Kenali Model Akad Ini Sebelum Beli Apartemen
Utama

Kenali Model Akad Ini Sebelum Beli Apartemen

Pra-PPJB yang dibuat dengan maksud mendahului PPJB tidak dapat dibuat di hadapan notaris.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Seminar bertajuk “Pra-Perjanjian Pengikatan Jual Beli: Legalitas Pemasaran Rumah Susun” di FHUI Depok, Kamis (30/11). Foto: AID
Seminar bertajuk “Pra-Perjanjian Pengikatan Jual Beli: Legalitas Pemasaran Rumah Susun” di FHUI Depok, Kamis (30/11). Foto: AID

Akhir-akhir ini banyak pemasaran penjualan satuan rumah susun (apartemen) dengan iming-iming harga murah. Tetapi, di sisi lain banyak konsumen yang tak paham mengenai seluk beluk perjanjian (akad) jual beli sebelum dibangunnya satuan rumah susun atau masih tahap pemasaran. Perjanjian tahap pemasaran ini lazim disebut Pra-Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Pra-PPJB) atau perjanjian sebelum jual beli yang sebenarnya bagian dari PPJB itu sendiri.

 

Persoalan itu menjadi topik bahasan dalam Seminar Nasional Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) bertajuk Pra-Perjanjian Pengikatan Jual Beli: Legalitas Pemasaran Rumah Susun”. Seminar ini dihadiri Dirjen AHU Kemenkumham Freddy Haris sebagai keynote speaker dengan menampilkan beberapa narasumber yakni Guru Besar FHUI Prof Arie Sukanti Hutagalung, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia Alwesius, Anggota BPKN Bambang Soemantri.

 

Dalam paparannya, Prof Arie Sukanti Hutagalung menerangkan proses jual beli sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan dengan PPJB di hadapan notaris. Setelah rumah susun telah selesai bangunannya, kata dia, jual beli rumah susun sudah bisa diterbitkan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan PPAT.

 

“Dinyatakan selesai jual beli satuan rumah susun (sarusun) apabila telah diterbitkan Sertifikat Layak Fungsi, Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS),” kata Arie Sukanti di Auditorium Djokosoetono FHUI Depok, Kamis (30/11/2017). Baca Juga: Konsumen Wajib Tahu Hal Ini Sebelum Beli Apartemen

 

Dia menuturkan bagi calon konsumen sebelum melakukan PPJB mesti memastikan apakah pelaku pembangunan (developer) rumah susun mengantongi surat kepemilikan tanah, kepemilikan IMB, ketersediaan prasarana sarana, utilitas umum, paling sedikit 20 persen dari volume konstruksi bangunan rumah susun yang sedang dipasarkan.

 

Apabila hal itu terpenuhi, lanjut Arie, calon konsumen dan pengembang bisa membuat PPJB di hadapan notaris dengan memuat hal-hal yang diperjanjikan. Antara lain, kondisi sarusun yang dibangun dan yang dipasarkan kepada konsumen melalui media promosi; lokasi rumah susun; bentuk sarana prasarana; spesifikasi bangunan; harga sarusun; utilitas umum; fasilitas lain; dan waktu serah terima sarusun. Hal ini sudah diatur Pasal 43 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

 

Yang patut diingat, kata dia, pelaku pembangunan tidak boleh melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80 persen dari pembeli sebelum memenuhi syarat PPJB seperti diatur Pasal 43 ayat (2) jo Pasal 42 ayat (2) UU Rumah Susun. Selain itu, pelaku pembangunan dilarang membuat PPJB yang tak sesuai dengan yang dipasarkan atau sebelumnya memenuhi syarat Pasal 43 ayat (2) UU Rumah Susun. “Jika pasal itu dilanggar bisa dipidana atau denda,” ungkapnya.

Tags:

Berita Terkait