Ini Poin-poin Penting Revisi Permenhub Angkutan Sewa Daring
Berita

Ini Poin-poin Penting Revisi Permenhub Angkutan Sewa Daring

Maksud dan tujuan revisi antara lain untuk mengakomodasi kemudahan aksesibilitas bagi masyarakat.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Acara uji publik Kemenhub terkait revisi Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017. Foto: DAN
Acara uji publik Kemenhub terkait revisi Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017. Foto: DAN
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat melaksanakan uji publik terhadap revisi Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Untuk Tidak Dalam Trayek. Setelah sebelumnya uji publik dilakukan di Batam, Senin (9/10), Ditjen Hubungan Darat Kemenhub kembali melaksanakan uji publik di Jakarta.

Direktur Angkutan dan Multi Moda Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub, Cucu Mulyana, menyampaikan 9 poin penting yang menjadi perhatian dari pembahasan revisi PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Untuk Tidak Dalam Trayek. Menurut Cucu, kesembilan poin tersebut tidak terlepas dari Putusan Mahkamah Agung yang telah menganulir 14 pasal dalam PM 26/2017.

“Tindak lanjut dari Putusan MA itu kami mengundang para ahli dan pakar hukum sehingga kami mendapat masukan-masukan.” ujar Cucu, Senin (9/10), di Jakarta.


1.    Sistem pembayaran tarif taksi berdasarkan argometer atau aplikasi.
2.    Wilayah operasi Angkutan Sewa Khusus (ASK).
3.    Pengaturan tarif ASK atas dasar kesepakatan yang masih dalam koridor batas atas dan batas bawah.
4.    STNK atas nama badan hukum kecuali badan hukum koperasi.
5.    Pengaturan kuota untuk ASK.
6.    Mengenai domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) untuk ASK.
7.    Persyaratan perizinan.
8.    Persyaratan administrasi Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
9.    Pengaturan terhadap peran aplikator.

Pertama, mengenai sistem pembayaran tarif taksi berdasarkan argometer atau aplikasi. Menurut Cucu, pengaturan terhadap penggunaan agrometer menjadi salah satu yang diatur dalam revisi PM 26/2017. Meski sebelumnya MA telah menetapkan pasal yang mewajibkan pelayanan tarif berdasarkan agrometer atau aplikasi berbasis teknologi online tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, namun berdasarkan hasil uji publik di beberapa kota, peserta uji publik masih meminta agar ketentuan itu diatur. 

“Jadi dalam uji publik tersebut seluruh peserta uji publik tersebut menginginkan adanya pengaturan. Walaupun itu sudah ada putusan dari MA tapi tidak serta merta kita tetapkan karena yang diinginkan oleh mereka semua adalah adanya bentuk pengaturan,” ujar Cucu. (Baca Juga: Aturan Taksi Online Dibatalkan MA, Kemenhub Siap Taat Azas Hukum)

Terkait penggunaan teknologi berbasis aplikasi, Cucu menekankan agar perusahaan aplikator untuk memberikan pelatihan kepada driver untuk menggunakan teknologi berbasis online. Hal ini dikarenakan banyaknya driver yang telah berusia lanjut. “Para pengemudi yang sudah sangat senior sehingga kesulitan menggunanakan teknologi HP,” ujarnya.

Kedua, wilayah operasi Angkutan Sewa Khusus (ASK). Dalam revisi PM 26/2017, kewenangan menentukan wilayah operasi ASK berada di tangan Kepala Badan, dalam hal ini Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dan Gubernur. Untuk Dirjen Perhubungan Darat, mengatur wilayah operasi yang melampaui satu propinsi di Indonesia. Kasus ini hanya terjadi di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kemudian yang lainnya diatur oleh Gubernur.

“Jadi wilayah operasi ini harus mengikuti wilayah operasi yang ditetapkan sesuai dengan kewenangan (lembaga) yang diatur. Nggak bisa sebuah angkutan sewa khusus beroperasi sampai ke mana-mana,” ujar Cucu.

Ketiga, perihal pengaturan tarif ASK atas dasar kesepakatan yang masih dalam koridor batas atas dan batas bawah. Menurut Cucu, saat ini tarif angkutan sewa khusus belum ada pangaturan batas atas dan batas bawahnya. Saat jam sibuk, tarifnya bisa menjadi sangat mahal. Sedang di luar jam sibuk, tarifnya bisa menjadi sangat murah. (Baca Juga: Kemenhub Gandeng Lawyer Bahas Revisi Aturan Transportasi Online)

Hal ini menurut Cucu, berdampak negatif terhadap keberadaan taksi reguler. Oleh karena itu, pemerintah menaruh perhatian terhadap persoalan tarif batas atas dan bawah tersebut. “Biar tidak terjadi persaingan terkait tarif untuk menjaga usaha yang sehat,” ujar Cucu.

Selain itu, dengan adanya pengaturan batas tarif diharapkan dapat melindungi kepentingan driver terkait upah. “Agar driver angkutan sewa khusus tidak berpendapatan di bawah UMP sehingga tarif atas bawahnya harus kita atur,” lanjut Cucu.

Dalam revisi PM 26/2017, kewenangan penentuan batas tarif ini diberikan kepada Dirjen Hubungan Darat, Kepala BPJT, dan Gubernur. Tentu dalam pelaksananya, Cucu mengingatkan perlunya pembahasan terlebih dahulu oleh seluruh pemangku kepentingan di wilayah masing-masing sehingga tidak ditetapkan secara sepihak.

Keempat, STNK atas nama badan hukum kecuali badan hukum koperasi. Untuk driver yang bermitra dengan perusahaan aplikator yang berbentuk PT, maka STNK nya atas nama perusahaan aplikator. Sementara yang berbadan hukum koperasi tidak diwajibkan atas nama badan hukum. (Baca Juga: Pasca Putusan MA, Menhub Disarankan Rumuskan Aturan Baru Taksi Online)

“Karena koperasi itu adalah himpunan perorangan oleh karena itu STNK ini atas nama perorangan bagi yang berbadan hukum koperasi,” ujar Cucu.

Kelima, terkait pengaturan kuota untuk ASK. Di dalam suatu wilayah operasi, Kemenhub mengatur jumlah armada yang beroperasi. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengantisipasi padatnya ruang lalu lintas. “Apabila tidak diatur maka ruang lalu lintas akan menjadi sempit bahkan menjadi tidak ada. Artinya adalah kemacetan akan terjadi di wilayah tersebut,” katanya.

Keenam, mengenai domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) untuk ASK. Ketentuan ini dibuat untuk menghindari bebasnya wilayah operasi dari ASK. “Oleh karena itu, kita atur domisili ASK itu harus sesuai dengan wilayah operasi yang di tetapkan. Yang menetapkan siapa? Dirjen, Kepala Badan, dan Gubernur sesuai dengan kewenangannya,” terang Cucu.

Ketujuh, persyaratan perizinan. Memiliki paling sedikit 5 kendaraan yang dibuktikan dengan STNK atas nama Badan Hukum atau dapat atas nama perorangan untuk Badan Hukum berbentuk Koperasi.

Delapan, persyaratan administrasi Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Cucu mengatakan SRUT merupakan kemudahan bagi pelaku usaha angkutan sewa khusus. Bagi ASK yang memiliki mobil baru, tidak perlu melakukan uji KIR, cukup melampirkan saja SRUT yang dimiliki.

Sembilan, pengaturan terhadap peran aplikator. Cucu menyampaikan bahwa dalam revisi PM 26/2017 ini, perusahaan aplikator akan diatur perannya sebagai perusahaan aplikator. Sehingga, tidak menjalankan peran sebagai perusahaan angkuan umum.

Dalam kesematan yang sama, Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi, Umar Aris, menyampaikan maksud dan tujuan revisi PM 26 Tahun 2017. Oleh Umar, maksud dan tujuan revisi antara lain untuk mengakomodasi kemudahan aksesibilitas bagi masyarakat. Selain itu, untuk pelayanan yang memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kenyamann, tertib, lancar, dan terjangkau harganya.

Maksud dan tujuan lainnya untuk mendorong pertumbuhan perekonomian nasioal berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah. Menjaga terwujudnya kepastian hukum serta menampung perkembangan kebutuhan masyarakat dalam penyelenggaraan angkutan umum.

Tags:

Berita Terkait