1.    Penggantian biaya P3K (maksimal)
Tidak ada 1.000.000
2.    Penggantian biaya ambulans (maksimal) Tidak ada 500.000
Biaya Penguburan (Jika tidak ada ahli waris) 2.000.000 4.000.000
Sumbangan Wajib sesuai golongan kendaraan tidak mengalami kenaikan

Santunan masih minim
Menurut Sekretaris YLKI Agus Sujatno, santunan kecelakaan di Indonesia masih sangat minim dibandingkan dengan Malaysia yang meng-cover santunan kecelakaan korban meninggal dunia hingga sebesar Rp 1,3 miliar. “Inilah yang perlu ada revisi dalam UU untuk kemudian diselaraskan dengan kondisi saat ini,” katanya.

YLKI berkali-kali mendorong pemerintah dan Jasa Raharja untuk menaikkan jumlah santunan. Sebab, kecelakaan lalu lintas mayoritas korbannya adalah kepala rumah tanggga. Selain itu, jika terjadi kecelakaan menyebabkan timbul kemiskinan baru karena korban biasanya menjadi sumber mencari nafkah. “Apabila korban kecelakaan mengakibatkan cacat. Hal ini menimbulkan keluarga harus menanggung kehidupan orang yang cacat dan tidak bisa lagi bekerja,” jelasnya.

Dia mengakui aturan lama dalam UU No. 34 Tahun 1964 tentang Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas jumlahnya hanya 25 juta untuk korban meninggal. Meski saat ini melalui dua PMK itu meningkat santunan korban kecelakaan meninggal dunia dari 25 juta menjadi 50 juta.

Demikian pula untuk korban luka-luka ringan hanya diberikan santunan sebesar Rp 500 ribu. Jumlah ini juga terbilang kecil untuk diiterapkan di tahun 2017. “Kalau jumlah asuransinya seperti di Malaysia, maka jaminan untuk keluarga dan pendidikan anak-anak sudah tercover. Di Jakarta biaya pemakaman saja sudah berapa, jadi nilai santunan 50 juta ini masih terlalu rendah,” ujarnya.

(Baca Juga: Nilai Santunan Jasa Raharja Direvisi, Ini Pokok-Pokok Perubahannya)

Hak-hak penumpang
Sekretaris YLKI Agus Sujatno mengatakan idealnya hak-hak konsumen yang menggunakan trasportasi umum berbayar dan gratis adalah sama. Namun, mudik gratis terutama dengan bus sebagian besar belum mengasuransikan penumpangnya. Apalagi, BUMN yang melaksanakan mudik gratis perlu juga meng-cover semua penumpangnya dengan asuransi. “Karena kita tidak ada yang tahu ada kejadian apa selama mudik gratis ini,” lanjutnya.

Untuk penumpang bus yang berbayar, kata Agus, adanya karcis penumpang, maka kedua belah pihak diharapkan mendapatkan kepastian mengenai hak dan kewajibannya. Karcis dapat diartikan sebagai tanda bukti telah terjadinya pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutannya. Di karcis ini juga tertulis ketentuan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak.

“Prakteknya, ketentuan yang ditulis di dalam karcis penumpang sudah ditetapkan secara baku. Artinya, penumpang yang ingin menggunakan jasa bus hanya punya pilihan menyetujui ketentuan-ketentuan tersebut, ‘take it or leave it’.”

Secara umum, ketentuan dalam karcis yang dibuat oleh PO Bus kurang lebih sama dengan PO lainnya. Misalnya, Penumpang wajib memiliki karcis yang sah sesuai nama yang tertera di dalam karcis; Calon penumpang diwajibkan melapor atau harus sudah kumpul di tempat pemberangkatan 1 jam atau 30 menit sebelum jam berangkat; Penumpang berkewajiban menjaga keamanan barang bawaannya masing-masing dan jika terjadi kerusakan/kehilangan PO tidak  bertanggung jawab.

Jika masalah yang dihadapi dalam perjalanan ternyata tidak diatur di dalam karcis, maka kita bisa merujuk ke peraturan perundang-undangan yang ada. Misalnya, Instruksi Dirjen Perhubungan Darat, Keputusan Menteri Perhubungan, Peraturan Pemerintah, atau Undang-Undang. Saat ini, aturan dalam hierarki tertinggi yang mengatur mengenai pengangkutan darat adalah UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

UU No. 22 Tahun 2009, banyak diatur mengenai kewajiban penyelenggara angkutan penumpang bus yang keseluruhannya bersumber pada asas dan tujuan dari dibuatnya UU tersebut. Hal ini bentuk/wujud upaya memberikan perlindungan bagi penumpang agar terjamin kenyamanan, keamanan dan keselamatannya sebagai standar pelayanan minimal kepada penumpang.  

Misalnya, penumpang yang tidak memiliki karcis disebut ilegal. Konsekuensinya, penumpang tanpa karcis tidak dapat menuntut haknya seperti telah ditetapkan dalam karcis atau UU. Contoh ekstrem, jika bus yang dinaiki “penumpang gelap” tersebut mengalami musibah kecelakaan, maka si penumpang gelap tidak dapat menuntut hak ganti rugi dari PO karena tidak bisa membuktikan adanya perjanjian pengangkutan. Jadi dengan memiliki karcis, maka hak-hak penumpang sebagai konsumen akan terlindungi dan penumpang dapat menuntut PO apabila merasa dirugikan baik secara pidana maupun perdata.

Jadi, perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah diatur jelas dalam UU No. 22 Tahun 2009, yang menjadi pedoman untuk melindungi kepentingan penumpang jika haknya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan umum. Seperti Pasal 234 ayat (1) menentukan pihak penyedia jasa angkutan umum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami penumpang yang diakibatkan oleh kelalaian pengemudi.
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait