Tips Agar Merek Bisnis Anda Tidak ‘Dibajak’
Berita

Tips Agar Merek Bisnis Anda Tidak ‘Dibajak’

Sebaiknya daftarkan seluruh produk yang relevan.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Workshop tentang merek yang diselenggarakan hukumonline. Foto: PROJECT
Workshop tentang merek yang diselenggarakan hukumonline. Foto: PROJECT
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Peraturan Menteri No. 67 Tahun 2016 tentang Pengaturan Pendaftaran Merek. Permen tersebut menjelaskan tata cara pendaftaran merek ke Direktorat Merek, untuk mengatur lebih lanjut ketentuan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Tetapi ada beberapa hal yang tidak dijelaskan secara rinci terutama mengenai aspek barang dan jasa yang didaftarkan oleh para pelaku bisnis.

Kasubdit Permohonan dan Publikasi Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumhan Junarlis mengakui hal itu. Namun Junarlis memberikan saran kepada pelaku bisnis agar mendaftarkan seluruh produk mereka baik berupa barang atau jasa. Hal itu untuk mencegah nama merek yang mereka miliki digunakan oleh pihak-pihak lain.

“Kadang orang akalnya lebih panjang dari aturan, mereka bikin penyelundupan hukum dengan cara melakukan itu (menggunakan merek pihak lain),” pungkas Junarlis saat dihubungi hukumonline, Jumat (28/7).

(Baca juga: Kenali Merek-Merek Bisnis yang Tak Bisa Didaftarkan).

Junarlis mencontohkan salah satu kasus sengketa merek Holland Bakery yang melibatkan PT Mustika Cita Rasa, pemegang merek Holland Bakery dengan lambang kincir angina dengan FX. J. Kiatanto pemilik merek Holland Bakery dengan lambang bunga tulip. Atas dasar inilah Junarlis menyarankan pelaku usaha untuk mendaftarkan seluruh produk mereka kepada Ditjen KI Kemenkumham.

“Di kata kunci yang kemarin untuk barang yang diproduksi dan diperdagangkan dalam dunia usaha barang dan jasa. Makanya di samping kata kuncinya itu diproduksi,” tuturnya.

Contoh lain, jelas Junarlis adalah para pelaku usaha jasa di bidang perhotelan. Mereka tidak hanya mendaftarkan merek hotelnya saja, tetapi beberapa produk di dalamnya. “Sama misalnya hotel. Dia cuma butuh nama hotelnya. Ternyata di dalam handuk, sabun, cangkir nama dia kan. Kalau tidak dilindungi bisa-bisa orang bikin sabun, cangkir pakai nama dia kan,” pungkas Junarlis.

Tidak hanya barang, untuk sektor jasa juga harus demikian. Junarlis menyarankan pelaku usaha di sektor tersebut juga mendaftarkan jenis saja yang mereka yang miliki tidak hanya ke Ditjen KI, tetapi juga instansi terkait. “Kalau jasa transportasi ya daftarkan juga ke Dinas Perhubungan,” imbuhnya.

Salah satu sengketa merek yang menjadi perhatian adalah kasus IKEA. Pengadilan Niaga mengabulkan gugatan perusahaan asal Surabaya yaitu PT Ratania Khatulistiwa atas merek IKEA yang juga digunakan oleh INTER IKEA SYSTEM B.V. Putusan ini pun dikuatkan oleh Mahkamah Agung dengan alasan bahwa merek yang tidak digunakan oleh pemiliknya selama 3 tahun berturut-turut dapat dihapus dari Daftar Umum Merek.

(Baca juga: IKEA Bersikukuh Mereknya Masih Dilindungi UU).

Tetapi putusan itu tidak bulat karena diwarnai dissenting opinion oleh salah satu hakim anggota I Gusti Agung Sumanatha. “Secara kasat mata toko milik tergugat yang menjual produknya tersebar di Indonesia tokoresmi IKEA yang cukup besar berada di Jalan Alam Sutera Tangerang Banten, sehingga dengan demikian Pasal 61 ayat (2) huruf a UU No. 15 Tahun 2001 tentang merek tidak dapat diterapkan,” ujarnya.

Meskipun pendapat Sumanatha ini tidak mengubah keputusan majelis yang memenangkan PT Ratania Khatulistiwa, tetapi menurut Partner pada Kantor Hukum Hanafiah Ponggawa & Partners (HPRP), Linna Simamora hal ini bisa menjadi celah hukum. Oleh karena itu ia berpesan agar setiap produk barang semestinya juga didaftarkan oleh para pelaku usaha.

“IKEA itu kalau tidak salah bentuk barang. Kalau untuk barang harus benar-benar (merek) ada di barangnya. Yang agak sulit kalau merek itu berupa jasa,” tutur Linna saat mengisi seminar yang diadakan hukumonline beberapa waktu lalu.
Tags:

Berita Terkait