Tantangan dalam penegakan hak asasi manusia (HAM) di tahun 2018, yang dicanangkan sebagai tahun politik, nampaknya kian berat. Demokrasi di tahun politik bakal diwarnai berbagai permasalahan yang berdampak terjadinya pelanggaran (HAM). Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di tahun politik 2018 hingga 2019.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menuturkan besarnya pengaduan masyarakat terkait pelanggaran HAM membuktikan ada kepercayaan publik terhadap lembaganya. Meski penanganan pengaduan telah diupayakan maksimal, namun masih terdapat yang belum tertangani hingga tuntas. Berdasarkan data tipologi, pengaduan terbanyak ke Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran HAM terkait kinerja Polri.
Ia merinci, tindakan yang banyak diadukan masyarakat dan patut diberikan perhatian. Pertama, lambatnya penanganan laporan polisi atas perkara sebanyak 398 aduan. Kedua, upaya paksa kepolisian yang dilakukan secara sewenang-wenang sebanyak 44 aduan, meliputi penangkapan, penahanan, dan penggeledahan secara sewenang-wenang.
Ketiga, tindakan kekerasan yang diduga dilakukan anggota Polri secara verbal maupun nonverbal sebanyak 39 aduan. Keempat, tindakan kriminalisasi sebanyak 36 aduan. Kelima, tindakan penyiksaan sebanyak 17 aduan.
“Berdasarkan sejumlah pengaduan tersebut, sepanjang 2017 belum mengalami kemajuan dalam penyelesaian sejumlah aduan publik,” ujar Taufan saat memberi keterangan pers di Gedung Komnas HAM, Senin (22/1/2018). Baca Juga: Isu HAM Belum Prioritas, Tantangan Penyelesaiannya Makin Berat
Namun, baginya yang terpenting, peluang dalam mendukung proses pemajuan, perlindungan, dan penegakan pemenuhan HAM antara lain penguatan peraturan perundang-undangan di bidang HAM. Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara itu meminta pemerintah untuk lebih serus memperhatikan upaya pemajuan perlindungan, penegakan dan pemenuhan HAM melalui berbagai instrumen peraturan perundang-undangan.
“Misalnya, memasukan isu HAM dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJM). Termasuk berbagai produk peraturan perundang-undangan di bidang HAM baik Undang-Undang sektoral maupun UU pengesahan dari berbaga instrumen hukum internasional,” harapnya.