7 Isu RUU PPILN yang Disepakati Pemerintah-DPR
Berita

7 Isu RUU PPILN yang Disepakati Pemerintah-DPR

Perusahaan penempatan masih diberi kewenangan.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Aksi unjuk rasa solidaritas buruh migran atas kasus Erwiana. Foto: Facebook
Aksi unjuk rasa solidaritas buruh migran atas kasus Erwiana. Foto: Facebook
Dari puluhan RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2017 salah satunya RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN). Pembahasan RUU inisiatif DPR itu masih bergulir. Tercatat ada 7 isu krusial yang ada di RUU yang rencananya menggantikan UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) itu.

Dalam pembahasan RUU PPILN beberapa waktu lalu di DPR, Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan Pemerintah dan DPR telah mencapai kesepakatan dalam membahas 7 isu krusial.

Pertama, mengenai atase ketenagakerjaan yang dibentuk di semua negara penempatan, menjadi bagian dari perwakilan Indonesia di luar negeri, bertugas melakukan pendataan, verifikasi, market intelligent, dan berkoordinasi dengan negara penempatan. Dalam menjalankan tugas, atase ketenagakerjaan dapat dibantu perwakilan RI. Atase ketenagakerjaan juga memiliki kewenangan diplomat dan menguasai bidang ketenagakerjaan.

Kedua, BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan jaminan sosial pekerja migran Indonesia (JSPMI). Ketiga, pembiayaan penempatan menerapkan prinsip nol biaya (zero cost). Komponen biaya penempatan tidak boleh dibebankan pada pekerja migran Indonesia. Keempat, pelaksanaan pelayanan terpadu atau layanan terpadu satu atap. “Gunanya untuk memberikan pelayanan sebelum dan setelah bekerja,” kata Hanif.

(Baca juga: Pemerintah Kesulitan Menyusun Komponen Biaya Penempatan Buruh Migran Terbaru).

Kelima, tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat bertanggungjawab menyediakan pelatihan bagi calon pekerja migran melalui pendidikan vokasi, anggarannya berasal dari fungsi pendidikan. Pemerintah daerah bertanggung jawab memberi informasi mengenai lowongan pekerjaan kepada pencari kerja dan pelaksanaan pusat pelayanan terpadu bidang pekerja migran. Selain itu bekerjasama dengan pemerintah pusat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kerja.

Keenam, mengenai kelembagaan. Perlindungan pekerja migran dilaksanakan oleh badan yang dibentuk oleh Presiden. Lembaga itu dipimpin oleh Kepala yang diangkat dan bertanggungjawab kepada Presiden serta berkoordinasi dengan Menteri. Lembaga itu bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan perlindungan pekerja migran secara terpadu dan terintegrasi. Anggotanya berasal dari perwakilan kementerian atau lembaga terkait. "Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja badan diatur dalam Peraturan Presiden," ujar Hanif.

(Baca juga: RUU PPILN Masuk Prioritas, Bagaimana UU Ketenagakerjaan?).

Ketujuh, pelaksana penempatan pekerja migran dilakukan oleh pemerintah pusat, perusahaan penempatan dan perusahaan yang menempatkan pekerjanya ke luar negeri untuk kepentingan perusahaan. Terakhir, pekerja migran perseorangan.

Terpisah, Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, mengatakan pada intinya isu RUU PPILN yang selama ini menjadi perdebatan antara pemerintah dan DPR sudah diselesaikan. Dari ketujuh isu itu salah satu yang disorot mengenai kewenangan antara BNP2TKI dan Kementerian Ketenagakerjaan. RUU PPILN akan menegaskan mana lembaga yang menjadi regulator dan operator. “DPR mendorong kedua lembaga itu posisinya sejajar sehingga tidak terjadi timpang tindih kewenangan,” tukasnya.

(Baca juga: RUU PPTKLN: Diusulkan BNP2TKI Jadi Lembaga Tunggal Urusan TKI).

Departemen Riset dan Hubungan Luar Negeri DPN Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Ridwan Wahyudi, mengatakan masalah kelembagaan itu harus diselesaikan melalui RUU PPILN. Harus diperjelas mana lembaga yang bertugas sebagai regulator atau operator. Perlu diatur pula mengenai mekanisme penyelesaian sengketa yang dialami buruh migran. Misalnya, kemana buruh migran mengadu? Bagaimana mekanisme penyelesaiannya? “Selama ini masing-masing lembaga punya prosedur, ini membuat bingung dan menyulitkan buruh migran,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait