Buru Pajak WNI Hingga Luar Negeri
Berita

Buru Pajak WNI Hingga Luar Negeri

Pemerintah sungguh-sungguh berencana menarik pajak dari harta WNI di luar negeri. Kerja sama dengan negara “surga pajak” diperkuat.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pajak. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pajak. Ilustrator: BAS

Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol menyatakan salah satu strategi pemerintah meningkatkan penerimaan pajak tahun ini adalah dengan cara memburu harta kekayaan warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Pasalnya, upaya penghindaraan pajak dengan cara menempatkan kekayaannya di negara-negara “surga pajak” kerap terjadi.

 

Dalam menjaring potensi pajak tersebut, pemerintah gencar bekerja sama dengan negara-negara yang dianggap sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan WNI seperti Singapura dan Hongkong. Kerja sama Indonesia dengan negara lain dalam transparansi data keuangan ditandai dengan bergabungnya Indonesia menjadi anggota Automatic Exchange of Information (AeoI) bersama dengan 99 negara lainnya. Dengan masuknya Indonesia dalam kesepakatan tersebut, masing-masing negara anggota dapat mengakses data keuangan lintas negara.

 

Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang dikutip dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), terdapat dua gelombang negara yang ikut dalam keanggotaan AEoI yaitu yang aktif memulai pertukaran data perpajakannya di tahun 2017 dan yang memulai di tahun 2018. Indonesia termasuk dalam negara-negara gelombang kedua.

 

(Baca juga: KPK Kaji Upaya Menjerat Koruptor dari Kasus Pajak)

 

Untuk daftar 50 negara batch pertama yang mulai aktif bertukar data perpajakan di tahun 2017 yaitu: Anguilla, Argentina, Belgium, Bermuda, British Virgin Islands, Bulgaria, Cayman Islands, Colombia, Croatia, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Faroe Islands, Finlandia, Perancis, Jerman, Gibraltar, Yunani, Greenland, Guernsey, Hongaria, Islandia, India, Irlandia, Isle of Man, Italia, Jersey, Korea, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta, Mexico, Montserrat, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Rumania, San Marino, Seychelles, Republik Slovakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Turki dan Caicos Islands dan Inggris.

 

Sedangkan daftar 50 negara batch kedua yang aktif bertukar data perpajakan di tahun 2018 yaitu: Andorra, Antigua and Barbuda, Aruba, Australia, Austria, The Bahamas, Bahrain, Barbados, Belize, Brazil, Brunei Darussalam, Kanada, Cile, Cina, Cook Islands, Costa Rica, Curaçao, Dominica, Ghana, Grenada, Hong Kong (China), Indonesia, Israel, Japan, Kuwait, Lebanon, Marshall Islands, Macao (China), Malaysia, Mauritius, Monako, Nauru, New Zealand, Niue, Pakistan, Panama, Qatar, Rusia, Saint Kitts and Nevis, Samoa, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Arab Saudi, Singapura, Sint Maarten, Swiss, Trinidad Tobago, Turkey, Uni Emirat Arab, Uruguay dan Vanuatu.

 

John menyampaikan penerapan dari komitmen tersebut diteruskan pemerintah dengan mewajibkan industri keuangan dan pasar modal mendaftar pada Ditjen Pajak paling lambat akhir Februari. Setelah proses pendaftaran, industri keuangan dan pasar modal wajib melaporkan data keuangannya kepada Ditjen Pajak mulai April 2018. Kemudian, penerapannya direncanakan mulai September mendatang.

 

Dengan langkah tersebut, John berharap masing-masing negara juga mengikuti langkah Indonesia sehingga transparansi data keuangan global dapat dilakukan. “Dari kerja sama itu kita berharap dapat data yang banyak salah satunya mengenai nasabah Indonesia yang menempatkan dananya di sana (luar negeri),” tambah John.

Tags:

Berita Terkait